Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Dan
Pemenuhan
Kebutuhan Psikososial dan Rasa Nyaman
Disusun oleh:
Nama :
SERLY ANJELINA
NIM :
16140175
Pembimbing : Ibu Githa Andriani
PRODI
D4 BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
RESPATI YOGYAKARTA
2016/2017
Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
1.
Kebutuhan Cairan Tubuh
Pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh diatur
oleh ginjal, kulit, paru-paru dan gastrointestinal.
a.
Ginjal
Fungsi ginjal yakni sebagai pengatur air, pengatur konsentrasi
garam dalam darah, pengatur keseimbangan asam basa darah, dan pengaturan ekskresi
bahan buangan atau kelebihan garam. Rata-rata setiap satu liter darah mengandung
500 cc plasma yang mengalir melalui glomerulus, 10% disaring keluar. Cairan yang
tersaring kemudian mengalir melalui tubuli renalis dan sel-selnya menyerap semua
bahan yang dibutuhkan. Jumlah urine yang diproduksi ginjal dpat dipengaruhi oleh
ADH dan aldosteron dengan rat-rata 1ml/kg/bb/jam.
b.
Kulit
Kulit merupakan bagian penting dalam pengaturan cairan yang
terkait dengan proses pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas
yang disarafi oleh vasomotorik dengan kemampuan mengendalikan arteriola dengan cara
vasodilatasi dan vasokonstriksi. Banyaknya darah yang mengalir melallui pembuluh
darah dlam kuit memengaruhi jumlah keringat yang dikeluarkan.
c.
Paru-paru
Organ paru-paru berperan dalam pengeluaran cairan dengan menghasilkan
insensible water loss ± 400 ml/hari. Proses pengeluaran cairan terkait dengan respons
akibat perubahan frekuensi dan kedalaman pernapasan.
d.
Gastrointestinal
Merupakan organ saluran pencernaan yang berperan dalam mengeluarkan
cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran air. Dalam kondisi normal, cairan
yang hilang dlam sistem ini sekitar 100-200 ml/hari.
Cara Perpindahan
Cairan
a. Difusi
Difusi merupakan bercampurnya molekul-molekul dalam cairan,
gas, atau zat padat secara bebas atau acak. Zat dengan molekul yang besar akan bergerak
lambat dibandingkan moleku kecil. Molekul akan lebih mudah berpindah dari larutan
berkonsentrasi tinggi ke larutan berkonsentrasi rendah.
b. Osmosis
Osmosis adalah proses perpindahan larutan murni melalui membran
semipermeable, biasanya terjadi dari larutan dengan konsentrasi yang kurang pekat
ke larutan dengan konsentrasi lebih pekat, sehingga larutan yang berkonsentrasi
rendah volumenya akan berkurang, sedangkan larutan yang berkonsentrasi lebih tinggi
akan bertambah volumenya.
c. Transpor aktiv
Transpor
aktiv merupakan gerak zat yang akan berdifusi dan berosmosis yang memerlukan aktivitas
metabolik dan pengeluaran energi untuk menggerakan berbagai materi guna menembus
membran sel.
Jenis Cairan
a.
Cairan
zat gizi (nutrien)
Cairan nutrien dapat diberikan melalui intravena dalam bentuk
karbohidrat, nitrogen, dan vitamin untuk metabolisme. Cairan nutrien terdiri atas
:
1. Karbohidrat dan air, contoh dekstrosa, levulosa serta invert
sugar
2. Asam amino, contoh: amigen, aminosol, dan travamin
3. Lemak, contoh : lipomul dan liposyn
b. Blood volume expanders
Merupakan jenis cairan yang berfungsi meningkatkan volume
darah sesudah kehilangan darah atau plasma. Jenis blood volume expanders antara
lain : human serum albumin dan dextran dengan konsentrasi yang berbeda.
Gangguan
dalam pemenuhan kebutuhan cairan
a. Hipovolume atau dehidrasi
Kekurangan cairan eksternal dapat terjadi karena penurunan
asupan cairan dan kelebihan pengeluaran cairan. Pengosongan cairan ini terjadi pada
pasien diare dan muntah, ada tiga macam kekurangan volume cairan eksternal atau
dehidrasi, yaitu:
1. Dehidrasi isotonik, terjadi karena kehilangan sejumlah cairan
dan elektroniknya yang seimbang.
2. Dehidrasi hipertonik, terjadi karena kehilangan sejumlah air
yang lebih banyak daripada elektrolitnya.
3. Dehidrasi hipotonik, terjadi karena tubuh lebih banyak kehilangan
elektrolitnya daripada air.
b. Hipervolume atau overhidrasi
Terdapat dua manifestasi yang ditimbulkan akibat kelebihan
cairan yaitu hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema (kelebihan cairan
pada intertisial). Normalnya cairan intertisial tidak terikat dengan air, tetapi
elastis dan hanya terdapat di antara jaringan.
2.
Gangguan Keseimbangan Asam Basa
1. Asidosis
a.
Asidosis
respiratorik
Asidosis Respiratorik
adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam darah
sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat.
Kecepatan dan
kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan
normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam.
Tingginya kadar
karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga pernafasan
menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
Asidosis respiratorik terjadi akibat oenurunan ventilasi pulmonar melalui pengeluaran
sadikit karbon dioksida oleh paru-paru. Peningkatan selanjutnya dalam PC
arteri dan asam karbonat akan meningkatkan
kadar ion hidrogen dalam darah. Asidosis respiratorik dapat bersifat akut atau kronik.
1.
Penyebab
Kondisi klinis yang
dapat menyebabkan retensi karbon dioksida dalam darah meliputi pneumonia, emfisema,
obstruksi kronis saluran pernapasan, stroke, atau trauma. Obat-obatan tertentu (
barbiturat, narkotik, dan sedatif) atau penyalahgunaan obat akan menekan frekuensi
pernapasan dan mengakibatkan asidosis respiratorik.
2.
Faktor Kompensator
a.
Saat karbon dioksida
berakumulasi, peningkatan frekuensi respiratorik ketika istirahat terjadi untuk
mengeluarkan C
dari tubuh.
b.
Ginjal mengompensasi
peningkatan kadar asan dengan mengeksresi lebih banyak ion hidrogen untuk mengembalikan
pH darah mendekati tingkat yang normal.
3.
Gejala
Gejala pertama
berupa sakit kepala dan rasa mengantuk. Jika keadaannya memburuk, rasa mengantuk
akan berlanjut menjadi stupor (penurunan kesadaran) dan koma. Stupor dan koma dapat
terjadi dalam beberapa saat jika pernafasan terhenti atau jika pernafasan sangat
terganggu, atau setelah berjam-jam jika pernafasan tidak terlalu terganggu. Ginjal
berusaha untuk mengkompensasi asidosis dengan menahan bikarbonat, namun proses ini
memerlukan waktu beberapa jam bahkan beberapa hari.
4.
Diagnosa
Biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
pH darah dan pengukuran karbondioksida dari darah arteri.
5.
Pengobatan
Pengobatan asidosis respiratorik bertujuan untuk meningkatkan
fungsi dari paru-paru. Obat-obatan untuk memperbaiki pernafasan bisa diberikan kepada
penderita penyakit paru-paru seperti asma dan emfisema.Pada penderita yang mengalami
gangguan pernafasan yang berat, mungkin perlu diberikan pernafasan buatan dengan
bantuan ventilator mekanik.
b.
Asidosis metabolik
Asidosis Metabolik
adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat
dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan
benar-benar menjadi asam.
Seiring dengan
menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha
tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah
karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut
dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme
tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam,
sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.
Terjadi saat asam metabolik yang diproduksi secara normal atau ada basa bikarbonat
yang hilang dari tubuh.
1.
Penyebab
Asidosis metabolik
paling umum terjadi akibat ketoasidosis karena diabetes melitus atau kelaparan,
akumulasi asam laktat akibat peningkatan aktivitas otot rangka seperti konvulsi,
atau penyakit ginjal. Diare berat dan berkepanjangan disertai hilangnya bikarbonat
dapat menyebabkan asidosis.
2.
Faktor kompensator
Hiperventilasi sebagai
respon terhadap stimulasi saraf adalah tanda klinis asidosis metabolik. Bersamaan
dengan kompensasi ginjal, peningkatan frekuensi respiratorik dapat mengembalikan
pH darah mendekati tingkat normalnya. Asidosis yang tidak terkompensasi akan menyebabkan
depresi sistem saraf pusat dan mengakibatkan disorientasi serta pada akhirnya, koma,
dan kematian.
3.
Gejala
Asidosis metabolik
ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun biasanya penderita merasakan mual, muntah
dan kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat, namun kebanyakan
penderita tidak memperhatikan hal ini.
Sejalan dengan memburuknya asidosis,
penderita mulai merasakan kelelahan yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual
dan mengalami kebingungan.
4.
Diagnosa
Diagnosis asidosis
biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran pH darah yang diambil dari darah
arteri (arteri radialis di pergelangan tangan). Darah arteri digunakan sebagai contoh
karena darah vena tidak akurat untuk mengukur pH darah.
Untuk mengetahui
penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar karbon dioksida dan bikarbonat dalam darah.
Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan untuk membantu menentukan penyebabnya. Misalnya
kadar gula darah yang tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan suatu
diabetes yang tak terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan bahwa
asidosis metabolik yang terjadi disebabkan oleh keracunan atau overdosis. Kadang-kadang
dilakukan pemeriksaan air kemih secara mikroskopis dan pengukuran pH air kemih.
5.
Pengobatan
Pengobatan asidosis
metabolik tergantung kepada penyebabnya. Sebagai contoh, diabetes dikendalikan dengan
insulin atau keracunan diatasi dengan membuang bahan racun tersebut dari dalam darah.
Kadang-kadang perlu dilakukan dialisa untuk mengobati overdosis atau keracunan yang
berat.
Asidosis metabolik juga bisa diobati
secara langsung. Bila terjadi asidosis ringan, yang diperlukan hanya cairan intravena
dan pengobatan terhadap penyebabnya. Bila terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat
mungkin secara intravena, tetapi bikarbonat hanya memberikan kesembuhan sementara
dan dapat membahayakan.
2. Alkalosis
a.
Alkalosis Respiratorik
Alkalosis Respiratorik
adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan
dalam, sehingga menyebabkan kadar karbondioksida
dalam darah menjadi rendah. Alkalosis terjadi jika
C
dikeluarkan terlalu cepat dari paru-paru dan ada
penurunan kadarnya dalam darah.
1.
Penyebab
Hiperventilasi dpat disebabkan oleh kecemasan, akibat demam, akibat pengaruh
overdosis aspirin pada pusat pernapasan, akibat hipoksia karena tekanan udara yang
rendah di dataran tinggi, atau akibat anemia berat.
2.
Faktor Kompensator
Jika hiperventilasi terjadi akibat kecemasan gejalanya dapat diredekan memlalui
pengisapan kembali karbon dioksida yang sudah dikeluarkan. Ginjal mengompensasi
cairan alkali tubular dengan mengeksresikan ion bikarbonat dn menahan ion hidrogen.
3.
Gejala
Alkalosis respiratorik
dapat membuat penderita merasa cemas dan dapat menyebabkan rasa gatal disekitar
bibir dan wajah. Jika keadaannya makin memburuk, bisa terjadi kejang otot dan penurunan
kesadaran.
4.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan
berdasarkan hasil pengukuran kadar karbondioksida dalam darah arteri pH darah juga
sering meningkat.
5.
Pengobatan
Biasanya satu-satunya
pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat pernafasan. Jika penyebabnya adalah
kecemasan, memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini. Jika penyebabnya
adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri.
Menghembuskan
nafas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu meningkatkan kadar
karbondioksida setelah penderita menghirup kembali karbondioksida yang dihembuskannya.
Pilihan lainnya
adalah mengajarkan penderita untuk menahan nafasnya selama mungkin, kemudian menarik
nafas dangkal dan menahan kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang
dalam satu rangkaian sebanyak 6-10 kali. Jika kadar karbondioksida meningkat, gejala
hiperventilasi akan membaik, sehingga mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan
serangan alkalosis respiratorik.
b.
Alkalosis Metabolik
Alkalosis metabolik adalah suatu kondisi kelebiham bikarbonat. Hal ini terjadi
jika ada pengeluaran berlebihan ion hidrogen atau peningkatan berlebih ion bikarbonat
dalam cairan tubuh.
1.
Penyebab
Muntah yang berkepanjangan (pengeluaran
asam klorida lambung), disfungsi ginjal, pengobatan dengan diurektik yang mengakibatkan
hipokalemia dan penipisan volume CES, atau pemakaian antasid berlebihan dapat menyebabkan
alkalosis metabolik.
2.
Faktor Kompensator
a.
Kompensasi respiratorik
adalah penurunan ventilasi pulmonar dan mengakibatkan peningkatan PC
dan asam karbonat.
b.
Kompensasi ginjal
melibatkan sedikit eksresi ion amonium, lebih banyak eksresi ion natrium dan kalium,
berkurangnya cadangan ion bikarbonat, dan lebih banyak ekskresi bikarbonat.
3.
Gejala
Alkalosis metabolik dapat menyebabkan
iritabilitas (mudah tersinggung), otot berkedut dan kejang otot; atau tanpa gejala
sama sekali. Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat terjadi kontraksi (pengerutan)
dan spasme (kejang) otot yang berkepanjangan (tetani).
4.
Diagnosa
Dilakukan pemeriksaan darah arteri untuk menunjukkan darah
dalam keadaan basa.
5.
Pengobatan
Biasanya alkalosis metabolik diatasi
dengan pemberian cairan dan elektrolit (natrium dan kalium) . Pada kasus yang berat,
diberikan amonium klorida secara intravena.
3.
Gangguan Cairan Elektrolit
A.
Natrium
Natrium merupakan kation dalam tubuh yang berfungsi dalam pengaturan osmolaritas
dan volume cairan tubuh. Natrium ini paling banyak pada cairan ekstrasel. Pengaturan
konsentrasi cairan ekstrasel diatur oleh ADH dan aldosteron. ADH mengatur sejumlah
air yang diserap kembali kedalam ginjal dari tubulus renalis. Sedangkan aldosteron
dihasilkan oleh korteks suprarenal yang berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan
konsentrasi natrium dalam plasma dan prosesnya dibantu oleh ADH. Aldosteron juga
mengatur keseimbangan jumlah natrium yang diserap kembali oleh darah. Natrium tidak
hanya bergerak kedalam atau keluar tubuh, ettapi juga mengatur keseimbangan cairan
tubuh. Ekskresi natrium dapat dilakukan melalui ginjal dan sebagian kecil melalui
tinja, keringat, dan air mata.
Gangguan keseimbangan natrium
1.
Hiponatremia
Hiponatremia
dapat terjadi pada keadaan tonisitas atau osmolalitas yang rendah, normal ataupun
tinggi. Sebagian besar kejadian hiponatremia berkaitan dengan hipotonisitas, yang
berarti bila jumlah asupan cairan melebihi kemampuan eskresi
Etiologi dari hiponatremia
dapat dibagi atas :
a. Hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal
pemberian cairan iso-osmotik yang tidak mengandung natrium ke cairan ekstra sel dapat menimbulkan hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal. Termasuk dalam hal ini, keadaan hiperproteinemia dan hiperlipidemia
pemberian cairan iso-osmotik yang tidak mengandung natrium ke cairan ekstra sel dapat menimbulkan hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal. Termasuk dalam hal ini, keadaan hiperproteinemia dan hiperlipidemia
b. Hiponatremia dengan osmolalitas plasma tinggi
Pada keadaan osmolalitas plasma yang tinggi, seperti pada keadaan hiperglikemia berat atau pemberian manitol intravena. Cairan intrasel akan keluar ke ekstrasel menyebabkan dilusi cairan ekstrasel, dan menyebabkan hiponatremia.
Pada keadaan osmolalitas plasma yang tinggi, seperti pada keadaan hiperglikemia berat atau pemberian manitol intravena. Cairan intrasel akan keluar ke ekstrasel menyebabkan dilusi cairan ekstrasel, dan menyebabkan hiponatremia.
c. Hiponatremia dengan osmolalitas plasma rendah
Terjadi pada keadaan seperti gagal jantung, sirosis, insufisiensi renal, sindroma nefrotik. Keadaan-keadaan ini terjadi dengan volume CES yang meningkat. Pada SIADH, volume CES normal dan pada keadaan muntah atau pada pemakaian diuretik, volume CES menurun.
Terjadi pada keadaan seperti gagal jantung, sirosis, insufisiensi renal, sindroma nefrotik. Keadaan-keadaan ini terjadi dengan volume CES yang meningkat. Pada SIADH, volume CES normal dan pada keadaan muntah atau pada pemakaian diuretik, volume CES menurun.
d. Hiponatremia akut
Diartikan
sebagai kejadian hiponatremia dalam jangka waktu kurang dari 48 jam. Pada keadaan
ini tertjadi perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel, termasuk ke sel otak.
Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema otak yang mana keadaan ini merupakan keadaan
berat yang dapat menyebabkan kejang dan penurunan kesadaran. Edema otak yang terjadi,
dibatasi oleh kranium disekitarnya, yang mengakibatkan terjadinya hipertensi intrakranial
dengan resiko brain injury.
e. Hiponatremia kronik
Diartikan
sebagai keadaan hiponatremia dalam jangka waktu yang lebih dari 48 jam. Gejala yang
timbul tidak berat karena ada proses adaptasi. Pada keadaan ini, cairan akan keluar
dari jaringan otak dalam beberapa jam. Gejala yang timbul hanya berupa lemas dan
mengantuk, bahkan dapat tanpa gejala. Keadaan ini dikenal juga dengan hiponatremia
asimtomatik.
2.
Hipernatremia
Hipernatremia
adalah suatu keadaan dengan defisit cairan relatif, dalam artian merupakan keadaan
hipertonisitas, atau hiperosmolalitas. Etiologi dari hipernatremia adalah :
a. Adanya
defisit cairan tubuh akibat ekskresi air yang melebihi ekskresi natrium. Seperti
pada pengeluaran keringat, insesible water loss, diare osmotik akibat pemberian
laktulosa atau sorbitol
b. Asupan
air yang kurang, pada pasien dengan gangguan pusat rasa haus di hipotalamus akibat
tumor dan gangguan vaskuler
c. Penambahan
natrium yang berlebihan, seperti pada koreksi asidosis dengan bikarbonat, atau pemberian
natrium yang berlebihan
d.
Masuknya air tanpa elektrolit ke dalam
sel, misalnya setelah latihan fisik berat.
Keadaan hipernatremia akan membuat cairan intraseluler keluar ke ekstraseluler untuk menyeimbangkan osmolalitas cairan ekstrasel. Hal ini akan membuat terjadinya pengkerutan sel, dan bila terjadi pada sel saraf sistem saraf pusat, maka akan menimbulkan disfungsi kognitif, seperti lemah, bingung, sampai kejang.
Keadaan hipernatremia akan membuat cairan intraseluler keluar ke ekstraseluler untuk menyeimbangkan osmolalitas cairan ekstrasel. Hal ini akan membuat terjadinya pengkerutan sel, dan bila terjadi pada sel saraf sistem saraf pusat, maka akan menimbulkan disfungsi kognitif, seperti lemah, bingung, sampai kejang.
Diagnosa Gangguan Keseimbangan Natrium
1.
Hiponatremia
Diagnosis ditegakkan
bila natrium dibawah 135 mmol/L. Berdasarkan klinis, hal yang penting kita tentukan
adalah hiponatremia akut yang ditandai dengan gejala kesadaran yang menurun dan
kejang. Sedangkan hiponateremia kronik ditandai dengan mengantuk dan lemas saja,
bahkan tanpa gejala. Dan untuk menentukan penyebab hiponatremia, perlu dilakukan
pemeriksaan osmolalitas serum, penilaian status Extracelluler Volume (ECV) dan natrium
urin. ECV diukur menggunakan perangkat laboratorium. Secara langsung, ECV diukur
dengan menggunakan zat kontras, dan diberi label dengan inulin, manitol dan sorbitol.
2. Hipernatremia
Diagnosis ditegakkan
bila natrium palsma meningkat secara akut dengan nilai di atas 155 mEq/L.dan berakibat
fatal bila diatas 185 mEq/L Berdasarkan klinis dapat kita temui letargi, lemas,
twitching, kejang dan akhirnya koma. Untuk menentukan etiologi, selain pengukuran
natrium serum, perlu dilakukan pengukuran natrium urin dan dilakukan penilaian untuk
osmolalitas urin.
B.
Kalium
Kalium
merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan intrasel dan berfungsi mengatur
keseimbangan elektrolit. Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan mekanisme
perubahan ion natrium dalam tubulus ginjal dan sekresi aldostteron. Aldosteron juga
berfungsi mengatur keseimbangan kadar kalium dalam plasma (cairan ekstrasel). Sistem
pengaturannya mellaui tinga langkah, yaitu:
1. Peningkatan konsentrasi kalium dalam cairan ekstrasel yang
menyebabkan peningkatan produksi aldosteron.
2. Peningkatan jumlah aldosteron akan memengaruhi jumlah kalium
yang dikeluarkan melalui ginjal.
3. Peningkatan pengeluaran kalium, konsentrasi kalium dalam cairan
ekstra sel menurun
Kalium
berpengaruh terhadap fungsi sistem pernapasan. Partikel penting dalam kalium ini
berfungsi untuk menghantarkan impuls listrik ke jantung, otot lain, jarngan paru-paru,
dan jaringan usus pencernaan. Eksresi kalium dilakukan melalui urine, dan sebagian
lagi melalui tinja dan keringat.
Gangguan
Keseimbangan Kalium
1.
Hipokalemia
Asupan
kalium yang kurang. Secara fisiologis, ekskresi kalium di ginjal sebanding dengan
jumlah asupan. Hipokalemia jarang yang hanya disebabkan asupan kalium yang rendah
saja.
Pengeluaran Kalium yang berlebihan. Ekskresi kalium dapat melalui sistem pencernaan, keringat atau ginjal. Beberapa etiologi ekskresi kalium meningkat adalah muntah, pemakaian NGT, diare, pemakaian diuretik loop dan tiazid serta hiperaldosteronisme.
Pengeluaran Kalium yang berlebihan. Ekskresi kalium dapat melalui sistem pencernaan, keringat atau ginjal. Beberapa etiologi ekskresi kalium meningkat adalah muntah, pemakaian NGT, diare, pemakaian diuretik loop dan tiazid serta hiperaldosteronisme.
Defisiensi
kalium dapat mempengaruhi berbagai sistem organ, seperti sistem kardiovaskuler,
otot dan ginjal. Hipokalemia dapat menyebabkan hipertensi dan aritmia ventrikel.
Mekanisme terjadinya hipertensi masih belum dapat dijelaskan dengan baik. Akan tetapi,
keadaan ini dihubungkan dengan retensi garam di ginjal, selain akibat berbagai proses
hormonal. Aritmia terjadi akibat membran potensial otot jantung yang terdepolarisasi
sebagian, sehingga terjadi automatisasi, atau akan muncul gelombang ‘u’, dan pemanjangan
QT. Gangguan jantung diperburuk oleh pengobatan digoksin dan pasien dengan iskemia.
Keadaan hipokalemia dapat memeperburuk hiperglikemia pada pasien diabetes, akibat
pengaruh terhadap pelepasan insulin dan sensitivitas organ terhadap insulin. Rabdomiolisis
dapat terjadi sebagai akibat dari hiperpolarisasi sel otot rangka, selain adanya
gejala kram, mialgia, dan mudah lelah. Hipokalemia dapat mempengaruhi keseimbangan
asam basa sistemik, melalui efek terhadap berbagai komponen dari regulasi asam basa
di ginjal.
2.
Hiperkalemia
Ada 2 mekanisme terjadinya hiperkalemia,
yaitu :
a. Kelebihan
asupan kalium melalui makanan. Buah–buahan dan sayur–sayuran banyak mengandung kalium.
Campuran garam dapat mengandung kalium, dan kelebihan asupan dapat terjadi pada
pemberian makanan enteral.
b. Keluarnya
kalium dari intra sel ke ekstrasel. Keadaan asidosis metabolik, selain yang disebabkan
oleh KAD atau asidosis laktat, defisisensi insulin, pemakaian beta blocker, dan
pseudohiperkalemia akibat pengambilan sampel darah yang lisis. Kelainan klinik bergantung
kepada kadar kalsium, dan keseimbangan asam-basa.
c. Berkurangnya
ekskresi melalui ginjal. Terjadi pada keadaan hiperaldosteronisme, gagal ginjal,
deplesi volume sirkulasi efektif pada CHF dan pemakaian siklosporin. Dewasa ini
diketahui pemakaian ACE inhibitor juga faktor resiko untuk hiperkalemia.
Pada
hiperkalemia, terjadi peningkatan kepekaan membran sel, sehingga dengan sedikit
perubahan depolarisasi, potensial aksi dapat dengan mudah terjadi. Hal ini menimbulkan
kelemahan otot sampai paralisis dan gagal nafas. Gejala yang paling buruk adalah
penurunan kecepatan sistem konduksi miokard dan meningkatkan repolarisasi miokard.
Gangguan konduksi akan menimbulkan pemanjangan PR interval, gelombang P yang mendatar
atau QRS kompleks melebar pada EKG. Peningkatan repolarisasi akan menimbulkan gelombang
T yang meninggi ( peaked T waves ), yang
merupakan keadaan yang berisiko terjadinya aritmia.
Diagnosis
Gangguan
Keseimbangan Kalium
1.
Hipokalemia
Didasarkan
kepada hasil pengukuran kalium serum kecil dari 3,5 mmol/L. Untuk mengetahui
penyebab dilanjutkan dengan pengukuran kaium urin, sttaus asam basa dan
Transtubular Kalium Consentration Gradient (TTKG). Hipokalemia dengan ekskresi
kalium ada urin meningkat menunjukkan adanya pembuangan yang berlebihan.
Hipokalemia dengan ekskresi kalium rendah dengan asidosis metabolik yang
berlebihan Hipokalemia dengan ekskresi kalium rendah dengan asidosis metabolik
menunjukkan adanya pembuangan kalium pada saluran cerna seperti pada diare.
Hipokalemia dengan ekskresi kalium rendah dengan alkalosis metabolik
menunjukkan adanya muntah kronik atau pemberian diuretik jangka lama.
Hipokalemia pertanda Sindroma Bartter Hipokalemia dengan ekskresi kalium tinggi
dengan alkalosis metabolik dan disertai tekanan darah tinggi merupakan pertanda
hiperaldosteronisme primer gejaal hipokalemia dapat berupa kembung, otot kram,
mialgia, dan mudah lelah.
2. Hiperkalemia
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan nilai kalium serum diatas 5,1 mmol/L dengan manifestasi klinis
kelemahan otot sampai paralisis, sehingga pasien merasa sesak nafas. Pemeriksaan
EKG mutlak dilakukan untuk melihat adanya gelombang T yang tinggi dan runcing (T
tall), AV Blok, QRS melebar atau aritmia ventrikel.
C. Kalsium
Kalsium
dalam tubuh berfungsi dalam pembentukan tulang, penghantar impuls kontraksi otot,
koagulasi darah, dan membantu beberapa enzimpankreas. Konsentrasi kalsium dalam
tubuh diatur langsung oleh hormon pratiroid melalui proses reabsrobsi tulang. Jika
kadar kalsium darah menurun, kelenjar paratiroid akan merangsang pembentukan hormon
paratiroid yang langsung meningkatkan jumlah kalsium dalam darah. Kalsium diekskresikan
melalui urine dan keringat.
Gangguan Keseimbangan Kalsium
1. Hipokalsemia,
antara lain:
a.
Hipoparatiroidisme
Keadaan
ini dapat herediter maupun didapat. Untuk yang didapat, bisa terjadi karena iradiasi
leher atau pasca paratiroidektomi, yang dikenal dengan Hungry Bone Syndrome. Keadaan
ini memberikan efek tulang yang akan meabsorpsi Ca dalam jumlah besar. Penyebab
yang berhubungan dengan Vitamin D yaitu, asupan yang kurang, dan gangguan absorpsi.
Pada keadaan penyakit kritis dan sepsis berat dapat menjadi penyebab.
b.
Pada
keadaan hipokalsemia
Terjadi peningkatan eksitabilitas saraf di
tangan dan lengan, yang disebabkan oleh hipokalsemia, dan bila iskemia dibuat, yaitu
dengan menggunakan sfigmomanometer, akan muncul twitching. Keadaan in dikenal dengan
Trousseau’s Sign. Chovtek’s Sign dapat muncul dengan cara mengetok pada titik tertentu
pada wajah, yang ditandai dengan adanya respon berupa twitching. Mekanisme terjadinya
adalah adanya stimulasi mekanik langsung serabut motorik wajah.
c.
Hiperkalsemia
Hiperkalsemia mempengaruhi
hampir semua organ tubuh. Akan tetapi yang paling utama adalah sistem saraf pusat
dan ginjal. Pada sistem saraf pusat, kalsium memberikan efek sebagai depresan langsung.
Sehingga pada keadaan kalsium yang tinggi, akan terjadi gangguan psikis berupa ansietas,
depresi dan perubahan kepribadian, Pada keadaan lanjut, dapat menyebabkan penurunan
kesadaran, bahkan kematian. Efek pada ginjal adalah nefrolitiasis akibat dari hiperkalsiuria.
Selain itu dapat terjadi poliuria dan polidipsia. Fungsi ginjal menurun akibat vasokonstriksi
renal akibat hiperkalsemia. Efek pada saluran pencernaan adalah berupa mual, muntah,
konstipasi atau diare.
Diagnosis
Gangguan Keseimbangan Kalsium
1. Hipokalsemia,
Diagnosis
dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dimana kalsium serum serum
< 8,8 mmol/L, setelah nilai
dikoreksi sesuai albimun serum. Nilai koreksi : Ca serum+ (0,8 x (albumin serum normal-albumin)) gejala neurologik,
yaitu bingung, ensefalopati, psikosis. Tanda Chovctek yaitu kontraksi otot
wajah yang dirangsang dengan mengetuk ringan nervus fasialis pada lokasi-lokasi
tertentu.
2. Hiperkalsemia
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kalsium
serum diatas 10,5 mmol/L setelah nilai dikoreksi sesuai albumin serum. Nilai
koreksi 21: Ca serum + (0,8x(albumin serum normal-albumin aktual)). Gejala klinis dapat asimtomatik dan dapat
berupa 15,23 : Konstipasi, anoreksia, nausea, muntah, nyeri abdomen dan ileus
pada peninggian yang lebih hebat dapat muncul gejala emosi labil, delirium,
psikosis lemas, dan kejang. Dapat terjadi nefrolotiasis atau uretrolitasis.
D.
Magnesium
Magnesium
merupakan kation dalam tubuh yang terpenting kedua dalam cairan intrasel.
Keseimbangannya diatur oleh kelenjar paratiroid. Magnesium diabsropsi dari
saluran pencernaan. Magnesium dalam tubuh dipengaruhi oleh konsentrasi kalsium.
Hipomagnesemia terjadi bila konsentrasi serum turun dari 1,5 mEq/L. Sedangkan
hipermagnesemia terjadi bila kadar megnesiumnya lebih dari 2,5 mEq/L.
Gangguan Keseimbangan Magnesium
1. Hipomagnesemia
Hipomagnesemia
terjadi akibat kehilangan pada sistem pencernaan atau pada ginjal. Asupan yang
kurang dapat pula menjadi penyebab. Hal ini biasa terjadi pada alkoholik,
pemberian nutrisi enteral dalam jangka waktu yang lama atau kelainan
hipomagnesemia genetik. Redistribusi dari intrasel ke ekstra sel terjadi pada
keadaan hungry bone syndrome, hiperadrenergik, pankreatitis akut dan Refeeding
syndrome. Gangguan Sistem Pencernaan seperti pada semua penyakit diare dapat
menyebabkan hipomagnesemia. Gangguan malabsorpsi juga merupakan penyebab,
dimana sering merupakan kelainan genetik.
Ekskresi pada ginjal yang banyak terjadi pada penggunaan diuretik, alkoholik akibat gangguan reasorbsi, hiperkalsemia, ekspansi volume cairan ekstrasel, dan obat – obatan nefrotoksin seperti aminoglikosida, sisplatin, siklosforin A, dan amfoterisin dan pentamidin. Barrter Syndrome dan Gitelman Syndrome juga merupakan bagian dari kelompok penyebab ini, dimana Bartter Syndrome merupakan kelainan pada transporter NaCl pada ansa henle ginjal, sedangkan Gitelman Syndrome merupakan defek genetik yang berhubungan dengan transporter NaCl pada tubulus distal ginjal.
Ekskresi pada ginjal yang banyak terjadi pada penggunaan diuretik, alkoholik akibat gangguan reasorbsi, hiperkalsemia, ekspansi volume cairan ekstrasel, dan obat – obatan nefrotoksin seperti aminoglikosida, sisplatin, siklosforin A, dan amfoterisin dan pentamidin. Barrter Syndrome dan Gitelman Syndrome juga merupakan bagian dari kelompok penyebab ini, dimana Bartter Syndrome merupakan kelainan pada transporter NaCl pada ansa henle ginjal, sedangkan Gitelman Syndrome merupakan defek genetik yang berhubungan dengan transporter NaCl pada tubulus distal ginjal.
2.
Hipermagnesemia
Hipermagnesemia dapat
terjadi pada keadaan gangguan ginjal terminal, dimana ginjal tidak dapat lagi
mengekskresikan Mg sebagai mana mestinya. Selain itu, dapat juga disebabkan
oleh asupan yang berlebihan, walaupun sangat jarang terjadi. Penyebab paling
banyak adalah akibat penggunaan obat–obatan yang mengandung magnesium seperti
pada antasida dan beberapa laksansia. Penyebab lainnya adalah penggunaan litium
untuk terapi maupun diagnostik, hipotiroidisme, penyakit adison, penyakit
hipokalsiurik hiperkalsemia, milk alkali syndrome dan ketoasidosis diabetik.
Selain itu, pada keadaan kerusakan jaringan eksesif, seperti syok, sepsis atau
luka bakar, juga dapat menjadi penyebab. Hemolisis juga dapat menjadi faktor
pencetus hipermagnesemia, mengingat kadar Mg eritrosit tiga kali lebih banyak
dari Mg serum.
Diagnosis
Gangguan Keseimbangan Magnesium
1.
Hipomagnesemia
Hipomagnesemia
ditegakkan berdasarkan nilai Mg serum dibawah 1,7 mmol/L. Pemeriksaan magnesium
bukan merupakan bagian dari pemeriksaan darah rutin untuk elektrolit.
Kemungkinan adanya hipomagnesemia harus dicurigai pada keadaan diare kronik,
hipokalemia berulang, hipokalsemia dan aritmia ventrikuler, khususnya pada keadaan
iskemik.8,24
Dalam menegakkan diagnosis, perlu dibedakan apakah kelainan disebabkan oleh gangguan ginjal atau kehilangan dari gastrointestinal dan hal ini penting untuk terapi.
Dalam menegakkan diagnosis, perlu dibedakan apakah kelainan disebabkan oleh gangguan ginjal atau kehilangan dari gastrointestinal dan hal ini penting untuk terapi.
2.
Hipermagnesemia
Hipermagnesemia
diartikan sebagai kadar Mg serum diatas 2,3 mmol/L. Berdasarkan klinis, dapat
ditegakkan diagnosis. Adapun klinis hipermagnesemia berupa : Nausea, flushing,
sakit kepala, letargi, penurunan refleks tendon. Dapat menjadi kelumpuhan otot,
blok jantung dan kematian.
3. Jenis-Jenis
Cairan Infus
a.
ASERING
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
1) Na 130 mEq
2) K 4 mEq
3) Cl 109 mEq
4) Ca 3 mEq
5) Asetat (garam) 28 mEq
Keunggulan:
1. Asetat dimetabolisme di otot, dan
masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hati
2. Pada pemberian sebelum operasi
sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada neonatus
3.
Pada
kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi
dengan isofluran
4. Mempunyai efek vasodilator
5.
Pada
kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, dapat
meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk
edema serebral
b.
KA-EN
1B
Indikasi:
- Sebagai
larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada
kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
- <
24 jam pasca operasi
- Dosis
lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya
300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
- Bayi
prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100
ml/jam
c.
KA-EN
3A & KA-EN 3B
Indikasi:
- Larutan
rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan
kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan
asupan oral terbatas
- Rumatan
untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
- Mensuplai
kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
- Mensuplai
kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B
3.
KA-EN
MG3
Indikasi
:
- Larutan
rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan
kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan
asupan oral terbatas
- Rumatan
untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
- Mensuplai
kalium 20 mEq/L
- Rumatan
untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L
5.
KA-EN
4A
Indikasi :
- Merupakan
larutan infus rumatan untuk bayi dan anak
- Tanpa
kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan berbagai kadar
konsentrasi kalium serum normal
- Tepat
digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi (per 1000 ml):
1. Na 30 mEq/L
- K 0
mEq/L
- Cl 20
mEq/L
- Laktat
10 mEq/L
- Glukosa
40 gr/L
6.
KA-EN
4B
Indikasi:
- Merupakan
larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun
- Mensuplai
8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko hipokalemia
- Tepat
digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi:
1. Na 30 mEq/L
2. K 8 mEq/L
3. Cl 28 mEq/L
4. Laktat 10 mEq/L
5. Glukosa 37,5 gr/L
7.Otsu-NS
Indikasi:
- Untuk
resusitasi
- Kehilangan
Na > Cl, misal diare
- Sindrom
yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum,
insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)
8.Otsu-RL
Indikasi:
- Resusitasi
- Suplai
ion bikarbonat
- Asidosis
metabolik
9.MARTOS-10
Indikasi:
- Suplai
air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik
- Keadaan
kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi berat,
stres berat dan defisiensi protein
- Dosis:
0,3 gr/kg BB/jam
- Mengandung
400 kcal/L
10.AMIPAREN
Indikasi:
- Stres
metabolik berat
- Luka
bakar
- Infeksi
berat
- Kwasiokor
- Pasca
operasi
- Total
Parenteral Nutrition
- Dosis
dewasa 100 ml selama 60 menit
11.AMINOVEL-600
Indikasi:
- Nutrisi
tambahan pada gangguan saluran GI
- Penderita
GI yang dipuasakan
- Kebutuhan
metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca operasi)
- Stres
metabolik sedang
- Dosis
dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)
12.PAN-AMING
Indikasi:
- Suplai
asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan
- Nitrisi
dini pasca operasi
- Tifoid
Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan Rasa Nyaman
A. Pengertian Kebutuhan Psikososial:
Manusia adalah makhluk biopsikososial yang
unik dan menerapkan system terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selalu
berusaha untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang
dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, keadaan ini disebut dengan sehat. Sedangkan seseorang dikatakan
sakit apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya.
Sebagai makhluk social, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus
membina hubungan interpersonal positif
1. Status
Emosi
Setiap individu mempunyai kebutuhan emosi dasar, termasuk
kebutuhan akan cinta, kepercayaan, otonomi, identitas, harga diri, penghargaan
dan rasa aman. Schultz (1966) Merangkum kebutuhan tersebut sebagai kebutuhan
interpersonal untuk inklusi, control dan afeksi.Bila kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi, akibatnya dapt berupa perasaan atau prilaku yang tidak diharapkan, seperti
ansietas, kemarahan, kesepian dan rasa tidak pasti.Kebutuhan interpersonal akan
inklusi, control dan afeksi kadang saling tumpang tindih dan berkesinambungan.
a.
Kebutuhan akan inklusi :
Merupakan
kebutuhan untuk menetapkan dan memelihara hubungan yang memuaskan dengan
orang.Dalam lingkungan perawatan kesehatan, kebutuhan inklusi dapat dipenuhi
dengan memberi informasi dan menjawab semua pertanyaan, menjelaskan tanggung
jawab dalam memberi perawatan dan mengenali kebutuhan serta kesukaan pasien.
b.
Kebutuhan akan kontrol :
Berhubungan
dengan kebutuhan untuk menentukan dan memelihara hubungan yang memuaskan dengan
orang lain dengan memperhatikan kekuasaan, pembuatan keputusan dan otoritas.
Contoh:
Saat orang melepaskan tanggung jawab pribadinya dan menjadi pasien yang sangat
terikat dan tidak berdaya yang selalu meminta petunjuk dari semua orang
mengenai apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Dibalik prilaku
itu tersembunyi ansietas, bermusuhan dan kurang percaya terhadap orang
lain atau diri sendiri. Intervensi keperawatan yang membantu pasien
menerima tanggung jawab untum membuat keputusan mengenai perawatan pasien yang
menunjang pemulihan control.
c. Kebutuhan Afeksi :
Seseorang
membangun hubungan saling memberi dan saling menerima berdasarkan saling
menyukai. Afeksi diungkapkan dengan kata-kata cinta, suka, akrab secara
emosional, pribadi, sahabat, dan intimasi.
RENTANG RESPONS EMOSIONAL
a. Kepekaan
emosional
Adalah
Respons emosional termasuk dipengaruhi oleh dan berperan aktif dalam dunia
internal dan eksternal sesorang. Tersirat bahwa orang tersebut terbuka dan
sadar akan perasaannya sendiri.
b. Reaksi
berduka takterkomplikasi
Terjadi
sebagai respons terhadap kehilangan dan tersirat bahwa seseorang sedang
menghadapi suatu kehilngan yang nyata serta terbenam dalam proses berdukanya.
c.
Supresi emosi
Mungkin
tampak sebagai penyangkalan (denial) terhadap perasaan sendiri, pelepasan dari
keterikatandengan emosi atau penalaran terhadap semua aspek dari dunia afektif
seseorang.
d. Penundaan reaksi berkabung
Ketidak
adaan yang persisten respons emosional terhadap kehilangan .ini dapat terjadi
pada awal proses berkabung dan
menjadi nyata pada kemunduran proses, mulai terjadi atau keduanya. Penundaan
dan penolakan proses berduka kadang terjadi bertahun-tahun.
e.
Depresi atau melankolia
Suatu
kesedihan atau perasaan berduka berkepanjangan.Dapat digunakan untuk
menunjukkan berbagai fenomena, tanda, gejala, sindrom, keadaan emosional,
reaksi, penyakit atau klinik.
2. Konsep
Diri
Konsep diri adalah semua perasaan
kepercayaan dan nilai yang diketahui tentang dirinya dan memengaruhi individu
dalam bersosialisasi dengan orang lain. Konsep diri berkembang secara bertahap
saat bayi molai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain.Pembentukan
konsep diri ini sangat dipengaruhi oleh asuhan orang tua dan lingkungannya.
Menurut Deaux, Dane, &Wrightsman
[1993] , konsep diri adalah sekumpulan keyakinan dan perasaan seseorang
mengenai dirinya. Keyakinan seseorang mengenai dirinya bias berkaitan dengan
bakat , minat , kemampuan , penampilan fisik , dan lain sebagainya. Pembentukan
konsep diri dipengaruhi oleh orang lain dalam proses interaksi social.
Menurut Cooley [1964] lewat analogi
cermin sebagai sarana bagi seseorang melihat dirinya, konsep diri seseorang
diperoleh dari hasil penilaian atau evaluasi orang lain terhadap dirinya. Apa
yang dipikirkan orang lain tentang kita menjadi sumber informasi tentang siapa
diri kita.
Vaughan & Hogg [2002] menyatakan
bahwa hasil dari tindakan kita mendorong kita untuk melakukan introspeksi dan
persepsi diri. Introspeksi dilakukan seseorang ketika ia berusaha memahami dan
menilai mengapa ia melakukan tindakan tertentu. Persepsi diri dilakukan
seseorang ketika ia mengatribusikan secara internal hasil yang diterimanya.
3. Harga
Diri
Harga diri adalah
penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh prilaku
memenuhi ideal diri (Stuart and Sundeen, 1991). Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga
diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu sering gagal , maka
cenderung harga diri rendah.
Harga diri
diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan
menerima penghargaan dari orang lain (Keliat, 1992). Biasanya harga diri sangat rentan
terganggu pada saat remaja dan usia lanjut. Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan
fisik mengakibatkan harga
diri rendah.
Harga diri tinggi terkait dengam ansietas yang
rendah, efektif dalam kelompok
dan diterima oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan
hubungan interpersonal yang buruk dan resiko terjadi depresi dan skizofrenia.
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai
perasaan negatif terhadap diri
sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat
terjadi secara situasional ( trauma ) atau kronis ( negatif self evaluasi yang
telah berlangsung lama ). Dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak
langsung (nyata atau tidak nyata).
Menurut Vaughan dan Hogg
faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan harga diri:
1. Harga diri yang positif membuat
orang merasa nyaman dengan dirinya di tengah kepastian akan kematian yang suatu
waktu akan dihadapinya. Greenberg, Pyszczynski, dan Solomon (1986) dalam terror
management theory, menyatakan bahwamanusia mengalami kecemasan dalam menghadapi
kematian. Greenberg dkk melakukan eksperimen yang hasilnya menunjukan bahwa
partisipan eskperimen yang mendapat penilaian positif terhadap aspek-aspek kepribadiannya,
harga dirinya positif, lebih sedikit mengalami arousal fisik dan kecemasan
ketika menonton video tentang kematian yang sengaja diputar oleh eksperimen.
2. Harga diri yang positif membuat
orang dapat mengatasi kecemasn, kesepian, dan penolakan social. Dalam hal ini,
harga diri menjadi alat ukur social (sociometer) untuk melihat sejauh mana
seseorang merasa diterima dan menyatu dengan lingkungan sosialnya. Dengan
demikian, semakin positif harga diri yang dimiliki, semakin menunjukan bahwa ia
semakin merasa diterima dan menyatu dengan orang-orang di sekitarnya.
Menurut beberapa ahli dikemukakan
faktor-faktor
yang mempengaruhi
gangguan harga diri, seperti :
1. Perkembangan individu.
Faktor predisposisi dapat dimulai
sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengkibatkan
anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal
untuk mencintai orang lain. Pada
saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua
dan orang yang dekat atau penting baginya. Ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak
dipercaya untuk mandiri, memutuskan
sendiri akan bertanggung jawab terhadap prilakunya. Sikap orangtua yang terlalu
mengatur dan mengontrol, membuat anak merasa tidak berguna.
2. Ideal Diri tidak realistis.
Individu yang selalu dituntut untuk
berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang
tidak dapat Konsep
diri , Selalu dicapai, seperti cita –cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis yang pada kenyataan tidak dapat dicapai
membuat individu menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan hilang.
3. Gangguan fisik dan mental
Gangguan ini dapat membuat individu
dan keluarga merasa rendah diri.
4. Sistim keluarga yang tidak berfungsi.
Orang tua yang mempunyai harga diri
yang rendah tidak mampu membangun harga diri anak dengan baik. Orang tua memberi umpan balik
yang negatif dan berulang-ulang
akan merusak harga diri anak. Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan masalah
tidak adekuat. Akhirnya anak memandang
negatif terhadap pengalaman dan kemampuan di lingkungannya.
5.Pengalaman
traumatik yang berulang,
misalnya akibat aniaya fisik, emosi &seksual.Penganiayaan yang dialami dapat
berupa penganiayaan fisik, emosi,peperangan, bencana alam, kecelakan atau
perampokan.Individu merasa tidakmampu mengontrol lingkungan.Respon atau
strategi untuk menghadapi traumaumumnya mengingkari trauma, mengubah arti
trauma, respon yang biasa efektifterganggu.Akibatnya koping yang biasa
berkembang adalah depresi dan denialpada trauma.
B.
Rasa Nyaman (Bebas Nyeri)
a.
Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya
sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam sklaa
atau tingkatannya. Berikut ini merupakan pendapat beberapa ahli mengenai
pengertian nyeri :
1.
Mc. Coffery
(1979), mendifinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang memengaruhi seseorang,
yang keberadaan nyeri dapat diketahui hanya jika oranng tersebut mengalaminya.
2.
Wolf Weifsel
Feurst (1974), mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik
dan mental atau perasaan yang bisa
menimbulkan ketegangan.
3.
ArturC.Curton
(1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme bagi tubuh, timbul ketika
jaringan sedang dirusak sehigga individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan
rangsangan nyeri.
Secara umum, nyeri diartikan sebagai
suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik
maupuun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik,
fisiologis, maupun emosional.
b.
Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi
nyeri dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan kronis. Nyeri akut merupakan
nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat hilang, tidak melebihi enam bulan,
serta ditandai dengan adanya peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis merupakan
nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasana berlangsung dalam waktu yang
cukup lama, yaitu lebih dari enam bulan.
Perbedaan nyeri akut dan kronis
Karakteristik
|
Nyeri Akut
|
Nyeri Kronis
|
Pengalaman
|
Suatu kejadian
|
Suatu situasi, status, eksistensi
|
Sumber
|
Sebab
eksternal atau penyakit dari dalam
|
Tidak diketahui atau pengobatan yang terlalu lama.
|
Serangan
|
Mendadak
|
Bisa
mendadak, berkembang, dan terselubung
|
Waktu
|
Sampai enam bulan
|
Lebih dari
enam bulan, sampai bertahun-tahun.
|
Pernyataan Nyeri
|
Daerah nyeri
tidak diketahui
|
Daerah nyeri
sulit dibedakan intensitasnya, sehingga sulit dievaluasi (Perubahan
Perasaan).
|
Gejala-gejala klinis
|
Pola respon
yang khas dengan gejala yang lebih jelas
|
Pola respon
yang bervariasi, sedikit gejala-gejala (adaptasi).
|
Pola
|
Terbatas
|
Berlangsung
terus sehingga dapat bervariasi
|
Perjalanan
|
Biasanya
berkurang setelah beberapa saat
|
Penderitaan
meningkat setelah beberapa saat.
|
Selain klasifikasi nyeri diatas, terdapat jenis nyeri
yang spesifik, diantaranya nyeri somatis, nyeri menjalar (refent pain), nyeri
psikogenik, nyeri phantom dari ekstremitas, nyeri neurologis, dan lain-lain.
Umumnya, nyeri somatis dan nyeri viresal ini bersumber dari kulit dan jaringan
di bawah kulit (superfisial), yaitu pada otot dan tulang. Perbedaan antara
kedua nyeri ini sebagai berikut.
Karakteristik
|
Nyeri Somatis
|
Nyeri Viseral
|
|
Superfisialis
|
Dalam
|
||
Kualitas
|
Tajam, menusuk, dan membakar
|
Tajam, tumpul, dan nyeri
terus
|
Tajam, tumpul, nyeri terus,
dan kejang
|
Menjalar
|
Tidak
|
Tidak
|
Ya
|
Stimulasi
|
Torehan, abrasi terlalu panas
dan dingin
|
Torehan, panas, iskemia
pergeseran tempat
|
Distensi, iskemia, spasmus,
iritasi kimiawi (tdk torehan)
|
Reaksi autonom
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
Refleks kontraksi otot
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
Stimulasi Nyeri
Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, diantaranya :
1.
Trauma
pada jaringan tubuh. Misalnya karena bedah, akibat terjadinya kerusakan
jaringan dan iritasi secara lngsung pada reseptor.
2.
Ganguan
pada jaringan tubuh. Misalnya karena edema, akibat terjadinya penekanan pada
reseptor nyeri.
3.
Tumor,
dapat juga menekan reseptor nyeri
4.
Iskemia
pada jaringan. Misalnya terjadi blokade pada arteria koronaria yang
menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
5.
Spesme
otot, dapat menstimulasi mekanik
c. Teori
Nyeri
1.
Teori
pemisahan (Specificity theory)
Menurut
teori ii rangsangan sakit masuk ke medula spinalis (spinal cord) melalui kornu
dorsalis yang bersinaps di daerah posterior. Kemudian naik ke tractus lissur
dan menyilang di garis median ke sisi lainnya dan berakhir di korteks sensoris
tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
2.
Teori
pola (pattern theory)
Rangsangan
nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medula spinalis dan merangsang
aktivitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke bagian
yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan persepsi
dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi oleh
medalitas respons dari reaksi sel T.
3.
Teori
Pengendalian gerbang (gate control theory)
Menurut
teori ini nyeri bergantung dari kerja serat saraf besar dan kecil. Keduanya
berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat akan meningkatkan
aktivitas substansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme
sehingga sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan terhambat.
4.
Teori
transmisi dan inhibisi
Adanya
stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls saraf, sehingga
transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmitter yang spesifik.
d. Faktor
yang Mempengaruhi Nyeri
1.
Arti
Arti
nyeri bagi individu memiliki perbedaan dan hampir sebagian arti nyeri tersebut
merupakan arti negatif, seperti membahayakan, merusak, dan lain-lain. Keadaan
ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, jenis kelamin, latar
belakang osial kultur, lingkungan, dan pengalaman.
2.
Persepsi
nyeri
Persepsi
nyeri merupakan penilain subjektif, tempatnya pada korteks yang dipengaruhi
oleh faktor yang dapat memicu stimulasi nociceptor.
3.
Toleransi
nyeri
Berhubungan
erat dengan adanya intensitas nyeri yang dapat memengaruhi seseorang menahan
nyeri.
4.
Reaksi
terhadap nyeri
Reaksi
terhadap merupakan bentuk respon seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan,
gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk respon nyeri
yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : arti nyeri, tingkat
persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya harapan sosial, kesehatan
fisik
DAFTAR PUSTAKA
Ambarawati, E.R
& Sunarsih.T, 2011, KDPK Kebidanan, Yogyakarta: Nuha Medika
A.Aziz Alimul
Hidayat, 2008, Keterampilan Dasar Klinik untuk Kebidanan Cetakan kedua,
Jakarta: Salemba Medika
Dede, 2013, Konsep
Diri Psikososial.http//dedeol.blogspot.com (diakses 20 september 2016)
Ngurah Jaya Antara,
2013, Jenis-jenis Cairan Infus.http://ngurahjayaantara.blogspot.com (diakses 20
September 2016)
Wikipedia, 2012,
Pengertian Harga Diri hhtp//id.m.wikipedia.org/wiki/Harga_diri.com (diakses 21
September)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar