Rabu, 22 Februari 2017

TEKNIK PEMBERIAN OBAT MELALUI EPIDURAL



PAPER
TEKNIK PEMBERIAN OBAT
 MELALUI  EPIDURAL
Dosen Pengampu
Vitrianingsih, SST, M.Kes







Disusun Oleh :

                                                          Nama          : Serly Anjelina
                                                   NIM            : 16140175
`                                                  Kelas          : B.13.2




PRODI DIV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2016





Teknik pemberian obat melalui Epidural

1.      Pengertian Analgesia Epidural
Analgesia epidural adalah pemasukan zat anastesi lokal  atau bius local kedalam ruang epidural di bagian lumba yang memberikan efek  bebas dari nyeri ataupun penghilang rasa sakit. Selain tidak merasakan nyeri terutama saat kontraksi , ibu juga akan mengalami ketidakmampuan menggerakan kaki, berkemih secara normal , dan merasakan dorongan mengejan pada kala II persalinan.
2.       Tujuan Pemberian Obat Secara Epidural
Tujuan utama dari pemberian obat premedikasi adalah untuk memberikan sedasi psikis, mengurangi rasa cemas dan melindungi dari stress mental atau factor-faktor lainyang berkaitan dengan tindakan anestesi yang spesifik. Hasil akhir yang diharapkan dari pemberian premedikasi adalah terjadinya sedasi dari pasien tanpa disertai depresi dari pernapasan dan sirkulasi. Kebutuhan premedikasi bagi masing-masing pasien dapat berbeda. Rasa takut dan nyeri harus diperhatikan betul pada pra bedah.
Tujuan dari epidural adalah untuk memberikan analgesia, atau menghilangkan rasa sakit, daripada anestesi yang mengarah terhadap total kurangnya perasaan. Epidural memblokir impuls saraf dari segmen tulang belakang lebih rendah. Hal ini menyebabkan penurunan sensasi di bagian bawah tubuh. Obat epidural jatuh ke dalam kelas obat yang disebut obat bius lokal, seperti bupivakain, chloroprocaine, atau lidokain. Mereka sering disampaikan dalam kombinasi dengan opioid atau narkotika seperti fentanil dan sufentanil untuk mengurangi dosis yang diperlukan anestesi lokal. Ini menghasilkan nyeri dengan efek minimal. Obat-obat ini dapat digunakan dalam kombinasi dengan epinefrin, fentanil, morfin, atau clonidine untuk memperpanjang efek epidural atau untuk menstabilkan tekanan darah ibu.
3.      Macam-macam  bius Epidural
a.    Anastesi spinal epidural gabungan
Menggabungkan blok padat dari anestesi spinal dengan analgesik operatif efek-pos epidural. Ini disebut anestesi spinal dan epidural gabungan (CSE). Para dokter anestesi dapat memasukkan anestesi tulang belakang pada satu tingkat, dan epidural pada tingkat yang berdekatan. Atau, setelah menemukan ruang epidural dengan jarum Tuohy, jarum tulang belakang dapat dimasukkan melalui jarum Tuohy ke dalam ruang subarachnoid. Dosis tulang belakang kemuklienn diberi, jarum ditarik tulang belakang, dan kateter epidural dimasukkan seperti biasa. Metode ini, dikenal sebagai "-jarum melalui jarum" teknik, dapat berhubungan dengan risiko sedikit lebih tinggi menempatkan kateter ke dalam ruang subarachnoid.
b. Epidural ekor
Ruang epidural dapat dimasukkan melalui membran sacrococcygeal , menggunakan 22g kateter-over-jarum atau jarum 21Gbiasa. Penyuntikan volume 1cc/kg anestesi lokal di sini memberikan analgesia yang baik dari perineum daerah pangkal paha dan ini biasanya suatu teknik-injeksi dan kateter biasanya tidak ditempatkan. Hal ini dikenal sebagai epidural ekor atau "ekor".Epidural ekor adalah teknik analgesik efektif dan aman pada anak-anak menjalani selangkangan, operasi ekstremitas panggul atau lebih rendah. Hal ini biasanya dikombinasikan dengan anestesi umum sejak anak-anak tidak bisa mentolerir injeksi terjaga.
c. Suntikan steroid epidural
Suntikan epidural, atau injeksi epidural steroid, dapat digunakan untuk membantu mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh disc hernia , penyakit cakram degeneratif , atau stenosis tulang belakang . Gangguan ini seringkali mempengaruhi tulang belakang lumbar (leher) dan rahim (punggung bawah) bidang tulang belakang.
Obat yang digunakan dalam injeksi biasanya kombinasi dari bius lokal (misalnya bupivakain ) dan misalnya steroid ( triamcinolone ). Teknik dan risiko dari prosedur tersebut adalah sama dengan orang-orang untuk analgesia epidural stklienr. Efek dari injeksi epidural steroid bervariasi, namun keuntungan tetap tidak mungkin. Teknik ini dipercaya untuk bekerja dengan mengurangi peradangan atau bengkak, atau keduanya, dari saraf dalam ruang epidural.
Beberapa klien yang memiliki beberapa rasa sakit sisa setelah injeksi pertama dapat menerima suntikan kedua atau ketiga steroid epidural. Klien yang tidak menerima bantuan apapun dari suntikan pertama mungkin manfaat dari suntikan kedua.
Epidural analgesia telah terbukti memiliki beberapa keuntungan setelah operasi. Ini termasuk:

a. Analgesia efektif tanpa memerlukan opioid sistemik.
b. Insiden masalah pernapasan pascaoperasi dan infeksi dada berkurang.
c. Insiden pasca operasi infark miokard (serangan jantung ) berkurang.
d. Respon stres untuk operasi berkurang.
e. Motilitas usus ditingkatkan oleh blokade dari sistem saraf simpatik.
f. Penggunaan analgesia epidural selama operasi mengurangi transfusi darah persyaratan.
Meskipun manfaat ini, tidak ada manfaat survival telah dibuktikan untuk klien yang berisiko tinggi.
Selain menghalangi saraf yang membawa rasa sakit, obat bius lokal di ruang epidural akan memblokir jenis lain saraf juga, secara dosis-tergantung. Tergantung pada obat dan dosis yang digunakan, efek bisa berlangsung hanya beberapa menit atau sampai beberapa jam. Epidural biasanya melibatkan menggunakan opiat atau fentanyl sufentanil, dengan bupivakain, Fentanil adalah candu kuat dengan potensi dan efek samping 80x yang morfin. Sufentanil adalah opiat lain, 5 sampai 10Xs lebih kuat daripada Fentanil. Bupivakain adalah nyata beracun, menyebabkan eksitasi: kegugupan, kesemutan di sekitar mulut, tinnitus, tremor, pusing, penglihatan kabur, atau kejang, diikuti dengan depresi: kantuk, kehilangan kesadaran, depresi pernafasan dan apnea. Bupivakain telah menyebabkan beberapa kematian oleh serangan jantung ketika anestesi epidural telah sengaja dimasukkan ke dalam pembuluh darah, bukan ruang epidural di tulang belakang.
Epidural benar diberikan hasil dalam tiga efek utama:
a. Hilangnya modalitas lain sensasi (termasuk sentuhan, dan proprioception )
b. Hilangnya kekuatan otot (sehingga risiko jatuh)
c. Kehilangan fungsi dari sistem saraf simpatik , yang mengontrol tekanan darah

4. Teknik Pemberian obat melalui epidural
 Prosedur
1.      Persiapan peralatan dan Jarum epidural.
Seperti pada anestesi umum, obat-obatan  serta mesin anestesia disiapkan sebelum penderita masuk ruangan ; begitu pula dengan monitor standar. Persiapan termasuk vasopressor untuk mencegah hipotensi, oksigen suplemen melalui nasal kanula atau masker untuk mengatasi depresi pernapasan akibat sedatif atau anestetik.
Pada umumnya jarum weiss atau tuohy ukuran 17 yang digunakan untuk ideintifikasi ruang epidural. Jarum ini mempunyai stylet dan ujungnya tumpul dengan lubang pada sisi lateral dan mempunyai dinding tipis yang dapat dilalui kateter ukuran 20. Jarum ukuran 22 sering digunakan untuk tehnik dosis tunggal.
2.      Menentukan posisi pasien
Pasien dapat diposisikan pada posisi duduk, posisi lateral atau posisi prone dengan pertimbangan yang sama dengan anestesi spinal.
3.      Identifikasi  Ruang epidural.
Ruang epidural  teridentifikasi setelah ujung jarum melewati ligamentum flavum dan menimbulkan tekanan negatif pada ruang epidural.  Metode untuk identifikasi  ini dibagi dalam dua kategori : loss of resistance tehnik dan hanging drop tehnik.
Teknik pemberian obat dalam epidural
1.      Loss of resistence tehnik.
Tehnik ini  adalah  cara yang umum dipakai untuk identifikasi  ruang epidural. Cara ini dengan  mengarahkan jarum melewati  kulit masuk kedalam ligamentum interspinosus, dimana dibuktikan oleh adanya tahanan. Pada saat ini intraduser  dikeluarkan dan jarum dihubungkan dengan spoit yang diisi dengan udara atau Nacl 0,9 %, kemudian tusukan dilanjutkan  sampai keruang epidural.
Ada dua  cara mengendalikan kemajuan  penempatan jarum. Pertama menempatkan  dua jari menggenggam  spoit dan jarum dengan  tekanan tetap  pada pangkalnya sehingga jarum begerak   kedepan sampai jarum masuk kedalam ruang epidural.  Pendekatan lain dengan menempatkan   jarum beberapa millimeter dan saat itu dihentikan dan kendalikan dengan hati-hati. Dorsum tangan non dominan menyokong belakang pasien dengan ibu jari dan jari tengah  memegang poros jarum. Tangan non dominan mengontrol masuknya jarum epidural dan setelah itu ibu jari tangan dominan menekan fluger dari spoit. Ketika ujung jarum berada dalam ligamentum fluger tidak bisa ditekan dan dipantulkan kembali, tetapi ketika jarum masuk ruang epidural terasa kehilangan tahanan dan fluger mudah ditekan dan tidak dipantulkan kembali. Cara yang kedua lebih cepat dan lebih praktis tetapi memerlukan pengalaman sebelumnya untuk menghindari penempatan jarum epidural pada lokasi yang salah.
Apakah suntikan dengan Nacl 0,9 % atau udara yang dipakai pada loss of resistens tehnik tergantung pada  pilihan praktisi. Ada  beberapa laporan  gelembung udara  menyebabkan inkomplet  atau  blok tidak sempurna;  betapapun ini  terjadi hanya dengan  udara dalam jumlah yang banyak.
2.     Hanging Drop tehnik.
Dengan tehnik ini jarum ditempatkan pada ligamentum intrspinosus , pangkal jarum  diisi dengan cairan Nacl 0,9 % sampai  tetesan menggantung dari  pangkal jarum. Selama jarum melewati struktur  ligamen  tetesan tidak bergerak; akan tetapi waktu ujung jarum melewati ligamentum flavum dan masuk dalam ruang epidural, tetesan cairan ini terisap masuk oleh karena adanya tekanan negatif dari ruang epidural.   Jika jarum menjadi  tersumbat, atau tetesan cairan tidak akan terisap masuk maka jarum telah melewati ruang epidural yang ditandai dengan cairan  serebrospinal pada pungsi dural. Sebagai konsekuensi tehnik hanging drop biasanya  digunakan hanya oleh praktisi yang berpengalaman .
Pilihan tingkat block
Anestesia  epidural  dapat dilakukan pada salah satu dari empat segmen dari tulang belakang (cervical, thoracic, lumbar, sacral). Anestesia epidural pada segmen sacralis biasanya disebut sebagai anesthesia caudal.
1.      Lumbar epidural anesthesia.
a)      Midline  approach.
Pasien diposisikan, dipersiapkan dan ditutup kain steril dan diidentifikasi  interspace L4-5 sejajar Krista iliaka. Interspace dipilih dengan palpasi apakah level L3-4 atau L4-5. Jarum ukuran 25 digunakan untuk anestesi local dengan infiltrasi dari suferfisial sampai kedalam ligamentum interspinosa dan supraspinosa. Jarum ukuran 18 G dibuat tusukan kulit untuk dapat dilalui jarum epidural. Jarum epidural dimasukkan  terus pada tusukan kulit dan dilanjutkan kearah sedikit kecephalad untuk   memperkirakan lokasi ruang interlaminar dan sebagai dasar adalah pada perocesus spinosus superior. Setelah jarum masuk pada struktur ligamentum , spoit dihubungkan  dengan jarum dan tahanan diidentifikasi. Poin utama disini bahwa adanya perasaan jarum masuk pada struktur ligamentum. Apabila perasaan kurang jelas adalah akibat tahanan pada otot paraspinosus atau lapisan lemak mengakibatkan injeksi local anestesi kedalam ruang lain dari pada ruang epidural dan terjadi gagal blok. Apabila ini terjadi penempatan jarum pada ligamentum diperbaiki, kemudian jarum dilanjutkan masuk keruang epidural dan loss of resistensi diidentifikasi dengan Hati-hati.
b)      Paramedian approach
Biasanya dipilih pada kasus dimana  operasi atau penyakit sendi degeratif sebelumnya ada kontra indikasi dengan median approach. Tehnik ini lebih mudah bagi  pemula, karena saat jarum bergerak kedalam ligamen dan perubahan  tahanan tidak terjadi, maka jarum masuk  ke otot paraspinosus dan tahanan hanya dirasakan bila jarum sampai pada ligamentum flavum. Pasien diposisikan, dipersiapkan dan  ditutupi kain streril seperti pada mid line approach. Jarum ditusukkan kira-kira 2-4 cm kelateral garis tengah pada bagian bawah processus spinosus  superior. Tusukan kulit dibuat dan jarum epidura langsung  diarahkan kecephalad  seperti pada median approach dan kemudian jarum dilanjutkan kearah midline.  Setelah strukur dermal ditembusi spoit dihubungkan dengan jarum dan  selanjutnya jarum masuk masa otot psraspinosus akan terasa tahanan minimal dan kemudian sampai   ada peningkatan tahanan yang tiba-tiba ketika jarum sampai pada ligamentum flavum. Jika jarum telah melewati ligamentum flavum dan setelah loss of resiten teridentifikasi maka jarum telah masuk kedalam ruang epidural.
2.      Thoracic epidural anesthesia.
Thoracic epidural anesthesia adalah tehnik yang lebih sulit  dari pada lumbar epidural anesthesia , dan kemungkinan untuk  trauma pada medulla spinalis adalah besar. OLeh karena itu, yang penting bahwa praktisi  sepenuhnya familiar dengan  lumbar epidural anesthesia sebelum  mencoba thoracic epidural block.
a)      Midline approach
Interspase lebih sering diidentifikasi  dengan  pasien pada posisi duduk. Pada segmen atas thoracic, sudut  processus spinosus lebih miring dan  curam  kearah kepala. Jarum dimasukkan melewati jarak yang relatif pendek mencapai ligamentum supraspinous dan  interspinous, dan ligamentum flavum diidentifikasi biasanya tidak lebih dari 3-4 cm dibawah kulit. Kehilangan tahanan yang tiba-tiba adalah  tanda masuk dalam ruang epidural. Semua tehnik epidural anesthesia  diatas regio lumbal kemungkinan  kontak langsung dengan medulla spinalis  harus dipertimbangkan selama mengidentifikasi ruang epidural. Jika  didapatkan nyeri yang membakar kemungkinan bahwa jarum epidural kontak langsung dengan medulla spinalis harus dipertimbangkan dan jarum  harus dengan segera dipindahkan. Kontak berulang dengan tulang dan tidak didapatkan ligamentum atau ruang epidural adalah indikasi untuk merubah pada pendekatan paramedian.
b)      Paramedian approach.
Pada pendekatan paramedian , interspase diidentifikasi dan jarum ditusukkan kira-kira 2 cm kelateral garis tengah pada pinggir kaudal prosesus spinosus superior. Pada tehnik ini jarum ditempatkan hampir tegak lurus pada kulit dengan  sudut minimal  10-15 derajat kearah midline  dan dilanjutkan sampai lamina  atau pedikle dari tulang belakang disentuh. Jarum ditarik kebelakang  dan ditujukan kembali  agak kecephalad. Jika tehnik ini sempurna  ujung jarum akan kontak dengan ligamentum flavum. Spoit dihubungkan dengan jarum, dan pakai tehnik loss of resistence atau hanging drop untuk mengidentifikasi ruang epidural. Sama dengan paramedian approach pada regio lumbar, jarum harus  dilanjutkan sebelum ligamentum flavum dilewati dan ruang epidural didapatkan.
3.      Cervical epidural anesthesia.
Tehnik ini khusus dilakukan  dengan pasien pada posisi duduk dan leher  difleksikan. Jarum epidural dimasukkan pada midline khususnya pada interspase C5-C6 atau C6-C7  dan ditusukkan secara relatif datar  kedalam ruang epidural dengan memakai tehinik  loss of resistence dan lebih sering dengan hanging drop.
Penempatan kateter
Kateter epidural  digunakan untuk injeksi ulang  anestesi local pada operasi yang lama dan pemberian analgesia post operasi.
a)     Kateter radiopaq ukuran 20 disusupkan melalui jarum epidural, ketika bevel diposisikan kearah cephalad. Jika kateter berisi stylet kawat, harus ditarik kembali1-2 cm untuk menurunkan insiden parestesia dan pungsi dural atau vena.
b)      Kateter dimasukkan 2-5 cm ke dalam ruang epidural. Pasien dapat mengalami parasthesia yang tiba-tiba dan biasanya terjadi dalam waktu yang singkat. Jika kateter tertahan, kateter harus direposisikan. Jika kateter harus ditarik kembali, maka kateter dan jarum dikeluarkan bersama-sama.
c)      Jarak dari permukaan belakang pasien diberi tanda pada pengukuran kateter.
d)     Jarum ditarik kembali secara hati-hati melalui kateter dan jarak dari bagian belakang pasien yang diberi tanda pada kateter diukur lagi. Jika kateter telah masuk, kateter ditarik kembali 2-3 cm dari ruang epidural.
e)      Bila kateter sudah sesuai kemudian dihubungkan dengan spoit. Aspirasi dapat dilakukan untuk mengecek adanya darah atau cairan serebrospinal, dan kemudian kateter diplester dengan kuat pada bagian belakang pasien dengan ukuran yang besar, bersih dan diperkuat dengan pembalutan.
4.      Indikasi Dan Kontra Indikasi Pemberian Obat Secara Epidural
1.      Indikasi
Anastesi Epidural diindikasikan untuk menghilangkan nyeri pada persalinan tanpa memperhatikan pembukaan serviks, atas permintaan pasien. Banyak unit maternal menganggap beberapa kondisi kebidanan tertentu sebagai indikasi anastesi epidural, ini meliputi hipertensi yang diinduksi kehamilan, preeklamsi tanpa koagulopati, jaringan parut, presentasi bokong, kembar, persalinan preterm, serta semua kondisi medis yang tidak menginginkan aktivitas simpatoadrenal berlebihan. (kamus saku kedokteran Dorland, edisi 28, 2011)
Menurut kamus saku bidan, Denise Tiran (2005) :
a.       Partus lama
b.       Khususnya persalinan dengan posisi oksiput posterior, persalinan serta pelahiran sungsang
  1. Pelahiran tertentu dengan forceps
  2. Tindakan mengatasi hipertensi pada kasus-kasus preeklamsi atau eklamsi
  3. Pelahiran kembar atau premature
  4. Seksio sesarea
  5. Penyakit jantung atau respiratorik pada ibu
  6. Indikasi menurut kehendak pasien
2.      Kontra Indikasi
Terdapat beberapa kontra indikasi untuk menggunakan anastesi epidural, termasuk penolakan ibu, koagulopati, infeksi lokal pada daerah insersi kateter epidural, hipovolemia yang tidak diobati dan tekanan intrakranial yang meningkat risiko anastesi regional pada pasien HIV-Positif telah dievaluasi pada sejumlah kecil pasien tersebut, hasilnya menunjukkan bahwa anastesi regional dapat dilakukan dengan aman dalam kelompok ini.

5.       Efek Samping Dari Pemberian Obat Secara Epidural
Efek analgesia epidural meliputi (kamus saku bidan, Denise Tiran,2005) :
1.      Hipotensi mendadak yang menimbulkan hipoksia janin
2.     Spinal tap atau dural tap
3.      Reaksi toksik terhadap obat
4.      Gejala sisa neurologi akibat cedera atau hematoma
5.      Risiko lebih tinggi pelahiran dengan alat akibat fleksi kepala janin yang buruk yang terjadi karena lantai dasar panggul yang kendur
6.      Infeksi
a.      Setelah Kelahiran: 
1.      Mengganggu proses persalinan
Epidural akan memperlambat proses persalinan dan mengurangi kemampuan kontraksi rahim. Hal ini karena epidural menghambat pelepasan hormon oksitosin selama persalinan untuk membantu kontraksi rahim. Ketika kemampuan kontraksi rahim menurun, suntikan pitocin harus diberikan yang merupakan bentuk sintetis dari oksitosin. 
2.  Menurunkan tekanan darah
Dalam beberapa kasus, epidural akan menurunkan tekanan darah.
3.       Masalah kandung kemih
Epidural mungkin akan mempengaruhi kemampuan untuk mengendalikan kandung kemih. Dalam pengaruh epidural, pasien tidak merasa kalau kandung kemihnya sudah penuh.
4.      Sakit kepala
Salah satu efek samping utama epidural adalah timbulnya sakit kepala. Hal ini mungkin disebabkan oleh kebocoran cairan tulang belakang.
Jika sakit kepala tidak kunjung hilang maka ‘blood patch’ diberikan kepada pasien.Blood patch adalah injeksi yang mengandung darah pasien yang diberikan ke dalam ruang epidural untuk meredakan sakit kepala.


5.                  Nyeri punggung
Epidural juga bisa memicu nyeri punggung yang kadang tidak hilanglama setelah melahirkan.
b.      Efek Samping pada Bayi
Bayi mungkin mengalami kesulitan saat menyusu ke puting yang dapat menyebabkan banyak masalah. Selain itu, selama persalinan bayi mungkin mengalami depresi pernapasan, malposisi, dan peningkatan denyut jantung.
c.       Efek Samping Jangka Panjang
Berikut adalah beberapa efek samping jangka panjang epidural.
1.      Berpotensi menyebabkan kebocoran cairan tulang belakang yang memicu mual dan sakit kepala.
2.      Penurunan kekebalan tubuh.
3.      Peningkatan abnormal nafsu makan.
4.      Membuat gula darah menjadi tinggi.
5.      Tubuh menjadi rentan terhadap infeksi.
6.      Berpotensi menyebabkan radang perut dan katarak.
7.      Menyebabkan nekrosis avaskular (tulang mati) yang bisa terjadi di bahu, pinggul, atau lutut.
8.      Mungkin memperburuk diabetes pada pasien yang sudah menderita kondisi ini.
9.      Berisiko menyebabkan kerusakan saraf permanen.



Referensi :
May A 1994 Epidurals for childbirth. Oxford University press, Oxford
O’Sullivan G 1997 epidural analgesia in labour: recent developments. British Journal of Midwifery  5(9):555-556
Buku saku bidan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar