Jumat, 10 Maret 2017

GOLONGAN ANTIBIOTIK

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun unutk seorang dokter ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gejala penyakit.
Antiboitika ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain. Antibiotik juga dapar dibuat secara sintesis. Antimikroba diartikan sebagai obat pembasmi mikroba khususnya yang merugikan manusia.
Selama masa kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan. Apa yang dikonsumsi oleh ibu akan ditransfer ke janin. Ada kalanya, ibu hamil yang mengalami infeksi memerlukan penggunaan antibiotik sebagai pilihan obat. Sebagian antibiotik pada semua fase kehamilan aman dikonsumsi, sebagian lagi dikontraindikasikan pada fase tertentu, dan ada juga yang dikontraindikasikan untuk semua fase kehamilan.
Beberapa jenis antibiotika dapat menyebabkan kelainan pada janin. Hal ini terjadi karena antibiotika yang diberikan kepada wanita hamil dapat mempengaruhi janin yang dikandungnya melalui plasenta.
Besarnya reaksi toksik atau kelainan yang ditimbulkan oleh antibiotika dipengaruhi oleh besarnya dosis yang diberikan, lama dan saat pemberian serta sifat genetik ibu dan janin.

1.2  Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang dibahas dalam makalah ini, diantaranya :
1. Apa yang dimaksud dengan Antibiotik?
2. Bagaimana cara pembuatan Anti biotik?
3. Bagaimana mekanisme kerja dari obat antibiotik?
4. Apa saja golongan-golongan obat antibiotic?
5. Apa saja antibiotik yang aman bagi ibu hamil?
6. Bagaimanakah efek antibiotik pada kehamilan?
7.Bagaimana studi kasus infeksi pada ibu hamil?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami membuat makalh ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang golongan obat antibiotic.
2.    Untuk mengetahui tentang cara pembuatan obat antibotic, mekanisme kerja dan golongan-golonganya.
3.   Untuk mengetahui dan memahami pemberian obat antibiotik yang aman bagi ibu hamil dan  mengetahui efek antibiotik pada kehamilan.
4. Untuk memenuhi tugas mata kuliah farmakologi.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Antibiotika ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi jenis mikroba lain. Antibiotika ( latin : anti = lawan, bios = hidup ) adalah zat-zat kimia yang dihasilkan mikroorganisme hidup tertuma fungi dan bakteri ranah. Yang memiliki khasiat mematikan atau mengahambat pertumbuahn banyak bakteri dan beberapa virus besar, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relative kecil.
2.2 Pembuatan Antibiotika
Pembuatan antibiotika lazimnya dilakukan dengan jalan mikrobiologi dimana mikroorganisme dikembangbiakkan dalam tangki-tangki besar dengan zat-zat gizi khusus. Kedalam cairan pembiakan disalurkan oksigen atau udara steril guna mempercepat pertumbuhan jamur sehingga produksi antibiotiknya dipertinggi setelah diisolasi dari cairan kultur, antibiotika dimurnikan dan ditetapkan aktifitasnya, beberapa antibiotika tidak dibuat lagi dengan jalan biosintesis ini, melakukan secara kimiawi, antara lain kloramfenikol
Aktivitas Umumnya dinyatakan dalam suatu berat (mg),kecuali zat yang belum sempurna pemurniannya dan terdiri dari campuran beberapa zat misalnya polimiksin B basitrasin, atau karena belum diketahui struktur kimianya, seperti, nistatin.
2.3 Mekanisme Kerja
Beberapa antibiotika bekerja terhadap dinding sel (penisilin dan sefalosforin) atau membran sel (kleompok polimiksin), tetapi mekanisma kerja yang terpenting adalah perintangan selektif metabolisme protein bakteri sehingga sintesis protein bakteri, sehingga sintesis protein dapat terhambat dan kuman musnah atau tidak berkembang lagi misalnya kloramfenikol dan tetrasiklin.
Diluar bidang terapi, antibiotik digunakan dibidang peternakan sebagai zat gizi tambahan guna mempercepat pertumbuhan ternak, dan unggas yang diberi penisilin, tetrasiklin erithomisin atau basitrasin dalam jumlah kecil sekali dalam sehari harinya, bertumbuh lebih besar dengan jumlah makanan lebih sedikit.


2.4 Golongan Obat Antibiotika
2.4.1 Penisilin
Penisilin diperoleh dari jamur Penicilium chrysogeneum dari bermacam-macam jemis yang dihasilkan (hanya berbeda mengenai gugusan samping R ) benzilpenisilin ternyata paling aktif. Sefalosforin diperoleh dari jamur cephalorium acremonium, berasl dari sicilia (1943) penisilin bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesi dinding sel.Pensilin terdiri dari :
A.    Benzil Penisilin Dan Fenoksimetil Penisilin
a. Benzil Penisilin
Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive, gonore.Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
b. Fenoksimetilpenisilin
Indikasi : tonsillitis, otitis media, erysipelas, demam rematik, prpopiliaksisinfeksi pneumokokus.
B.  Pensilin Tahan Penisilinase
a. Kloksasilin
Indikasi : infeksi karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase.Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS.Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
b. Flukoksasilin
Indikasi : infeksi karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase.Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS.Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
C.    Pensilin Spectrum Luas
a.  Ampisilin
Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive, gonore.Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS.Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
b. Amoksisilin
Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis invasive, gonore.Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS.Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
D.    Penisilin Anti Pseudomona
a. Tikarsilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas dan proteus.
b. Piperasilin 
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa.
c. Sulbenisilin 
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa. ( Lihat gambar 1.1 )
2.4.2        Sefalosforin
Sefalosforin merupakan antibiotic betalaktam yang bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding mikroba. Farmakologi sefalosforin mirip dengan penisilin, ekseresi terutama melalui ginjal dan dapat di hambat probenisid.Sefalosforin terbagi atas:

A.    Sefadroksil
Indikasi : infeksi baktri gram (+) dan (-)Interaksi : sefalosforin aktif terhadap kuman garm (+) dan (-) tetapi spectrum anti mikroba masing-masng derrivat bervariasi. Efek samping : diare dan colitis yang disebabkan oleh antibiotic ( penggunaan dosis tinggi) mual dan mumtah rasa tidak enak pada saluran cerna sakit kepala dll. Kontra indikasi : hipersensitivitas terahadap sefalosforin, porfiria. ( Lihat gambar 1.2 )
B.     Sefrozil
Indikasi : ISPA, eksaserbasi akut dari bronchitis kronik dan otitis media.
C.    Sefotakzim
Indikasi : profilaksis pada pembedahan, epiglotitis karena hemofilus, meningitis.
D.    Sefuroksim
Indikasi : profilaksis tindakan bedah,lebih aktif terhadap H. influenzae dan N gonorrhoeae.
E.     Sefamandol
Indikasi: profilaksis pada Tindakan 1 pembedahan.
F.     Sefpodoksim 
Indikasi: infeksi saluran napas tetapi. Penggunaan ada faringitis dan tonsillitis, hanya yang kambuhan, infeksi kronis atau resisten terhadap antbiotika lain.
2.4.3  Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan antibiotik dengan spectrum luas. Penggunaannya semakin lama semakin berkurang karena masalah resistansi.
A.  Tetrasiklin.
Indikasi: eksaserbasi bronkitri kronis, bruselosis (lihat juga keterangan diatas) klamidia, mikoplasma, dan riketsia, efusi pleura karena keganasan atau sirosis, akne vulganis.Peringatan: gangguan fungsi hati (hindari pemberian secara i.v), gangguan fungsi ginjal, kadang-kadang menimbulkan fotosintesis.Efek samping: mual, muntah, diare, eritema.(Lihat gambar 1.3 )
B.  Demeklosiklin Hidroklorida
Indikasi: tetrasiklin. Lihat jugas gangguan sekresi hormone antidiureticPerhatinak : kontaindikasi; efek samping lihat tetrasiklin. Fotositivtas lebih sering terjadi pernah dilaporkan terjadinya diabeters indipidus nefrogenik.


C.  Doksisiklin
Indikasi: tetrasiklin.bruselosis (kombniasi dengan tetrasiklin), sinusitis kronis , pretatitis kronis, penyakit radang perlvis (bersama metronidazo)
D. Oksitetrasiklin
Indikasi ; peringatan; kontaindikasi; efek samping; lihat tetrasilin; hindari pada porfiria.
Dosis: 250-500 mg tiap 6 jam, Oxytetracycline ( generic ) cairan Inj. 50 mg/ vial (K), Teramycin (Pfizer Indonesia) cairan inj. 50 mg/ vial. Kapsul 2
2.4.4.      Aminoglikosida
Aminoglokosida bersifat bakterisidal dan aktif terhadap bakteri gram posistif dan gram negative. Aminasin, gentamisin dan tobramisin d juga aktif terhadap pseudomonas aeruginosa. Streptomisin aktif teradap mycobacterium tuberculosis dan penggunaannya sekarang hamper terbatas untuk tuberkalosa.( Lihat gambar 1.4 )
A.    Amikasin
Indikasi : infeksi generatif yang resisten terhadap gentamisin.
B.     Gentamisin
Indikasi : septicemia dan sepsis pada neonatus, meningitis dan infeksi SSP lainnya. Infeksi bilier, pielonefritis dan prostates akut, endokarditis karena Str viridans. Atau str farcalis (bersama penisilin, pneumonia nosokomial, terapi tambahan pad meningitis karena listeria.Peringatan : gangguan funsi ginjal, bayi dan usia lanjut ( (sesuaikan dosso, awasi fungsi ginjal, pendengaran dan vestibuler dan periksa kadar plasma), hindari penggunaan jangka panjang.Kontraindikasi: kehamilan, miastenia gravis.Efek samping : gangguna vestibuler dan pendengaran, netrotoksista, hipomagnesemia pada pemberian jangka panjang colitis karena antibiotic.Dosis : injeksi intramuskuler, intravena lambat atau infuse, 2-5 mg/ kg/ hari ( dalam dosis terbagai tiap 8 jam) lihat juga keterangan diatas sesuaikan dosis terbagi tiap 8 jam ) lihat juga keterangan fungsi ginjal dan ukur kadar dalam plasma.
C.    Neomisin Sulfat
Indikasi: Sterilisasi usus sebelum operasi
D.    Netilmisin
Indikasi: infeksi berat kuman gram negative yang resisten terhadap gentainisin.


2.4.5.      Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan antibiotic dengan spectrum luas, namun bersifat toksik. Obat ini seyogyanya dicadangkan untuk infeksi berat akibat haemophilus influenzae, deman tifoid, meningitis dan abses otak, bakteremia dan infeksi berat lainnya. Karena toksisitasnya, obat ini tidak cocok untuk penggunaan sistemik.
Kontraindikasi: wanita hamil, penyusui dan pasien porfiria. Efeks samping : kelainan darah yang reversible dan irevesibel seperti anemia anemia aplastik ( dapat berlanjut mejadi leukemia), neuritis perifer, neuritis optic, eritem multiforme, mual, muntah, diare, stomatitis, glositits, hemoglobinuria nocturnal.( Lihat gambar 1.5 )
2.4.6.      Makrolid
Eritromisin memiliki spectrum antibakteri yang hamper sama dengan penisilin, sehingga obat ini digunakan sebagai alternative penisilin. Indikasi eritremisin mencakup indikasi saluran napas, pertusis, penyakit gionnaire dan enteritis karena kampilo bakteri.
A.    Eritromisin
Indikasi: sebagai alternative untuk pasien yang alergi penisilin untuk pengobatan enteritis kampilobakter, pneumonia, penyakit legionaire, sifilis, uretritis non gonokokus, protatitis kronik, akne vulgaris, dan rpofilaksis difetri dan pertusis.
B.     Azitromisin
Indikasi: infeksi saluran napas, otitis media, infeksi klamida daerah genital tanpa kompliasi.
C.    Klaritromisin
Indikasi : infeksi saluran napas, infeksi ringan dan sedang pada kulit dan jaringan lunak; terapi tambahan untuk eradikasi helicobacter pylori pada tukak duodenum.
2.4.7.      Polipeptida
Kelompok ini terdiri dari polimiksin B, polimiksin E (= kolistin), basi-trasin dan gramisidin, dan berciri struktur polipeptida siklis dengan gugusan-gugusan amino bebas. Berlainan dengan antibiotika lainnya yang semuanya diperoleh dari jamur, antibiotika ini dihasilkan oleh beberapa bakteri tanah. Polimiksin hanya aktif terhadap basil Gram-negatif termasuk Pseudomonas, basitrasin dan gramisidin terhadap kuman Gram-positif.
Khasiatnya berupa bakterisid berdasarkan aktivitas permukaannya (surface-active agent) dan kemampuannya untuk melekatkan diri pada membran sel bakteri, sehingga permeabilitas sel diperbesar dan akhirnya sel meletus. Kerjanya tidak tergantung pada keadaan membelah tidaknya bakteri, maka dapat dikombinasi dengan antibiotika bakteriostatik seperti kloramfenikol dan tetrasiklin.
Resorpsinya dari usus praktis nihil, maka hanya digunakan secara parenteral, atau oral untuk bekerja di dalam usus. Distribusi obat setelah" injeksi tidak merata, ekskresinya lewat ginjal.Antibiotika ini sangat toksis bagi ginjal, polimiksin juga untuk organ pendengar. Maka penggunaannya pada infeksi dengan Pseu¬domonas kini sangat berkurang dengan munculnya antibiotika yang lebih aman (gentamisin dan karbenisilin).
2.4.8.      Golongan Antimikobakterium
Golongan antibiotika dan kemoterapetka ini aktif te rhadap kuman mikobakterium. Termasuk di sini adalah obat-obat anti TBC dan lepra, misalnya rifampisin, streptomisin, INH, dapson, etambutol dan lain-lain.
2.5 Pemilihan Antibiotik yang Aman Bagi Ibu Hamil
Antibiotika banyak digunakan secara luas pada kehamilan. Karena adanya efek samping yang potensial bagi ibu maupun janinnya, penggunaan antibiotika seharusnya digunakan jika terdapat indikasi yang jelas. Prinsip utama pengobatan wanita hamil dengan penyakit adalah dengan memikirkan pengobatan apakah yang tepat jika wanita tersebut tidak dalam keadaan hamil. Biasanya terdapat berbagai macam pilihan, dan untuk alasan inilah prinsip yang kedua adalah mengevaluasi keamanan obat bagi ibu dan janinnya.
Kehamilan akan mempengaruhi pemilihan antibiotik. Umumnya penisilin dan sefalosporin dianggap sebagai preparat pilihan pertama pada kehamilan, karena pemberian sebagian besar antibiotik lainnya berkaitan dengan peningkatan resiko malformasi pada janin. Bagi beberapa obat antibiotik, seperti eritromisin, risiko tersebut rendah dan kadang-kadang setiap risiko pada janin harus dipertimbangkan terhadap keseriusan infeksi pada ibu. Beberapa jenis antibiotika dapat menyebabkan kelainan pada janin. Hal ini terjadi karena antibiotika yang diberikan kepada wanita hamil dapat mempengaruhi janin yang dikandungnya melalui plasenta. Antibiotika yang demikian itu disebut teratogen suatu obat atau zat yang menyebabkan pertumbuhan janin yang abnormal. Pada manusia, periode terjadinya teratogenesis adalah mulai hari ke 17 sampai hari ke 54 post konsepsi. Besarnya reaksi toksik atau kelainan yang ditimbulkan oleh antibiotika dipengaruhi oleh :
4.  
   
5
1.      Besarnya dosis yang diberikan.
2.      Lama dan saat pemberian.
3.      Sifat genetik ibu dan janin.
4.      Jenis antibiotic
5.     Trimester kehamilan
Durasi penggunaan obat merupakan faktor penting untuk diingat. Penggunaan antibiotik dalam jangka waktu lama bisa menyebabkan kecacatan pada janin dan dalam kasus yang lebih buruk bisa menyebabkan keguguran. Pasalnya, beberapa jenis antibiotik lebih aman digunakan pada trimester tertentu.
Untuk keadaan hamil, apalagi masih dalam trimester ketiga, pemberian antibiotik bisa sangat membahayakan janin, karena hampir semua antibiotik memberikan efek samping mual, muntah, pusing dan gangguan sistem pencernaan. Efek-efek samping yang ditimbulkan juga akan menekan kehamilan. Bahkan ada antibiotik yang bisa menembus sampai ke sistem kelenjar / cairan, seperti liur, kelenjar getah bening, cairan otak dan ASI. Jika pada masa menyusui minum antibiotik, maka obat akan merembes di ASI dan bayi akan minum ASI bercampur obat.
Namun bukan berarti ibu hamil dan menyusui tidak boleh minum obat antibiotik, harus hati-hati dan perhatikan petunjuk dokter tentang cara pemakaiannya.
Penisilin merupakan obat-obatan yang paling umum digunakan selama kehamilan. Antibiotik ini dipasarkan dengan beberapa nama seperti cephradine, cefalexin, cefuroxime, cefaclor, dan lain-lain. Obat yang umum digunakan ini mengandung cloxacillin, amxycillin, dan methicillin. Obat-obatan ini dinyatakan aman selama kehamilan.
Beberapa contoh antibiotik yang aman pada kehamilan :
1.      Amoxicillin
2.      Ampicillin
3.      Clindamycin
4.      Erythromycin
5.      Penicillin
2.6. Pengaruh Obat pada Janin
Pengaruh buruk obat terhadap janin dapat bersifat toksik, teratogenik maupun letal, tergantung pada sifat obat dan umur kehamilan pada saat minum obat. Pengaruh toksik adalah jika obat yang diminum selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik atau biokimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru muncul beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik jika menyebabkan terjadinya malformasi anatomik pada petumbuhan organ janin. Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan pengaruh obat yang bersifa letal, adalah yang mengakibatkan kematian janin dalam kandungan. Secara umum pengaruh buruk obat pada janin dapat beragam, sesuai dengan fase-fase berikut :
1.   Fase implantasi, yaitu pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu. Pada fase ini obat dapat memberi pengaruh buruk atau mungkin tidak sama sekali. Jika terjadi pengaruh buruk biasanya menyebabkan kematian embrio atau berakhirnya kehamilan (abortus).
2.   Fase embional atau organogenesis, yaitu pada umur kehamilan antara 4-8 minggu. Pada fase ini terjadi diferensiasi pertumbuhan untuk terjadinya malformasi anatomik (pengaruh teratogenik). Berbagai pengaruh buruk yang mungkin terjadi pada fase ini antara lain :
a.   Gangguan fungsional atau metabolik yang permanen yang biasanya baru muncul kemudian, jadi tidak timbulsecara langsung pada saat kehamilan. Misalnya pemakaian hormon dietilstilbestrol pada trimester pertama kehamilan terbukti berkaitan dengan terjadinya adenokarsinoma vagina pada anak perempuan di kemudian hari (pada saat mereka sudah dewasa).
b.   Pengaruh letal, berupa kematian janin atau terjadinya abortus.
c.   Pengaruh subletal, yang biasanya dalam bentuk malformasi anatomis pertumbuhan organ, seperti misalnya fokolemia karena talidomid.
3.   Fase fetal, yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Dalam fase ini terjadi maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut dari janin. Pengaruh buruk senyawa asing terhadap janin pada fase ini tidak berupa malformasi anatomik lagi. tetapi mungkin dapat berupa gangguan pertumbuhan, baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau biokimiawi organ-organ. Demikian pula pengaruh obat yang dialami ibu dapat pula dialami janin, meskipun mungkin dalam derajat yang berbeda. Sebagai contoh adalah terjadinya depresi pernafasan neonatus karena selama masa akhir kehamilan, ibu mengkonsumsi obat-obat seperti analgetika-narkotik; atau terjadinya efek samping pada sistem ekstrapiramidal setelah pemakaian fenotiazin.


2.7. Studi Kasus Infeksi pada Ibu Hamil
Studi terkini menyebutkan bahwa pemakaian antibiotik untuk mengatasi infeksi saluran kemih pada ibu hamil akan meningkatkan risiko anak cacat lahir. Peneliti menemukan fakta cacat lahir itu pada dua jenis antibiotik, yaitu sulfonamide (contoh: Bactrim) dan nitrofurantoins (contoh: Macrobid). Sementara itu, antibiotik penicillins dan erythromycins, yang banyak diresepkan untuk ibu hamil selama ini tergolong aman.
Infeksi merupakan penyebab utama kematian prematur pada bayi. Meskipun terapi profilaksis antibiotik belum terbukti bermanfaat, pemberian obat-obat antibiotik kepada ibu hamil dengan ketuban pecah dini dapat memperlambat kelahiran dan menurunkan insidens infeksi. Penggunaan antibiotik yang diketahui tidak aman itu harus menjadi perhatian para tenaga kesehatan dalam mengambil keputusan untuk menangani infeksi pada ibu hamil.
Infeksi bakteri sangat berbahaya pada ibu hamil dan janinnya. Pemakaian antibiotik perlu lebih diperhatikan, karena studi mengenai pengaruh antibiotik terhadap ibu hamil belum banyak dilakukan.
Dalam investigasinya, peneliti menganalisis enam jenis antibiotik pada 13.000 wanita hamil yang kandungannya terdeteksi cacat dan juga 5.000 wanita hamil yang bebas dari cacat kandungan. Sebanyak 30 persen wanita dalam grup tersebut mengonsumsi antibiotik selama kehamilan, terutama pada trimester pertama. Hasilnya ternyata, sebanyak 14% wanita yang melahirkan anak cacat diketahui menggunakan antibiotik beberapa bulan sebelum kehamilan dan pada trimester pertama.
Antibiotik sulfonamide terkait dengan enam jenis cacat lahir, sedangkan nitrofurantoins terkait pada empat jenis cacat. Dua jenis antibiotik ini berisiko paling banyak menghasilkan cacat lahir dibanding antibiotik lain yang risiko cacat lahirnya hanya 1 jenis. Cacat lahir itu antara lain ketidak normalan jantung yang dikenal dengan (hypoplastic left heart syndrome). Penggunaan sulfonamides akan meningkatkan risiko cacat tersebut hingga 4 kali lipat. Terjadi pada 1 dari 42.000 kelahiran.
Studi ini dimuat dalam Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine dan diharapkan menjadi panduan para tenaga kesehatan dan ibu hamil untuk menggunakan antibiotik yang lebih aman.
Ada kalanya, ibu hamil yang mengalami infeksi memerlukan penggunaan antibiotik sebagai pilihan obat. Sebagian antibiotik pada semua fase kehamilan aman dikonsumsi, sebagian lagi dikontraindikasikan pada fase tertentu, dan ada juga yang dikontraindikasikan untuk semua fase kehamilan.



  




BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Kemajuan bidang kesehatan diikuti dengan kemunculan obat-obat antibiotik yang baru menambah tantangan untuk mengusai terapi medikamentosa ini. Antibiotik tidak hanya dari satu jenis saja. Beberapa senyawa-senyawa yang berbeda dan berlainan ternyata mempunyai kemampuan dalam membunuh mikroba.
Penisilin merupakan obat-obatan yang paling umum digunakan selama kehamilan. Antibiotik ini dipasarkan dengan beberapa nama seperti cephradine, cefalexin, cefuroxime, cefaclor, dan lain-lain. Obat yang umum digunakan ini mengandung cloxacillin, amxycillin, dan methicillin. Obat-obatan ini dinyatakan aman selama kehamilan.
Berikut beberapa contoh antibiotik yang dinyatakan aman digunakan selama kehamilan:
1)   Amoxicillin
2)   Ampicillin
3)   Clindamycin
4)   Erythromycin
5)   Penicillin
Berdasarkan indeks keamanan obat pada kehamilan menurut United States Food and Drug Administration (US FDA), klasifikasi obat berdasarkan tingkat keamanan penggunaannya selama kehamilan  dibagi dalam lima kategori. Lima kategori tersebut terdiri dari A, B, C, D, dan X, dengan urutan yang paling aman hingga paling berbahaya.








DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia . 2006. Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu
Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. 2007. Departemen Farmakologi Dan Terapeutik     Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia










Tidak ada komentar:

Posting Komentar