Jumat, 10 Maret 2017

Kebutuhan Cairan dan Elektrolit Dan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan Rasa Nyaman

Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Dan
Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan Rasa Nyaman







Disusun oleh:
                             Nama                : SERLY ANJELINA        
                             NIM                  : 16140175
Pembimbing      : Ibu Githa Andriani



PRODI D4 BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2016/2017


Kebutuhan Cairan dan Elektrolit

1.         Kebutuhan Cairan Tubuh
Pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh diatur oleh ginjal, kulit, paru-paru dan gastrointestinal.
a.       Ginjal
Fungsi ginjal yakni sebagai pengatur air, pengatur konsentrasi garam dalam darah, pengatur keseimbangan asam basa darah, dan pengaturan ekskresi bahan buangan atau kelebihan garam. Rata-rata setiap satu liter darah mengandung 500 cc plasma yang mengalir melalui glomerulus, 10% disaring keluar. Cairan yang tersaring kemudian mengalir melalui tubuli renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan yang dibutuhkan. Jumlah urine yang diproduksi ginjal dpat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron dengan rat-rata 1ml/kg/bb/jam.
b.      Kulit
Kulit merupakan bagian penting dalam pengaturan cairan yang terkait dengan proses pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas yang disarafi oleh vasomotorik dengan kemampuan mengendalikan arteriola dengan cara vasodilatasi dan vasokonstriksi. Banyaknya darah yang mengalir melallui pembuluh darah dlam kuit memengaruhi jumlah keringat yang dikeluarkan.
c.       Paru-paru
Organ paru-paru berperan dalam pengeluaran cairan dengan menghasilkan insensible water loss ± 400 ml/hari. Proses pengeluaran cairan terkait dengan respons akibat perubahan frekuensi dan kedalaman pernapasan.
d.      Gastrointestinal
Merupakan organ saluran pencernaan yang berperan dalam mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran air. Dalam kondisi normal, cairan yang hilang dlam sistem ini sekitar 100-200 ml/hari.
            Cara Perpindahan Cairan
a.       Difusi
Difusi merupakan bercampurnya molekul-molekul dalam cairan, gas, atau zat padat secara bebas atau acak. Zat dengan molekul yang besar akan bergerak lambat dibandingkan moleku kecil. Molekul akan lebih mudah berpindah dari larutan berkonsentrasi tinggi ke larutan berkonsentrasi rendah.
b.      Osmosis
Osmosis adalah proses perpindahan larutan murni melalui membran semipermeable, biasanya terjadi dari larutan dengan konsentrasi yang kurang pekat ke larutan dengan konsentrasi lebih pekat, sehingga larutan yang berkonsentrasi rendah volumenya akan berkurang, sedangkan larutan yang berkonsentrasi lebih tinggi akan bertambah volumenya.
c.       Transpor aktiv
Transpor aktiv merupakan gerak zat yang akan berdifusi dan berosmosis yang memerlukan aktivitas metabolik dan pengeluaran energi untuk menggerakan berbagai materi guna menembus membran sel.

Jenis Cairan
a.       Cairan zat gizi (nutrien)
Cairan nutrien dapat diberikan melalui intravena dalam bentuk karbohidrat, nitrogen, dan vitamin untuk metabolisme. Cairan nutrien terdiri atas :
1.      Karbohidrat dan air, contoh dekstrosa, levulosa serta invert sugar
2.      Asam amino, contoh: amigen, aminosol, dan travamin
3.      Lemak, contoh : lipomul dan liposyn
b.      Blood volume expanders
Merupakan jenis cairan yang berfungsi meningkatkan volume darah sesudah kehilangan darah atau plasma. Jenis blood volume expanders antara lain : human serum albumin dan dextran dengan konsentrasi yang berbeda.

Gangguan dalam pemenuhan kebutuhan cairan

a.       Hipovolume atau dehidrasi
Kekurangan cairan eksternal dapat terjadi karena penurunan asupan cairan dan kelebihan pengeluaran cairan. Pengosongan cairan ini terjadi pada pasien diare dan muntah, ada tiga macam kekurangan volume cairan eksternal atau dehidrasi, yaitu:
1.      Dehidrasi isotonik, terjadi karena kehilangan sejumlah cairan dan elektroniknya yang seimbang.
2.      Dehidrasi hipertonik, terjadi karena kehilangan sejumlah air yang lebih banyak daripada elektrolitnya.
3.      Dehidrasi hipotonik, terjadi karena tubuh lebih banyak kehilangan elektrolitnya daripada air.
b.      Hipervolume atau overhidrasi
Terdapat dua manifestasi yang ditimbulkan akibat kelebihan cairan yaitu hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema (kelebihan cairan pada intertisial). Normalnya cairan intertisial tidak terikat dengan air, tetapi elastis dan hanya terdapat di antara jaringan.

2.      Gangguan Keseimbangan Asam Basa
1.      Asidosis

a.       Asidosis respiratorik
Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat.
Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam.
Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
Asidosis respiratorik terjadi akibat oenurunan ventilasi pulmonar melalui pengeluaran sadikit karbon dioksida oleh paru-paru. Peningkatan selanjutnya dalam PC arteri dan asam karbonat akan meningkatkan kadar ion hidrogen dalam darah. Asidosis respiratorik dapat bersifat akut atau kronik.
1.      Penyebab
Kondisi klinis yang dapat menyebabkan retensi karbon dioksida dalam darah meliputi pneumonia, emfisema, obstruksi kronis saluran pernapasan, stroke, atau trauma. Obat-obatan tertentu ( barbiturat, narkotik, dan sedatif) atau penyalahgunaan obat akan menekan frekuensi pernapasan dan mengakibatkan asidosis respiratorik.
2.      Faktor Kompensator
a.       Saat karbon dioksida berakumulasi, peningkatan frekuensi respiratorik ketika istirahat terjadi untuk mengeluarkan C  dari tubuh.
b.      Ginjal mengompensasi peningkatan kadar asan dengan mengeksresi lebih banyak ion hidrogen untuk mengembalikan pH darah mendekati tingkat yang normal.
3.      Gejala
Gejala pertama berupa sakit kepala dan rasa mengantuk. Jika keadaannya memburuk, rasa mengantuk akan berlanjut menjadi stupor (penurunan kesadaran) dan koma. Stupor dan koma dapat terjadi dalam beberapa saat jika pernafasan terhenti atau jika pernafasan sangat terganggu, atau setelah berjam-jam jika pernafasan tidak terlalu terganggu. Ginjal berusaha untuk mengkompensasi asidosis dengan menahan bikarbonat, namun proses ini memerlukan waktu beberapa jam bahkan beberapa hari.
4.      Diagnosa
Biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan pH darah dan pengukuran karbondioksida dari darah arteri.
5.      Pengobatan
Pengobatan asidosis respiratorik bertujuan untuk meningkatkan fungsi dari paru-paru. Obat-obatan untuk memperbaiki pernafasan bisa diberikan kepada penderita penyakit paru-paru seperti asma dan emfisema.Pada penderita yang mengalami gangguan pernafasan yang berat, mungkin perlu diberikan pernafasan buatan dengan bantuan ventilator mekanik.
b.      Asidosis metabolik
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam.
Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.
Terjadi saat asam metabolik yang diproduksi secara normal atau ada basa bikarbonat yang hilang dari tubuh.
1.      Penyebab
Asidosis metabolik paling umum terjadi akibat ketoasidosis karena diabetes melitus atau kelaparan, akumulasi asam laktat akibat peningkatan aktivitas otot rangka seperti konvulsi, atau penyakit ginjal. Diare berat dan berkepanjangan disertai hilangnya bikarbonat dapat menyebabkan asidosis.
2.      Faktor kompensator
Hiperventilasi sebagai respon terhadap stimulasi saraf adalah tanda klinis asidosis metabolik. Bersamaan dengan kompensasi ginjal, peningkatan frekuensi respiratorik dapat mengembalikan pH darah mendekati tingkat normalnya. Asidosis yang tidak terkompensasi akan menyebabkan depresi sistem saraf pusat dan mengakibatkan disorientasi serta pada akhirnya, koma, dan kematian.
3.      Gejala
Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun biasanya penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat, namun kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini.
Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami kebingungan.


4.      Diagnosa
Diagnosis asidosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran pH darah yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di pergelangan tangan). Darah arteri digunakan sebagai contoh karena darah vena tidak akurat untuk mengukur pH darah.
Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar karbon dioksida dan bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan untuk membantu menentukan penyebabnya. Misalnya kadar gula darah yang tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan suatu diabetes yang tak terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan bahwa asidosis metabolik yang terjadi disebabkan oleh keracunan atau overdosis. Kadang-kadang dilakukan pemeriksaan air kemih secara mikroskopis dan pengukuran pH air kemih.
5.      Pengobatan
            Pengobatan asidosis metabolik tergantung kepada penyebabnya. Sebagai contoh, diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan diatasi dengan membuang bahan racun tersebut dari dalam darah. Kadang-kadang perlu dilakukan dialisa untuk mengobati overdosis atau keracunan yang berat.
Asidosis metabolik juga bisa diobati secara langsung. Bila terjadi asidosis ringan, yang diperlukan hanya cairan intravena dan pengobatan terhadap penyebabnya. Bila terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat mungkin secara intravena, tetapi bikarbonat hanya memberikan kesembuhan sementara dan dapat membahayakan.

2.      Alkalosis
a.       Alkalosis Respiratorik
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah. Alkalosis terjadi jika C  dikeluarkan terlalu cepat dari paru-paru dan ada penurunan kadarnya dalam darah.
1.      Penyebab
Hiperventilasi dpat disebabkan oleh kecemasan, akibat demam, akibat pengaruh overdosis aspirin pada pusat pernapasan, akibat hipoksia karena tekanan udara yang rendah di dataran tinggi, atau akibat anemia berat.
2.      Faktor Kompensator
Jika hiperventilasi terjadi akibat kecemasan gejalanya dapat diredekan memlalui pengisapan kembali karbon dioksida yang sudah dikeluarkan. Ginjal mengompensasi cairan alkali tubular dengan mengeksresikan ion bikarbonat dn menahan ion hidrogen.
3.      Gejala
Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan dapat menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah. Jika keadaannya makin memburuk, bisa terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran.
4.      Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran kadar karbondioksida dalam darah arteri pH darah juga sering meningkat.
5.      Pengobatan
Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat pernafasan. Jika penyebabnya adalah kecemasan, memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini. Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri.
      Menghembuskan nafas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup kembali karbondioksida yang dihembuskannya.
Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan nafasnya selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan menahan kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu rangkaian sebanyak 6-10 kali. Jika kadar karbondioksida meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik, sehingga mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan serangan alkalosis respiratorik.
b.      Alkalosis Metabolik
Alkalosis metabolik adalah suatu kondisi kelebiham bikarbonat. Hal ini terjadi jika ada pengeluaran berlebihan ion hidrogen atau peningkatan berlebih ion bikarbonat dalam cairan tubuh.
1.      Penyebab
Muntah yang berkepanjangan (pengeluaran asam klorida lambung), disfungsi ginjal, pengobatan dengan diurektik yang mengakibatkan hipokalemia dan penipisan volume CES, atau pemakaian antasid berlebihan dapat menyebabkan alkalosis metabolik.
2.      Faktor Kompensator
a.       Kompensasi respiratorik adalah penurunan ventilasi pulmonar dan mengakibatkan peningkatan PC  dan asam karbonat.
b.      Kompensasi ginjal melibatkan sedikit eksresi ion amonium, lebih banyak eksresi ion natrium dan kalium, berkurangnya cadangan ion bikarbonat, dan lebih banyak ekskresi bikarbonat.
3.      Gejala
            Alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah tersinggung), otot berkedut dan kejang otot; atau tanpa gejala sama sekali. Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat terjadi kontraksi (pengerutan) dan spasme (kejang) otot yang berkepanjangan (tetani).
4.      Diagnosa
Dilakukan pemeriksaan darah arteri untuk menunjukkan darah dalam keadaan basa.
5.      Pengobatan
Biasanya alkalosis metabolik diatasi dengan pemberian cairan dan elektrolit (natrium dan kalium) . Pada kasus yang berat, diberikan amonium klorida secara intravena.

3.      Gangguan Cairan Elektrolit
A.    Natrium
Natrium merupakan kation dalam tubuh yang berfungsi dalam pengaturan osmolaritas dan volume cairan tubuh. Natrium ini paling banyak pada cairan ekstrasel. Pengaturan konsentrasi cairan ekstrasel diatur oleh ADH dan aldosteron. ADH mengatur sejumlah air yang diserap kembali kedalam ginjal dari tubulus renalis. Sedangkan aldosteron dihasilkan oleh korteks suprarenal yang berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan konsentrasi natrium dalam plasma dan prosesnya dibantu oleh ADH. Aldosteron juga mengatur keseimbangan jumlah natrium yang diserap kembali oleh darah. Natrium tidak hanya bergerak kedalam atau keluar tubuh, ettapi juga mengatur keseimbangan cairan tubuh. Ekskresi natrium dapat dilakukan melalui ginjal dan sebagian kecil melalui tinja, keringat, dan air mata.

Gangguan keseimbangan natrium
1.      Hiponatremia
Hiponatremia dapat terjadi pada keadaan tonisitas atau osmolalitas yang rendah, normal ataupun tinggi. Sebagian besar kejadian hiponatremia berkaitan dengan hipotonisitas, yang berarti bila jumlah asupan cairan melebihi kemampuan eskresi
Etiologi dari hiponatremia dapat dibagi atas :
a.      Hiponatremia dengan   osmolalitas   plasma  normal
pemberian cairan iso-osmotik yang tidak mengandung natrium ke cairan ekstra sel dapat menimbulkan hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal. Termasuk dalam hal ini, keadaan hiperproteinemia dan hiperlipidemia
b.      Hiponatremia  dengan   osmolalitas   plasma  tinggi
Pada keadaan osmolalitas plasma yang tinggi, seperti pada keadaan hiperglikemia berat atau pemberian manitol intravena. Cairan intrasel akan keluar ke ekstrasel menyebabkan dilusi cairan ekstrasel, dan menyebabkan hiponatremia.
c.       Hiponatremia  dengan   osmolalitas   plasma  rendah
Terjadi pada keadaan seperti gagal jantung, sirosis, insufisiensi renal, sindroma nefrotik. Keadaan-keadaan ini terjadi dengan volume CES yang meningkat. Pada SIADH, volume CES normal dan pada keadaan muntah atau pada pemakaian diuretik, volume CES menurun.
d.      Hiponatremia akut
Diartikan sebagai kejadian hiponatremia dalam jangka waktu kurang dari 48 jam. Pada keadaan ini tertjadi perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel, termasuk ke sel otak. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema otak yang mana keadaan ini merupakan keadaan berat yang dapat menyebabkan kejang dan penurunan kesadaran. Edema otak yang terjadi, dibatasi oleh kranium disekitarnya, yang mengakibatkan terjadinya hipertensi intrakranial dengan resiko brain injury.
e.      Hiponatremia kronik
Diartikan sebagai keadaan hiponatremia dalam jangka waktu yang lebih dari 48 jam. Gejala yang timbul tidak berat karena ada proses adaptasi. Pada keadaan ini, cairan akan keluar dari jaringan otak dalam beberapa jam. Gejala yang timbul hanya berupa lemas dan mengantuk, bahkan dapat tanpa gejala. Keadaan ini dikenal juga dengan hiponatremia asimtomatik.
2.      Hipernatremia
Hipernatremia adalah suatu keadaan dengan defisit cairan relatif, dalam artian merupakan keadaan hipertonisitas, atau hiperosmolalitas. Etiologi dari hipernatremia adalah :
a.       Adanya defisit cairan tubuh akibat ekskresi air yang melebihi ekskresi natrium. Seperti pada pengeluaran keringat, insesible water loss, diare osmotik akibat pemberian laktulosa atau sorbitol
b.      Asupan air yang kurang, pada pasien dengan gangguan pusat rasa haus di hipotalamus akibat tumor dan gangguan vaskuler
c.       Penambahan natrium yang berlebihan, seperti pada koreksi asidosis dengan bikarbonat, atau pemberian natrium yang berlebihan
d.      Masuknya air tanpa elektrolit ke dalam sel, misalnya setelah latihan fisik berat.
Keadaan hipernatremia akan membuat cairan intraseluler keluar ke ekstraseluler untuk menyeimbangkan osmolalitas cairan ekstrasel. Hal ini akan membuat terjadinya pengkerutan sel, dan bila terjadi pada sel saraf sistem saraf pusat, maka akan menimbulkan disfungsi kognitif, seperti lemah, bingung, sampai kejang.
Diagnosa Gangguan Keseimbangan Natrium
1.      Hiponatremia
                  Diagnosis ditegakkan bila natrium dibawah 135 mmol/L. Berdasarkan klinis, hal yang penting kita tentukan adalah hiponatremia akut yang ditandai dengan gejala kesadaran yang menurun dan kejang. Sedangkan hiponateremia kronik ditandai dengan mengantuk dan lemas saja, bahkan tanpa gejala. Dan untuk menentukan penyebab hiponatremia, perlu dilakukan pemeriksaan osmolalitas serum, penilaian status Extracelluler Volume (ECV) dan natrium urin. ECV diukur menggunakan perangkat laboratorium. Secara langsung, ECV diukur dengan menggunakan zat kontras, dan diberi label dengan inulin, manitol dan sorbitol.
2.      Hipernatremia
                  Diagnosis ditegakkan bila natrium palsma meningkat secara akut dengan nilai di atas 155 mEq/L.dan berakibat fatal bila diatas 185 mEq/L Berdasarkan klinis dapat kita temui letargi, lemas, twitching, kejang dan akhirnya koma. Untuk menentukan etiologi, selain pengukuran natrium serum, perlu dilakukan pengukuran natrium urin dan dilakukan penilaian untuk osmolalitas urin.
B.        Kalium
                    Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan intrasel dan berfungsi mengatur keseimbangan elektrolit. Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan mekanisme perubahan ion natrium dalam tubulus ginjal dan sekresi aldostteron. Aldosteron juga berfungsi mengatur keseimbangan kadar kalium dalam plasma (cairan ekstrasel). Sistem pengaturannya mellaui tinga langkah, yaitu:
1.      Peningkatan konsentrasi kalium dalam cairan ekstrasel yang menyebabkan peningkatan produksi aldosteron.
2.      Peningkatan jumlah aldosteron akan memengaruhi jumlah kalium yang dikeluarkan melalui ginjal.
3.      Peningkatan pengeluaran kalium, konsentrasi kalium dalam cairan ekstra sel menurun
                    Kalium berpengaruh terhadap fungsi sistem pernapasan. Partikel penting dalam kalium ini berfungsi untuk menghantarkan impuls listrik ke jantung, otot lain, jarngan paru-paru, dan jaringan usus pencernaan. Eksresi kalium dilakukan melalui urine, dan sebagian lagi melalui tinja dan keringat.

Gangguan Keseimbangan Kalium
1.       Hipokalemia
Asupan kalium yang kurang. Secara fisiologis, ekskresi kalium di ginjal sebanding dengan jumlah asupan. Hipokalemia jarang yang hanya disebabkan asupan kalium yang rendah saja.
Pengeluaran Kalium yang berlebihan. Ekskresi kalium dapat melalui sistem pencernaan, keringat atau ginjal. Beberapa etiologi ekskresi kalium meningkat adalah muntah, pemakaian NGT, diare, pemakaian diuretik loop dan tiazid serta hiperaldosteronisme.
Defisiensi kalium dapat mempengaruhi berbagai sistem organ, seperti sistem kardiovaskuler, otot dan ginjal. Hipokalemia dapat menyebabkan hipertensi dan aritmia ventrikel. Mekanisme terjadinya hipertensi masih belum dapat dijelaskan dengan baik. Akan tetapi, keadaan ini dihubungkan dengan retensi garam di ginjal, selain akibat berbagai proses hormonal. Aritmia terjadi akibat membran potensial otot jantung yang terdepolarisasi sebagian, sehingga terjadi automatisasi, atau akan muncul gelombang ‘u’, dan pemanjangan QT. Gangguan jantung diperburuk oleh pengobatan digoksin dan pasien dengan iskemia. Keadaan hipokalemia dapat memeperburuk hiperglikemia pada pasien diabetes, akibat pengaruh terhadap pelepasan insulin dan sensitivitas organ terhadap insulin. Rabdomiolisis dapat terjadi sebagai akibat dari hiperpolarisasi sel otot rangka, selain adanya gejala kram, mialgia, dan mudah lelah. Hipokalemia dapat mempengaruhi keseimbangan asam basa sistemik, melalui efek terhadap berbagai komponen dari regulasi asam basa di ginjal.
2.       Hiperkalemia
Ada 2 mekanisme terjadinya hiperkalemia, yaitu :
a.       Kelebihan asupan kalium melalui makanan. Buah–buahan dan sayur–sayuran banyak mengandung kalium. Campuran garam dapat mengandung kalium, dan kelebihan asupan dapat terjadi pada pemberian makanan enteral.
b.      Keluarnya kalium dari intra sel ke ekstrasel. Keadaan asidosis metabolik, selain yang disebabkan oleh KAD atau asidosis laktat, defisisensi insulin, pemakaian beta blocker, dan pseudohiperkalemia akibat pengambilan sampel darah yang lisis. Kelainan klinik bergantung kepada kadar kalsium, dan keseimbangan asam-basa.
c.       Berkurangnya ekskresi melalui ginjal. Terjadi pada keadaan hiperaldosteronisme, gagal ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif pada CHF dan pemakaian siklosporin. Dewasa ini diketahui pemakaian ACE inhibitor juga faktor resiko untuk hiperkalemia.
Pada hiperkalemia, terjadi peningkatan kepekaan membran sel, sehingga dengan sedikit perubahan depolarisasi, potensial aksi dapat dengan mudah terjadi. Hal ini menimbulkan kelemahan otot sampai paralisis dan gagal nafas. Gejala yang paling buruk adalah penurunan kecepatan sistem konduksi miokard dan meningkatkan repolarisasi miokard. Gangguan konduksi akan menimbulkan pemanjangan PR interval, gelombang P yang mendatar atau QRS kompleks melebar pada EKG. Peningkatan repolarisasi akan menimbulkan gelombang T yang meninggi     ( peaked T waves ), yang merupakan keadaan yang berisiko terjadinya aritmia.
Diagnosis Gangguan Keseimbangan Kalium
1.      Hipokalemia
              Didasarkan kepada hasil pengukuran kalium serum kecil dari 3,5 mmol/L. Untuk mengetahui penyebab dilanjutkan dengan pengukuran kaium urin, sttaus asam basa dan Transtubular Kalium Consentration Gradient (TTKG). Hipokalemia dengan ekskresi kalium ada urin meningkat menunjukkan adanya pembuangan yang berlebihan. Hipokalemia dengan ekskresi kalium rendah dengan asidosis metabolik yang berlebihan Hipokalemia dengan ekskresi kalium rendah dengan asidosis metabolik menunjukkan adanya pembuangan kalium pada saluran cerna seperti pada diare. Hipokalemia dengan ekskresi kalium rendah dengan alkalosis metabolik menunjukkan adanya muntah kronik atau pemberian diuretik jangka lama. Hipokalemia pertanda Sindroma Bartter Hipokalemia dengan ekskresi kalium tinggi dengan alkalosis metabolik dan disertai tekanan darah tinggi merupakan pertanda hiperaldosteronisme primer gejaal hipokalemia dapat berupa kembung, otot kram, mialgia, dan mudah lelah.
2.      Hiperkalemia
            Diagnosis ditegakkan berdasarkan nilai kalium serum diatas 5,1 mmol/L dengan manifestasi klinis kelemahan otot sampai paralisis, sehingga pasien merasa sesak nafas. Pemeriksaan EKG mutlak dilakukan untuk melihat adanya gelombang T yang tinggi dan runcing (T tall), AV Blok, QRS melebar atau aritmia ventrikel.
C.       Kalsium
Kalsium dalam tubuh berfungsi dalam pembentukan tulang, penghantar impuls kontraksi otot, koagulasi darah, dan membantu beberapa enzimpankreas. Konsentrasi kalsium dalam tubuh diatur langsung oleh hormon pratiroid melalui proses reabsrobsi tulang. Jika kadar kalsium darah menurun, kelenjar paratiroid akan merangsang pembentukan hormon paratiroid yang langsung meningkatkan jumlah kalsium dalam darah. Kalsium diekskresikan melalui urine dan keringat.
Gangguan Keseimbangan Kalsium
1.      Hipokalsemia, antara lain:
a.      Hipoparatiroidisme
Keadaan ini dapat herediter maupun didapat. Untuk yang didapat, bisa terjadi karena iradiasi leher atau pasca paratiroidektomi, yang dikenal dengan Hungry Bone Syndrome. Keadaan ini memberikan efek tulang yang akan meabsorpsi Ca dalam jumlah besar. Penyebab yang berhubungan dengan Vitamin D yaitu, asupan yang kurang, dan gangguan absorpsi. Pada keadaan penyakit kritis dan sepsis berat dapat menjadi penyebab.
b.      Pada keadaan hipokalsemia
Terjadi peningkatan eksitabilitas saraf di tangan dan lengan, yang disebabkan oleh hipokalsemia, dan bila iskemia dibuat, yaitu dengan menggunakan sfigmomanometer, akan muncul twitching. Keadaan in dikenal dengan Trousseau’s Sign. Chovtek’s Sign dapat muncul dengan cara mengetok pada titik tertentu pada wajah, yang ditandai dengan adanya respon berupa twitching. Mekanisme terjadinya adalah adanya stimulasi mekanik langsung serabut motorik wajah.
c.       Hiperkalsemia
Hiperkalsemia mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Akan tetapi yang paling utama adalah sistem saraf pusat dan ginjal. Pada sistem saraf pusat, kalsium memberikan efek sebagai depresan langsung. Sehingga pada keadaan kalsium yang tinggi, akan terjadi gangguan psikis berupa ansietas, depresi dan perubahan kepribadian, Pada keadaan lanjut, dapat menyebabkan penurunan kesadaran, bahkan kematian. Efek pada ginjal adalah nefrolitiasis akibat dari hiperkalsiuria. Selain itu dapat terjadi poliuria dan polidipsia. Fungsi ginjal menurun akibat vasokonstriksi renal akibat hiperkalsemia. Efek pada saluran pencernaan adalah berupa mual, muntah, konstipasi atau diare.
Diagnosis Gangguan Keseimbangan Kalsium
1.      Hipokalsemia,
              Diagnosis dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dimana kalsium serum serum < 8,8 mmol/L, setelah nilai dikoreksi sesuai albimun serum. Nilai koreksi : Ca serum+ (0,8 x (albumin serum normal-albumin)) gejala neurologik, yaitu bingung, ensefalopati, psikosis. Tanda Chovctek yaitu kontraksi otot wajah yang dirangsang dengan mengetuk ringan nervus fasialis pada lokasi-lokasi tertentu.
2.      Hiperkalsemia
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kalsium serum diatas 10,5 mmol/L setelah nilai dikoreksi sesuai albumin serum. Nilai koreksi 21: Ca serum + (0,8x(albumin serum normal-albumin aktual)).  Gejala klinis dapat asimtomatik dan dapat berupa 15,23 : Konstipasi, anoreksia, nausea, muntah, nyeri abdomen dan ileus pada peninggian yang lebih hebat dapat muncul gejala emosi labil, delirium, psikosis lemas, dan kejang. Dapat terjadi nefrolotiasis atau uretrolitasis.
D.    Magnesium
Magnesium merupakan kation dalam tubuh yang terpenting kedua dalam cairan intrasel. Keseimbangannya diatur oleh kelenjar paratiroid. Magnesium diabsropsi dari saluran pencernaan. Magnesium dalam tubuh dipengaruhi oleh konsentrasi kalsium. Hipomagnesemia terjadi bila konsentrasi serum turun dari 1,5 mEq/L. Sedangkan hipermagnesemia terjadi bila kadar megnesiumnya lebih dari 2,5 mEq/L.
Gangguan Keseimbangan Magnesium
1.       Hipomagnesemia
Hipomagnesemia terjadi akibat kehilangan pada sistem pencernaan atau pada ginjal. Asupan yang kurang dapat pula menjadi penyebab. Hal ini biasa terjadi pada alkoholik, pemberian nutrisi enteral dalam jangka waktu yang lama atau kelainan hipomagnesemia genetik. Redistribusi dari intrasel ke ekstra sel terjadi pada keadaan hungry bone syndrome, hiperadrenergik, pankreatitis akut dan Refeeding syndrome. Gangguan Sistem Pencernaan seperti pada semua penyakit diare dapat menyebabkan hipomagnesemia. Gangguan malabsorpsi juga merupakan penyebab, dimana sering            merupakan        kelainan           genetik.
Ekskresi pada ginjal yang banyak terjadi pada penggunaan diuretik, alkoholik akibat gangguan reasorbsi, hiperkalsemia, ekspansi volume cairan ekstrasel, dan obat – obatan nefrotoksin seperti aminoglikosida, sisplatin, siklosforin A, dan amfoterisin dan pentamidin. Barrter Syndrome dan Gitelman Syndrome juga merupakan bagian dari kelompok penyebab ini, dimana Bartter Syndrome merupakan kelainan pada transporter NaCl pada ansa henle ginjal, sedangkan Gitelman Syndrome merupakan defek genetik yang berhubungan dengan transporter NaCl pada tubulus distal ginjal.
2.       Hipermagnesemia
Hipermagnesemia dapat terjadi pada keadaan gangguan ginjal terminal, dimana ginjal tidak dapat lagi mengekskresikan Mg sebagai mana mestinya. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh asupan yang berlebihan, walaupun sangat jarang terjadi. Penyebab paling banyak adalah akibat penggunaan obat–obatan yang mengandung magnesium seperti pada antasida dan beberapa laksansia. Penyebab lainnya adalah penggunaan litium untuk terapi maupun diagnostik, hipotiroidisme, penyakit adison, penyakit hipokalsiurik hiperkalsemia, milk alkali syndrome dan ketoasidosis diabetik. Selain itu, pada keadaan kerusakan jaringan eksesif, seperti syok, sepsis atau luka bakar, juga dapat menjadi penyebab. Hemolisis juga dapat menjadi faktor pencetus hipermagnesemia, mengingat kadar Mg eritrosit tiga kali lebih banyak dari Mg serum.

Diagnosis Gangguan Keseimbangan Magnesium
1.      Hipomagnesemia
Hipomagnesemia ditegakkan berdasarkan nilai Mg serum dibawah 1,7 mmol/L. Pemeriksaan magnesium bukan merupakan bagian dari pemeriksaan darah rutin untuk elektrolit. Kemungkinan adanya hipomagnesemia harus dicurigai pada keadaan diare kronik, hipokalemia berulang, hipokalsemia dan aritmia ventrikuler, khususnya pada keadaan iskemik.8,24
Dalam menegakkan diagnosis, perlu dibedakan apakah kelainan disebabkan oleh gangguan ginjal atau kehilangan dari gastrointestinal dan hal ini penting untuk terapi.
2.      Hipermagnesemia
Hipermagnesemia diartikan sebagai kadar Mg serum diatas 2,3 mmol/L. Berdasarkan klinis, dapat ditegakkan diagnosis. Adapun klinis hipermagnesemia berupa : Nausea, flushing, sakit kepala, letargi, penurunan refleks tendon. Dapat menjadi kelumpuhan otot, blok jantung dan kematian.
3.      Jenis-Jenis Cairan Infus
a.      ASERING
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam
berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
1)       Na 130 mEq
2)       K 4 mEq
3)       Cl 109 mEq
4)       Ca 3 mEq
5)       Asetat (garam) 28 mEq
Keunggulan:
1.      Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hati
2.      Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada neonatus
3.      Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan isofluran
4.      Mempunyai efek vasodilator
5.      Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral
b.      KA-EN 1B


Indikasi:
  1. Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
  2. < 24 jam pasca operasi
  3. Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
  4. Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam
c.       KA-EN 3A & KA-EN 3B
Indikasi:
  1. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
  2. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
  3. Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
  4. Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B
3.       KA-EN MG3
Indikasi :
  1. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
  2. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
  3. Mensuplai kalium 20 mEq/L
  4. Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L

5.      KA-EN 4A

Indikasi :
  1. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak
  2. Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal
  3. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi (per 1000 ml):
1.       Na 30 mEq/L
  1. K 0 mEq/L
  2. Cl 20 mEq/L
  3. Laktat 10 mEq/L
  4. Glukosa 40 gr/L
6.       KA-EN 4B
Indikasi:
  1. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun
  2. Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko hipokalemia
  3. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
            Komposisi:
1.      Na 30 mEq/L
2.      K 8 mEq/L
3.      Cl 28 mEq/L
4.      Laktat 10 mEq/L
5.      Glukosa 37,5 gr/L

7.Otsu-NS
Indikasi:
  1. Untuk resusitasi
  2. Kehilangan Na > Cl, misal diare
  3. Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)

8.Otsu-RL

Indikasi:
  1. Resusitasi
  2. Suplai ion bikarbonat
  3. Asidosis metabolik



9.MARTOS-10

Indikasi:
  1. Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik
  2. Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi berat, stres berat dan defisiensi protein
  3. Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam
  4. Mengandung 400 kcal/L
10.AMIPAREN
Indikasi:
  1. Stres metabolik berat
  2. Luka bakar
  3. Infeksi berat
  4. Kwasiokor
  5. Pasca operasi
  6. Total Parenteral Nutrition
  7. Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit
11.AMINOVEL-600
Indikasi:
  1. Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI
  2. Penderita GI yang dipuasakan
  3. Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca operasi)
  4. Stres metabolik sedang
  5. Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)



12.PAN-AMING
Indikasi:
  1. Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan
  2. Nitrisi dini pasca operasi
  3. Tifoid









Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan Rasa Nyaman
                    
A.    Pengertian Kebutuhan Psikososial:
Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan system terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan ini disebut dengan sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk social, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal positif
1.      Status Emosi
Setiap individu mempunyai kebutuhan emosi dasar, termasuk kebutuhan akan cinta, kepercayaan, otonomi, identitas, harga diri, penghargaan dan rasa aman. Schultz (1966) Merangkum kebutuhan tersebut sebagai kebutuhan interpersonal untuk inklusi, control dan afeksi.Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, akibatnya dapt berupa perasaan atau prilaku yang tidak diharapkan, seperti ansietas, kemarahan, kesepian dan rasa tidak pasti.Kebutuhan interpersonal akan inklusi, control dan afeksi kadang saling tumpang tindih dan berkesinambungan.
a.         Kebutuhan akan inklusi :
Merupakan kebutuhan untuk menetapkan dan memelihara hubungan yang memuaskan dengan orang.Dalam lingkungan perawatan kesehatan, kebutuhan inklusi dapat dipenuhi dengan memberi informasi dan menjawab semua pertanyaan, menjelaskan tanggung jawab dalam memberi perawatan dan mengenali kebutuhan serta kesukaan pasien.
b.        Kebutuhan akan kontrol :
Berhubungan dengan kebutuhan untuk menentukan dan memelihara hubungan yang memuaskan dengan orang lain dengan memperhatikan kekuasaan, pembuatan keputusan dan otoritas.
Contoh: Saat orang melepaskan tanggung jawab pribadinya dan menjadi pasien yang sangat terikat dan tidak berdaya yang selalu meminta petunjuk dari semua orang mengenai apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Dibalik prilaku itu tersembunyi ansietas, bermusuhan dan kurang percaya terhadap orang lain  atau diri sendiri. Intervensi keperawatan yang membantu pasien menerima tanggung jawab untum membuat keputusan mengenai perawatan pasien yang menunjang pemulihan control.

c.        Kebutuhan Afeksi :
Seseorang membangun hubungan saling memberi dan saling menerima  berdasarkan saling menyukai. Afeksi diungkapkan dengan kata-kata cinta, suka, akrab secara emosional, pribadi, sahabat, dan intimasi.

RENTANG RESPONS EMOSIONAL
a.   Kepekaan emosional
Adalah Respons emosional termasuk dipengaruhi oleh dan berperan aktif dalam dunia internal dan eksternal sesorang. Tersirat bahwa orang tersebut terbuka dan sadar akan perasaannya sendiri.
b.   Reaksi berduka takterkomplikasi
Terjadi sebagai respons terhadap kehilangan dan tersirat bahwa seseorang sedang menghadapi suatu kehilngan yang nyata serta terbenam dalam proses berdukanya.
c.   Supresi emosi
Mungkin tampak sebagai penyangkalan (denial) terhadap perasaan sendiri, pelepasan dari keterikatandengan emosi atau penalaran terhadap semua aspek dari dunia afektif seseorang.
d.   Penundaan reaksi berkabung
Ketidak adaan yang persisten respons emosional terhadap kehilangan .ini dapat terjadi pada     awal proses berkabung dan menjadi nyata pada kemunduran proses, mulai terjadi atau keduanya. Penundaan dan penolakan proses berduka kadang terjadi bertahun-tahun.
e.    Depresi atau melankolia
Suatu kesedihan atau perasaan berduka berkepanjangan.Dapat digunakan untuk menunjukkan berbagai fenomena, tanda, gejala, sindrom, keadaan emosional, reaksi, penyakit atau klinik.

2.      Konsep Diri
Konsep diri adalah semua perasaan kepercayaan dan nilai yang diketahui tentang dirinya dan memengaruhi individu dalam bersosialisasi dengan orang lain. Konsep diri berkembang secara bertahap saat bayi molai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain.Pembentukan konsep diri ini sangat dipengaruhi oleh asuhan orang tua dan lingkungannya.
Menurut Deaux, Dane, &Wrightsman [1993] , konsep diri adalah sekumpulan keyakinan dan perasaan seseorang mengenai dirinya. Keyakinan seseorang mengenai dirinya bias berkaitan dengan bakat , minat , kemampuan , penampilan fisik , dan lain sebagainya. Pembentukan konsep diri dipengaruhi oleh orang lain dalam proses interaksi social.
Menurut Cooley [1964] lewat analogi cermin sebagai sarana bagi seseorang melihat dirinya, konsep diri seseorang diperoleh dari hasil penilaian atau evaluasi orang lain terhadap dirinya. Apa yang dipikirkan orang lain tentang kita menjadi sumber informasi tentang siapa diri kita.
Vaughan & Hogg [2002] menyatakan bahwa hasil dari tindakan kita mendorong kita untuk melakukan introspeksi dan persepsi diri. Introspeksi dilakukan seseorang ketika ia berusaha memahami dan menilai mengapa ia melakukan tindakan tertentu. Persepsi diri dilakukan seseorang ketika ia mengatribusikan secara internal hasil yang diterimanya.
  
3.      Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri (Stuart and Sundeen, 1991). Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu sering gagal , maka cenderung harga diri rendah.
Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan menerima penghargaan dari orang lain (Keliat, 1992). Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut. Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah.
 Harga diri tinggi terkait dengam ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk dan resiko terjadi depresi dan skizofrenia.
 Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional ( trauma ) atau kronis ( negatif self evaluasi yang telah berlangsung lama ). Dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung (nyata atau tidak nyata).
Menurut Vaughan dan Hogg faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan harga diri:
1.      Harga diri yang positif membuat orang merasa nyaman dengan dirinya di tengah kepastian akan kematian yang suatu waktu akan dihadapinya. Greenberg, Pyszczynski, dan Solomon (1986) dalam terror management theory, menyatakan bahwamanusia mengalami kecemasan dalam menghadapi kematian. Greenberg dkk melakukan eksperimen yang hasilnya menunjukan bahwa partisipan eskperimen yang mendapat penilaian positif terhadap aspek-aspek kepribadiannya, harga dirinya positif, lebih sedikit mengalami arousal fisik dan kecemasan ketika menonton video tentang kematian yang sengaja diputar oleh eksperimen.
2.      Harga diri yang positif membuat orang dapat mengatasi kecemasn, kesepian, dan penolakan social. Dalam hal ini, harga diri menjadi alat ukur social (sociometer) untuk melihat sejauh mana seseorang merasa diterima dan menyatu dengan lingkungan sosialnya. Dengan demikian, semakin positif harga diri yang dimiliki, semakin menunjukan bahwa ia semakin merasa diterima dan menyatu dengan orang-orang di sekitarnya.
Menurut beberapa ahli dikemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
gangguan harga diri, seperti :
 1. Perkembangan individu.
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain. Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang yang dekat atau penting baginya. Ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan bertanggung jawab terhadap prilakunya. Sikap orangtua yang terlalu mengatur dan mengontrol, membuat anak merasa tidak berguna.
 2. Ideal Diri tidak realistis.
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang tidak dapat Konsep diri , Selalu dicapai, seperti cita –cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis yang pada kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan hilang.
 3. Gangguan fisik dan mental
Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.


4. Sistim keluarga yang tidak berfungsi.
Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun harga diri anak dengan baik. Orang tua memberi umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan merusak harga diri anak. Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan masalah tidak adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan di lingkungannya.
5.Pengalaman traumatik yang berulang,
misalnya akibat aniaya fisik, emosi &seksual.Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik, emosi,peperangan, bencana alam, kecelakan atau perampokan.Individu merasa tidakmampu mengontrol lingkungan.Respon atau strategi untuk menghadapi traumaumumnya mengingkari trauma, mengubah arti trauma, respon yang biasa efektifterganggu.Akibatnya koping yang biasa berkembang adalah depresi dan denialpada trauma.

B.     Rasa Nyaman (Bebas Nyeri)
a.      Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam sklaa atau tingkatannya. Berikut ini merupakan pendapat beberapa ahli mengenai pengertian nyeri :
1.      Mc. Coffery (1979), mendifinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang memengaruhi seseorang, yang keberadaan nyeri dapat diketahui hanya jika oranng tersebut mengalaminya.
2.      Wolf Weifsel Feurst (1974), mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan mental  atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.
3.      ArturC.Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak sehigga individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
Secara umum, nyeri  diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupuun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis, maupun emosional.

b.      Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat hilang, tidak melebihi enam bulan, serta ditandai dengan adanya peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasana berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari enam bulan.

Perbedaan nyeri akut dan kronis
Karakteristik
Nyeri Akut
Nyeri Kronis
Pengalaman
Suatu kejadian
Suatu situasi, status, eksistensi
Sumber
Sebab eksternal atau penyakit dari dalam
Tidak diketahui atau pengobatan yang terlalu lama.
Serangan
Mendadak
Bisa mendadak, berkembang, dan terselubung
Waktu
Sampai enam bulan
Lebih dari enam bulan, sampai bertahun-tahun.
Pernyataan Nyeri
Daerah nyeri tidak diketahui
Daerah nyeri sulit dibedakan intensitasnya, sehingga sulit dievaluasi (Perubahan Perasaan).
Gejala-gejala klinis
Pola respon yang khas dengan gejala yang lebih jelas
Pola respon yang bervariasi, sedikit gejala-gejala (adaptasi).
Pola
Terbatas
Berlangsung terus sehingga dapat bervariasi
Perjalanan
Biasanya berkurang setelah beberapa saat
Penderitaan meningkat setelah beberapa saat.

Selain klasifikasi nyeri diatas, terdapat jenis nyeri yang spesifik, diantaranya nyeri somatis, nyeri menjalar (refent pain), nyeri psikogenik, nyeri phantom dari ekstremitas, nyeri neurologis, dan lain-lain. Umumnya, nyeri somatis dan nyeri viresal ini bersumber dari kulit dan jaringan di bawah kulit (superfisial), yaitu pada otot dan tulang. Perbedaan antara kedua nyeri ini sebagai berikut.

Karakteristik

Nyeri Somatis

Nyeri Viseral
Superfisialis
Dalam

Kualitas
Tajam, menusuk, dan membakar
Tajam, tumpul, dan nyeri terus
Tajam, tumpul, nyeri terus, dan kejang
Menjalar
Tidak
Tidak
Ya

Stimulasi

Torehan, abrasi terlalu panas dan dingin

Torehan, panas, iskemia pergeseran tempat
Distensi, iskemia, spasmus, iritasi kimiawi (tdk torehan)
Reaksi autonom
Tidak
Ya
Ya
Refleks kontraksi otot
Tidak
Ya
Ya

Stimulasi Nyeri
Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, diantaranya :
1.      Trauma pada jaringan tubuh. Misalnya karena bedah, akibat terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secara lngsung pada reseptor.
2.      Ganguan pada jaringan tubuh. Misalnya karena edema, akibat terjadinya penekanan pada reseptor nyeri.
3.      Tumor, dapat juga menekan reseptor nyeri
4.      Iskemia pada jaringan. Misalnya terjadi blokade pada arteria koronaria yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
5.      Spesme otot, dapat menstimulasi mekanik


c.       Teori Nyeri
1.      Teori pemisahan (Specificity theory)
Menurut teori ii rangsangan sakit masuk ke medula spinalis (spinal cord) melalui kornu dorsalis yang bersinaps di daerah posterior. Kemudian naik ke tractus lissur dan menyilang di garis median ke sisi lainnya dan berakhir di korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
2.      Teori pola (pattern theory)
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medula spinalis dan merangsang aktivitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi oleh medalitas respons dari reaksi sel T.
3.      Teori Pengendalian gerbang (gate control theory)
Menurut teori ini nyeri bergantung dari kerja serat saraf besar dan kecil. Keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat akan meningkatkan aktivitas substansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan terhambat.
4.      Teori transmisi dan inhibisi
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmitter yang spesifik.
d.      Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
1.      Arti
Arti nyeri bagi individu memiliki perbedaan dan hampir sebagian arti nyeri tersebut merupakan arti negatif, seperti membahayakan, merusak, dan lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang osial kultur, lingkungan, dan pengalaman.
2.      Persepsi nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilain subjektif, tempatnya pada korteks yang dipengaruhi oleh faktor yang dapat memicu stimulasi nociceptor.
3.      Toleransi nyeri
Berhubungan erat dengan adanya intensitas nyeri yang dapat memengaruhi seseorang menahan nyeri.
4.      Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap merupakan bentuk respon seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk respon nyeri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya harapan sosial, kesehatan fisik






         









DAFTAR  PUSTAKA
Ambarawati, E.R & Sunarsih.T, 2011, KDPK Kebidanan, Yogyakarta: Nuha Medika
A.Aziz Alimul Hidayat, 2008, Keterampilan Dasar Klinik untuk Kebidanan Cetakan kedua, Jakarta: Salemba Medika
Dede, 2013, Konsep Diri Psikososial.http//dedeol.blogspot.com (diakses 20 september 2016)
Ngurah Jaya Antara, 2013, Jenis-jenis Cairan Infus.http://ngurahjayaantara.blogspot.com (diakses 20 September 2016)
Wikipedia, 2012, Pengertian Harga Diri hhtp//id.m.wikipedia.org/wiki/Harga_diri.com (diakses 21 September)







                             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar