BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas
cakupannya. Namun unutk seorang dokter ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar
dapat menggunakan obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan
penyakit. Selain agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan
berbagai gejala penyakit.
Antiboitika ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba
terutama fungi, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis
lain. Antibiotik juga dapar dibuat secara sintesis. Antimikroba diartikan
sebagai obat pembasmi mikroba khususnya yang merugikan manusia.
Selama masa
kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan. Apa yang
dikonsumsi oleh ibu akan ditransfer ke janin. Ada kalanya, ibu hamil yang
mengalami infeksi memerlukan penggunaan antibiotik sebagai pilihan obat.
Sebagian antibiotik pada semua fase kehamilan aman dikonsumsi, sebagian lagi
dikontraindikasikan pada fase tertentu, dan ada juga yang dikontraindikasikan
untuk semua fase kehamilan.
Beberapa
jenis antibiotika dapat menyebabkan kelainan pada janin. Hal ini terjadi karena
antibiotika yang diberikan kepada wanita hamil dapat mempengaruhi janin yang
dikandungnya melalui plasenta.
Besarnya
reaksi toksik atau kelainan yang ditimbulkan oleh antibiotika dipengaruhi oleh
besarnya dosis yang diberikan, lama dan saat pemberian serta sifat genetik ibu
dan janin.
1.2 Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang dibahas dalam makalah ini, diantaranya :
1. Apa yang dimaksud dengan
Antibiotik?
2. Bagaimana cara pembuatan
Anti biotik?
3. Bagaimana mekanisme kerja
dari obat antibiotik?
4. Apa saja golongan-golongan obat antibiotic?
5. Apa saja antibiotik yang aman bagi ibu hamil?
6. Bagaimanakah efek antibiotik pada kehamilan?
7.Bagaimana studi kasus infeksi pada ibu hamil?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami membuat makalh ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan memahami
tentang golongan obat antibiotic.
2. Untuk mengetahui tentang cara pembuatan obat
antibotic, mekanisme kerja dan golongan-golonganya.
3. Untuk mengetahui dan memahami pemberian obat
antibiotik yang aman bagi ibu hamil dan mengetahui efek antibiotik pada kehamilan.
4. Untuk memenuhi tugas mata
kuliah farmakologi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Antibiotika ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi, yang
dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi jenis mikroba lain. Antibiotika (
latin : anti = lawan, bios = hidup ) adalah zat-zat kimia yang dihasilkan mikroorganisme hidup tertuma fungi dan bakteri ranah. Yang
memiliki khasiat mematikan atau
mengahambat pertumbuahn banyak bakteri dan beberapa virus besar, sedangkan
toksisitasnya bagi manusia relative kecil.
2.2 Pembuatan Antibiotika
Pembuatan antibiotika lazimnya dilakukan dengan jalan mikrobiologi dimana
mikroorganisme dikembangbiakkan dalam tangki-tangki besar
dengan zat-zat gizi khusus. Kedalam cairan pembiakan disalurkan oksigen atau
udara steril guna mempercepat pertumbuhan jamur sehingga produksi antibiotiknya
dipertinggi setelah diisolasi dari cairan kultur, antibiotika dimurnikan dan
ditetapkan aktifitasnya, beberapa antibiotika tidak
dibuat lagi dengan jalan biosintesis ini, melakukan secara kimiawi, antara lain
kloramfenikol
Aktivitas Umumnya dinyatakan dalam suatu berat (mg),kecuali zat yang belum
sempurna pemurniannya dan terdiri dari campuran beberapa zat misalnya
polimiksin B basitrasin, atau karena belum diketahui struktur kimianya,
seperti, nistatin.
2.3 Mekanisme Kerja
Beberapa antibiotika bekerja terhadap dinding sel (penisilin dan
sefalosforin) atau membran sel (kleompok polimiksin), tetapi mekanisma kerja
yang terpenting adalah perintangan selektif metabolisme protein bakteri
sehingga sintesis protein bakteri, sehingga sintesis protein dapat terhambat
dan kuman musnah atau tidak berkembang lagi misalnya kloramfenikol dan
tetrasiklin.
Diluar bidang terapi, antibiotik digunakan dibidang peternakan sebagai zat
gizi tambahan guna mempercepat pertumbuhan ternak, dan unggas yang diberi
penisilin, tetrasiklin erithomisin atau basitrasin dalam jumlah kecil sekali
dalam sehari harinya, bertumbuh lebih besar dengan jumlah makanan lebih
sedikit.
2.4 Golongan Obat Antibiotika
2.4.1 Penisilin
Penisilin diperoleh dari jamur Penicilium chrysogeneum dari bermacam-macam
jemis yang dihasilkan (hanya berbeda mengenai gugusan samping R )
benzilpenisilin ternyata paling aktif. Sefalosforin diperoleh dari jamur
cephalorium acremonium, berasl dari sicilia (1943) penisilin bersifat
bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesi dinding sel.Pensilin
terdiri dari :
A. Benzil
Penisilin Dan Fenoksimetil Penisilin
a. Benzil Penisilin
Indikasi
: infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis, salmonelosis
invasive, gonore.Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap
penisilin.Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi,
angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
b. Fenoksimetilpenisilin
Indikasi
: tonsillitis, otitis media, erysipelas, demam rematik, prpopiliaksisinfeksi
pneumokokus.
B. Pensilin Tahan
Penisilinase
a. Kloksasilin
Indikasi
: infeksi karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase.Peringatan : riwayat
alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever, leukemia
limfositik kronik, dan AIDS.Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan
jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik
kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.Kontraindikasi : hipersensitivitas
( alergi ) terhadap penisilin.Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria,
demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian
per oral.
b. Flukoksasilin
Indikasi
: infeksi karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase.Peringatan : riwayat
alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous pada glandular fever, leukemia
limfositik kronik, dan AIDS.Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan
jaringan dan cairan tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik
kecuali jika selaput otak mengalami infeksi.Kontraindikasi : hipersensitivitas
( alergi ) terhadap penisilin.Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria,
demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian
per oral.
C. Pensilin
Spectrum Luas
a. Ampisilin
Indikasi
: infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis,
salmonelosis invasive, gonore.Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi
ginjal, lesi eritematous pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan
AIDS.Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan
tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput
otak mengalami infeksi.Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap
penisilin.Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi,
angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
b. Amoksisilin
Indikasi
: infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis kronis,
salmonelosis invasive, gonore.Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi
ginjal, lesi eritematous pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan
AIDS.Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan
tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput
otak mengalami infeksi.Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap
penisilin.Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi,
angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
D. Penisilin
Anti Pseudomona
a. Tikarsilin
Indikasi
: infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas dan proteus.
b. Piperasilin
Indikasi
: infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa.
c. Sulbenisilin
Indikasi
: infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa. (
Lihat gambar 1.1 )
2.4.2
Sefalosforin
Sefalosforin merupakan antibiotic betalaktam yang bekerja dengan cara
menghambat sintesis dinding mikroba. Farmakologi sefalosforin mirip dengan
penisilin, ekseresi terutama melalui ginjal dan dapat di hambat
probenisid.Sefalosforin terbagi atas:
A. Sefadroksil
Indikasi : infeksi baktri gram (+) dan (-)Interaksi : sefalosforin aktif
terhadap kuman garm (+) dan (-) tetapi spectrum anti mikroba masing-masng
derrivat bervariasi. Efek samping : diare dan
colitis yang disebabkan oleh antibiotic ( penggunaan dosis tinggi) mual dan
mumtah rasa tidak enak pada saluran cerna sakit kepala dll. Kontra indikasi : hipersensitivitas terahadap sefalosforin, porfiria. ( Lihat gambar
1.2 )
B.
Sefrozil
Indikasi
: ISPA, eksaserbasi akut dari bronchitis kronik dan otitis media.
C. Sefotakzim
Indikasi
: profilaksis pada pembedahan, epiglotitis karena hemofilus, meningitis.
D.
Sefuroksim
Indikasi
: profilaksis tindakan bedah,lebih aktif terhadap H. influenzae dan N
gonorrhoeae.
E.
Sefamandol
Indikasi:
profilaksis pada Tindakan 1 pembedahan.
F.
Sefpodoksim
Indikasi:
infeksi saluran napas tetapi. Penggunaan ada faringitis dan tonsillitis, hanya
yang kambuhan, infeksi kronis atau resisten terhadap antbiotika lain.
2.4.3 Tetrasiklin
Tetrasiklin
merupakan antibiotik dengan spectrum luas. Penggunaannya semakin lama semakin
berkurang karena masalah resistansi.
A. Tetrasiklin.
Indikasi:
eksaserbasi bronkitri kronis, bruselosis (lihat juga keterangan diatas)
klamidia, mikoplasma, dan riketsia, efusi pleura karena keganasan atau sirosis,
akne vulganis.Peringatan: gangguan fungsi hati (hindari pemberian secara i.v),
gangguan fungsi ginjal, kadang-kadang menimbulkan fotosintesis.Efek samping:
mual, muntah, diare, eritema.(Lihat gambar 1.3 )
B. Demeklosiklin
Hidroklorida
Indikasi:
tetrasiklin. Lihat jugas gangguan sekresi hormone antidiureticPerhatinak :
kontaindikasi; efek samping lihat tetrasiklin. Fotositivtas lebih sering
terjadi pernah dilaporkan terjadinya diabeters indipidus nefrogenik.
C. Doksisiklin
Indikasi:
tetrasiklin.bruselosis (kombniasi dengan tetrasiklin), sinusitis kronis ,
pretatitis kronis, penyakit radang perlvis (bersama metronidazo)
D. Oksitetrasiklin
Indikasi ; peringatan;
kontaindikasi; efek samping; lihat tetrasilin; hindari pada porfiria.
Dosis: 250-500 mg tiap 6 jam, Oxytetracycline ( generic ) cairan Inj. 50 mg/ vial (K), Teramycin (Pfizer Indonesia) cairan inj. 50 mg/ vial. Kapsul 2
2.4.4.
Aminoglikosida
Aminoglokosida bersifat bakterisidal dan aktif terhadap bakteri gram
posistif dan gram negative. Aminasin, gentamisin dan tobramisin d juga aktif
terhadap pseudomonas aeruginosa. Streptomisin aktif teradap mycobacterium
tuberculosis dan penggunaannya sekarang hamper terbatas untuk tuberkalosa.(
Lihat gambar 1.4 )
A. Amikasin
Indikasi : infeksi generatif
yang resisten terhadap gentamisin.
B.
Gentamisin
Indikasi
: septicemia dan sepsis pada neonatus, meningitis dan infeksi SSP lainnya.
Infeksi bilier, pielonefritis dan prostates akut, endokarditis karena Str
viridans. Atau str farcalis (bersama penisilin, pneumonia nosokomial, terapi
tambahan pad meningitis karena listeria.Peringatan : gangguan funsi ginjal,
bayi dan usia lanjut ( (sesuaikan dosso, awasi fungsi ginjal, pendengaran dan
vestibuler dan periksa kadar plasma), hindari penggunaan jangka
panjang.Kontraindikasi: kehamilan, miastenia gravis.Efek samping : gangguna
vestibuler dan pendengaran, netrotoksista, hipomagnesemia pada pemberian jangka
panjang colitis karena antibiotic.Dosis : injeksi intramuskuler, intravena
lambat atau infuse, 2-5 mg/ kg/ hari ( dalam dosis terbagai tiap 8 jam) lihat
juga keterangan diatas sesuaikan dosis terbagi tiap 8 jam ) lihat juga
keterangan fungsi ginjal dan ukur kadar dalam plasma.
C. Neomisin
Sulfat
Indikasi:
Sterilisasi usus sebelum operasi
D.
Netilmisin
Indikasi:
infeksi berat kuman gram negative yang resisten terhadap gentainisin.
2.4.5.
Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan antibiotic dengan spectrum luas, namun bersifat
toksik. Obat ini seyogyanya dicadangkan untuk infeksi berat akibat haemophilus
influenzae, deman tifoid, meningitis dan abses otak, bakteremia dan infeksi
berat lainnya. Karena toksisitasnya, obat ini tidak cocok untuk penggunaan
sistemik.
Kontraindikasi: wanita hamil, penyusui dan pasien porfiria. Efeks samping : kelainan darah yang reversible dan irevesibel seperti
anemia anemia aplastik ( dapat berlanjut mejadi leukemia), neuritis perifer,
neuritis optic, eritem multiforme, mual, muntah, diare, stomatitis, glositits,
hemoglobinuria nocturnal.( Lihat gambar 1.5 )
2.4.6. Makrolid
Eritromisin memiliki spectrum antibakteri yang hamper sama dengan
penisilin, sehingga obat ini digunakan sebagai alternative penisilin. Indikasi
eritremisin mencakup indikasi saluran napas, pertusis, penyakit gionnaire dan
enteritis karena kampilo bakteri.
A. Eritromisin
Indikasi:
sebagai alternative untuk pasien yang alergi penisilin untuk pengobatan
enteritis kampilobakter, pneumonia, penyakit legionaire, sifilis, uretritis non
gonokokus, protatitis kronik, akne vulgaris, dan rpofilaksis difetri dan
pertusis.
B. Azitromisin
Indikasi:
infeksi saluran napas, otitis media, infeksi klamida daerah genital tanpa
kompliasi.
C. Klaritromisin
Indikasi
: infeksi saluran napas, infeksi ringan dan sedang pada kulit dan jaringan
lunak; terapi tambahan untuk eradikasi helicobacter pylori pada tukak duodenum.
2.4.7.
Polipeptida
Kelompok ini terdiri dari polimiksin B, polimiksin E (= kolistin),
basi-trasin dan gramisidin, dan berciri struktur polipeptida siklis dengan
gugusan-gugusan amino bebas. Berlainan dengan antibiotika lainnya yang semuanya
diperoleh dari jamur, antibiotika ini dihasilkan oleh beberapa bakteri tanah.
Polimiksin hanya aktif terhadap basil Gram-negatif termasuk Pseudomonas,
basitrasin dan gramisidin terhadap kuman Gram-positif.
Khasiatnya berupa bakterisid berdasarkan aktivitas permukaannya
(surface-active agent) dan kemampuannya untuk melekatkan diri pada membran sel
bakteri, sehingga permeabilitas sel diperbesar dan akhirnya sel meletus.
Kerjanya tidak tergantung pada keadaan membelah tidaknya bakteri, maka dapat
dikombinasi dengan antibiotika bakteriostatik seperti kloramfenikol dan
tetrasiklin.
Resorpsinya dari usus praktis nihil, maka hanya digunakan secara
parenteral, atau oral untuk bekerja di dalam usus. Distribusi obat
setelah" injeksi tidak merata, ekskresinya lewat ginjal.Antibiotika ini
sangat toksis bagi ginjal, polimiksin juga untuk organ pendengar. Maka
penggunaannya pada infeksi dengan Pseu¬domonas kini sangat berkurang dengan
munculnya antibiotika yang lebih aman (gentamisin dan karbenisilin).
2.4.8.
Golongan Antimikobakterium
Golongan antibiotika dan kemoterapetka ini aktif te rhadap kuman
mikobakterium. Termasuk di sini adalah obat-obat anti TBC dan lepra, misalnya
rifampisin, streptomisin, INH, dapson, etambutol dan lain-lain.
2.5 Pemilihan
Antibiotik yang Aman Bagi Ibu Hamil
Antibiotika banyak digunakan secara luas pada
kehamilan. Karena adanya efek samping yang potensial bagi ibu maupun janinnya,
penggunaan antibiotika seharusnya digunakan jika terdapat indikasi yang jelas.
Prinsip utama pengobatan wanita hamil dengan penyakit adalah dengan memikirkan
pengobatan apakah yang tepat jika wanita tersebut tidak dalam keadaan hamil.
Biasanya terdapat berbagai macam pilihan, dan untuk alasan inilah prinsip yang
kedua adalah mengevaluasi keamanan obat bagi ibu dan janinnya.
Kehamilan akan mempengaruhi pemilihan
antibiotik. Umumnya penisilin dan sefalosporin dianggap sebagai preparat
pilihan pertama pada kehamilan, karena pemberian sebagian besar antibiotik
lainnya berkaitan dengan peningkatan resiko malformasi pada janin. Bagi
beberapa obat antibiotik, seperti eritromisin, risiko tersebut rendah dan
kadang-kadang setiap risiko pada janin harus dipertimbangkan terhadap
keseriusan infeksi pada ibu. Beberapa jenis antibiotika dapat menyebabkan
kelainan pada janin. Hal ini terjadi karena antibiotika yang diberikan kepada
wanita hamil dapat mempengaruhi janin yang dikandungnya melalui plasenta.
Antibiotika yang demikian itu disebut teratogen suatu obat atau zat yang
menyebabkan pertumbuhan janin yang abnormal. Pada manusia, periode terjadinya
teratogenesis adalah mulai hari ke 17 sampai hari ke 54 post konsepsi. Besarnya
reaksi toksik atau kelainan yang ditimbulkan oleh antibiotika dipengaruhi oleh
:
4.
5
|
1. Besarnya dosis yang
diberikan.
2. Lama dan saat
pemberian.
3. Sifat genetik ibu dan
janin.
4.
Jenis antibiotic
5. Trimester kehamilan
Durasi penggunaan obat merupakan faktor penting
untuk diingat. Penggunaan antibiotik dalam jangka waktu lama bisa menyebabkan
kecacatan pada janin dan dalam kasus yang lebih buruk bisa menyebabkan
keguguran. Pasalnya, beberapa jenis antibiotik lebih aman digunakan pada
trimester tertentu.
Untuk keadaan hamil, apalagi masih dalam
trimester ketiga, pemberian antibiotik bisa sangat membahayakan janin, karena
hampir semua antibiotik memberikan efek samping mual, muntah, pusing dan
gangguan sistem pencernaan. Efek-efek samping yang ditimbulkan juga akan
menekan kehamilan. Bahkan ada antibiotik yang bisa menembus sampai ke sistem
kelenjar / cairan, seperti liur, kelenjar getah bening, cairan otak dan ASI.
Jika pada masa menyusui minum antibiotik, maka obat akan merembes di ASI dan
bayi akan minum ASI bercampur obat.
Namun bukan berarti ibu hamil dan menyusui tidak
boleh minum obat antibiotik, harus hati-hati dan perhatikan petunjuk dokter
tentang cara pemakaiannya.
Penisilin merupakan obat-obatan yang paling umum
digunakan selama kehamilan. Antibiotik ini dipasarkan dengan beberapa nama
seperti cephradine, cefalexin, cefuroxime, cefaclor, dan lain-lain. Obat yang
umum digunakan ini mengandung cloxacillin, amxycillin, dan methicillin.
Obat-obatan ini dinyatakan aman selama kehamilan.
Beberapa
contoh antibiotik yang aman pada kehamilan :
1. Amoxicillin
2. Ampicillin
3. Clindamycin
4. Erythromycin
5. Penicillin
2.6. Pengaruh Obat pada Janin
Pengaruh buruk obat terhadap janin dapat
bersifat toksik, teratogenik maupun letal, tergantung pada sifat obat dan umur
kehamilan pada saat minum obat. Pengaruh toksik adalah jika obat yang diminum
selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik atau
biokimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru muncul
beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik jika
menyebabkan terjadinya malformasi anatomik pada petumbuhan organ janin.
Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan
pengaruh obat yang bersifa letal, adalah yang mengakibatkan kematian janin
dalam kandungan. Secara umum pengaruh buruk obat pada janin dapat beragam,
sesuai dengan fase-fase berikut :
1. Fase implantasi, yaitu pada umur kehamilan kurang dari
3 minggu. Pada fase ini obat dapat memberi pengaruh buruk atau mungkin tidak
sama sekali. Jika terjadi pengaruh buruk biasanya menyebabkan kematian embrio
atau berakhirnya kehamilan (abortus).
2. Fase embional atau organogenesis, yaitu pada umur
kehamilan antara 4-8 minggu. Pada fase ini terjadi diferensiasi pertumbuhan
untuk terjadinya malformasi anatomik (pengaruh teratogenik). Berbagai pengaruh
buruk yang mungkin terjadi pada fase ini antara lain :
a. Gangguan
fungsional atau metabolik yang permanen yang biasanya baru muncul kemudian,
jadi tidak timbulsecara langsung pada saat kehamilan. Misalnya pemakaian hormon
dietilstilbestrol pada trimester pertama kehamilan terbukti berkaitan dengan
terjadinya adenokarsinoma vagina pada anak perempuan di kemudian hari (pada
saat mereka sudah dewasa).
b. Pengaruh
letal, berupa kematian janin atau terjadinya abortus.
c.
Pengaruh subletal, yang biasanya dalam bentuk malformasi anatomis pertumbuhan organ,
seperti misalnya fokolemia karena talidomid.
3. Fase fetal, yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Dalam fase ini
terjadi maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut dari janin. Pengaruh buruk
senyawa asing terhadap janin pada fase ini tidak berupa malformasi anatomik
lagi. tetapi mungkin dapat berupa gangguan pertumbuhan, baik terhadap
fungsi-fungsi fisiologik atau biokimiawi organ-organ. Demikian pula pengaruh
obat yang dialami ibu dapat pula dialami janin, meskipun mungkin dalam derajat
yang berbeda. Sebagai contoh adalah terjadinya depresi pernafasan neonatus
karena selama masa akhir kehamilan, ibu mengkonsumsi obat-obat seperti
analgetika-narkotik; atau terjadinya efek samping pada sistem ekstrapiramidal
setelah pemakaian fenotiazin.
2.7. Studi Kasus Infeksi pada Ibu Hamil
Studi terkini
menyebutkan bahwa pemakaian antibiotik untuk mengatasi infeksi saluran kemih
pada ibu hamil akan meningkatkan risiko anak cacat lahir. Peneliti menemukan
fakta cacat lahir itu pada dua jenis antibiotik, yaitu sulfonamide (contoh:
Bactrim) dan nitrofurantoins (contoh: Macrobid). Sementara itu, antibiotik
penicillins dan erythromycins, yang banyak diresepkan untuk ibu hamil selama
ini tergolong aman.
Infeksi merupakan
penyebab utama kematian prematur pada bayi. Meskipun terapi profilaksis
antibiotik belum terbukti bermanfaat, pemberian obat-obat antibiotik kepada ibu
hamil dengan ketuban pecah dini dapat memperlambat kelahiran dan menurunkan
insidens infeksi. Penggunaan antibiotik yang diketahui tidak aman itu harus
menjadi perhatian para tenaga kesehatan dalam mengambil keputusan untuk
menangani infeksi pada ibu hamil.
Infeksi bakteri sangat
berbahaya pada ibu hamil dan janinnya. Pemakaian antibiotik perlu lebih
diperhatikan, karena studi mengenai pengaruh antibiotik terhadap ibu hamil
belum banyak dilakukan.
Dalam investigasinya,
peneliti menganalisis enam jenis antibiotik pada 13.000 wanita hamil yang
kandungannya terdeteksi cacat dan juga 5.000 wanita hamil yang bebas dari cacat
kandungan. Sebanyak 30 persen wanita dalam grup tersebut mengonsumsi antibiotik
selama kehamilan, terutama pada trimester pertama. Hasilnya ternyata, sebanyak
14% wanita yang melahirkan anak cacat diketahui menggunakan antibiotik beberapa
bulan sebelum kehamilan dan pada trimester pertama.
Antibiotik sulfonamide
terkait dengan enam jenis cacat lahir, sedangkan nitrofurantoins terkait pada
empat jenis cacat. Dua jenis antibiotik ini berisiko paling banyak menghasilkan
cacat lahir dibanding antibiotik lain yang risiko cacat lahirnya hanya 1 jenis.
Cacat lahir itu antara lain ketidak normalan jantung yang dikenal dengan
(hypoplastic left heart syndrome). Penggunaan sulfonamides akan meningkatkan
risiko cacat tersebut hingga 4 kali lipat. Terjadi pada 1 dari 42.000
kelahiran.
Studi ini dimuat dalam
Archives
of Pediatrics & Adolescent Medicine dan diharapkan menjadi
panduan para tenaga kesehatan dan ibu hamil untuk menggunakan antibiotik yang
lebih aman.
Ada kalanya, ibu hamil
yang mengalami infeksi memerlukan penggunaan antibiotik sebagai pilihan obat.
Sebagian antibiotik pada semua fase kehamilan aman dikonsumsi, sebagian lagi
dikontraindikasikan pada fase tertentu, dan ada juga yang dikontraindikasikan
untuk semua fase kehamilan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kemajuan bidang kesehatan diikuti dengan
kemunculan obat-obat antibiotik yang baru menambah tantangan untuk mengusai
terapi medikamentosa ini. Antibiotik tidak hanya dari satu jenis saja. Beberapa
senyawa-senyawa yang berbeda dan berlainan ternyata mempunyai kemampuan dalam
membunuh mikroba.
Penisilin merupakan obat-obatan yang paling
umum digunakan selama kehamilan. Antibiotik ini dipasarkan dengan beberapa nama
seperti cephradine, cefalexin, cefuroxime, cefaclor, dan lain-lain. Obat yang
umum digunakan ini mengandung cloxacillin, amxycillin, dan methicillin.
Obat-obatan ini dinyatakan aman selama kehamilan.
Berikut beberapa contoh antibiotik yang
dinyatakan aman digunakan selama kehamilan:
1) Amoxicillin
2) Ampicillin
3) Clindamycin
4) Erythromycin
5) Penicillin
Berdasarkan indeks keamanan obat pada
kehamilan menurut United States Food and Drug Administration (US FDA),
klasifikasi obat berdasarkan tingkat keamanan penggunaannya selama kehamilan
dibagi dalam lima kategori. Lima kategori tersebut terdiri dari A, B, C, D, dan
X, dengan urutan yang paling aman hingga paling berbahaya.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia . 2006. Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu
Farmakologi dan
Terapi, Edisi 5. 2007. Departemen Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar