Senin, 01 Mei 2017

PLATYHELMINTHES

PLATYHELMINTHES 


A.    Pengertian Platyhelminthes
Platyhelminthes berasal dari bahasa yunani, Platy = Pipih dan Helminthes = cacing. Oleh sebab itulah Filum platyhelminthes sering disebut Cacing Pipih. Platyhelminthes adalah filum ketiga dari kingdom animalia setelah porifera dan coelenterata. Platyhelminthes adalah hewan triploblastik yang paling sederhana. Cacing ini bisa hidup bebas dan bisa hidup parasit. Yang merugikan adalah platyhelminthes yang hidup dengan cara parasite.
Platyhelminthes merupakan kelompok hewan menyerupai cacing yang dikenal dengan Vermes. Platyhelminthes berasal dari bahasa Yunani, yaitu platy yang berarti pipih dan hemins yang berarti cacing. Platyhelminthes merupakan kelompok cacing yang struktur tubuhnya paling sederhana. Platyhelminthes memiliki tubuh pipih, lunak, simetri bilateral dan bersifat hermaprodit. Tubuh dapat dibedakan dengan tegas antara posterior dan anterior, dorsal dan ventral. Bersifat tripoblastik, dinding tubuh terdiri atas 3 lapisan, yaitu ektoderm, mesoderm, dan endoderm. Phylum Platyhelminthes mempunyai kira-kira 13.000 spesies.
Platyhelminthes atau Cacing pipih tidak bersegmen, merupakan cacing berbentuk simetris bilateral dan tidak memiliki coelom (acoelomate) tetapi memiliki tiga lapisan germinal. Beberapa jenis hidup secara bebas dan banyak yang bersifat parasit. Cacing pipih memiliki sistem saraf cephalized yang terdiri dari ganglion kepala, biasanya menempel pada saraf longitudinal yang saling berhubungan di seluruh tubuh dengan cabang yang melintang. Ekskresi dan osmoregulasi pada cacing pipih dikendalikan oleh "sel api" (flame cells) yang terletak di protonephridia (beberapa jenis cacing pipih ada yang tidak memiliki protonephridia). Cacing pipih tidak memiliki sistem pernafasan atau peredaran darah, fungsi-fungsi tersebut diganti dengan penyerapan melalui permukaan tubuh. Jenis cacing pipih non-parasit memiliki tubuh yang sangat sederhana (tidak memiliki usus yang lengkap),  bahkan pada spesies parasit, jaringan usus tersebut sangat tidak lengkap.







B.     Karakteristik Platyhelminthes
Kurangnya organ peredaran darah dan pernapasan membuat platyhelminthes membatasi ukuran dan bentuknya, sehingga memungkinkan mereka untuk melakukan pemasukan oksigen dan pengeluaran karbondioksida pada semua bagian tubuhnya dengan proses difusi sederhana. Oleh karena itu, ukuran cacing ini banyak yang mikroskopis dan spesies yang berukuran besar memiliki bentuk seperti pita atau daun yang datar. Ususnya memiliki banyak cabang, sehingga nutrisi dapat menyebar ke seluruh bagian tubuh Respirasi dilakukan melalui seluruh permukaan tubuh sehingga membuat mereka rentan terhadap kehilangan cairan dan akibatnya habitat mereka menjadi terbatas. Cacing ini lebih sering hidup pada lingkungan yang lembab, seperti pada sampah daun atau tanah, dan sebagai parasit pada hewan lain.
Ruang di antara kulit dan usus berupa mesenkim, yaitu jaringan ikat yang terbuat dari sel dan diperkuat oleh serat kolagen yang berfungsi seperti kerangka. Mesenkim menyediakan tempat penempelan untuk otot. Mesenkim berisi semua organ internal dan juga menjadi tempat terjadinya sirkulasi oksigen, nutrisi dan produk-produk limbah. Mesenkim terdiri dari dua jenis sel utama, yaitu sel tetap, beberapa di antaranya memiliki vakuola berisi cairan, dan sel-sel punca (stem cells), yang dapat berubah menjadi semua jenis sel lain, dan digunakan untuk regenerasi regenerasi setelah mengalami cedera atau reproduksi aseksual.
Kebanyakan platyhelminthes tidak memiliki anus sehingga material yang tercerna dikeluarkan melalui mulut. Namun, beberapa spesies yang berukuran panjang memiliki anus dan beberapa spesies lainnya memiliki usus bercabang yang kompleks dengan lebih dari satu anus, karena akan menyulitkan bagi beberapa spesies ini jika ekskresi juga harus dilakukan melalui mulut. Usus dilapisi dengan satu lapisan sel endodermal yang berfungi menyerap dan mencerna makanan. Beberapa spesies memecah dan melembutkan makanan dengan mensekresi enzim didalam usus atau faring (tenggorokan).
Semua hewan perlu menjaga konsentrasi zat terlarut di dalam cairan tubuhnya pada tingkat yang cukup konstan. Parasit internal dan hewan laut hidup di lingkungan dengan konsentrasi bahan terlarut yang tinggi, dan umumnya membiarkan jaringan mereka memiliki tingkat konsentrasi yang sama dengan lingkungannya, sedangkan hewan air tawar perlu mencegah cairan tubuh mereka menjadi terlalu encer. Walau ada perbedaan pada lingkungan, sebagian platyhelminthes menggunakan sistem yang sama untuk mengontrol konsentrasi cairan tubuh mereka. Mereka menggunakan “sel api”, disebut demikian karena pergerakan flagela mereka tampak seperti nyala lilin yang berkedip-kedip. Sel api mengekstrak air dari mesenkim yang mengandung limbah dan beberapa bahan yang dapat digunakan kembali, kemudian didorong menuju ke jaringan sel-sel tabung yang dilapisi dengan flagela dan mikrovili. Flagela sel tabung yang mendorong air menuju keluar disebut nefridiopora, sementara mikrovili menyerap kembali bahan yang dapat digunakan kembali dan  air sebanyak yang dibutuhkan untuk menjaga cairan tubuh pada konsentrasi yang tepat. Kombinasi dari sel api dan sel tabung disebut protonefredia.
Pada semua platyhelminthes, sistem saraf terkonsentrasi di ujung kepala, mirip yang ada pada filum Acoel, yang memiliki jaring saraf lebih mirip dengan cnidaria dan ctenophores, tapi terkonsentrasi di sekitar kepala. Platyhelminthes lain memiliki cincin ganglia di kepala dan batang saraf utama yang ada di sepanjang tubuh mereka.

C.    Ciri-Ciri Platyhelminthes
Ciri-ciri umum Platyhelminthes
-          Hewan triploblastik aselomata dengan tubuh simetri bilateral, berbentuk pipih, memiliki system saraf, sistem pencernaan satu lubang, tidak memiliki sistem sirkulasi, respirasi, dan eksresi.
-          Hidup bebas di laut, air tawar, tempat lembab atau parasit dalam tubuh manusia dan hewan.
-          Tubuh tidak bersegment, sistem pencernaan tidak sempurna.
-          Ekskresi dengan menggunakan flame sel (sel api).
-          Memiliki sistem saraf tangga tali dan memiliki mata
-          Memiliki daya regenerasi yang tinggi, serta bersifat hermafodit (banci atau dwi kelamin).

D.    Klasifikasi Filum Platyhelminthes
Berdasarkan bentuk tubuh dan sifat hidupnya, Platyhelminthes dibagi menjadi tiga kelas yaitu, Kelas Turbellaria, Kelas Trematoda, dan Kelas Cestoda. Berikut penjelasan untuk masing-masing kelas tersebut.
a.      Kelas Turbellaria
Kelas Turbellaria termasuk planaria air tawar seperti Dugesia yang memberi makan organisme kecil atau tetap sebagai makhluk kecil. Kepala planaria berbentuk ujung panah, dengan tambahan sisinya sebagai pengindera makanan atau keberadaan organism lain. Cacing pipih mempunyai dua bintik mata yang peka cahaya, memiliki pigmen sehingga Nampak seperti mata bersilangan. Adanya tiga lapisan otot membuatnya dapat melakukan berbagai gerak.
Sel kelenjar mengeluarkan material lendir untuk hewan ini dapat meluncur. Memiliki sel api sebagai sistem ekskresi yang terdiri dari serangkaian kana-kanal yang saling berhubungan di sepanjang kedua sisi longitudinal tubuhnya. Sel api adalah sel berbentuk gelembung berisi seberkas silia dan terdapat lubang di bagian tengah gelembung itu. Sel api ini berfungsi baik untuk ekskresi maupun pengaturan osmosis. Planaria bereproduksi secara aseksual dengan fragmentasi tubuh yang mampu menumbuhkan individu baru, maupun seksual bersifat hermaphrodit.
Turbellaria terdiri dari sekitar 4.500 spesies,sebagian besar hidup bebas, dengan ukuran panjang antara 1 mm (0,039 in) sampai 600 mm (24 in). Sebagian besar adalah predator atau pemakan bangkai. Spesies yang ada di darat sebagian besar aktif di malam hari dan tinggal di lingkungan yang lembab seperti pada sampah daun atau kayu yang membusuk. Beberapa ada yang bersimbiosis dengan hewan lain seperti krustasea, dan beberapa lainnya bersifat parasit. Turbellaria yang hidup bebas, biasanya berwarna hitam, coklat atau abu-abu, tetapi beberapa jenis yang lebih besar berwarna cerah.



Karakteristik Tumbellaria yaitu : Turbellaria tidak memiliki kutikula (lapisan luar berupa bahan organik yang bersifat non-seluler). Pada beberapa spesies kulitnya berupa syncitium (kumpulan sel-sel dengan beberapa inti dan membran eksternal tunggal bersama). Namun, kulit pada sebagian besar spesies ini terdiri dari satu lapisan sel, yang masing-masing pada umumnya memiliki beberapa silia ("rambut" kecil yang bergerak). Pada beberapa spesies berukuran besar permukaan atas tubuhnya tidak memiliki silia. Kulit ini juga ditutupi dengan mikrovili yang ada di antara silia. Turbellaria memiliki banyak kelenjar, biasanya berada di dalam lapisan otot di bawah kulit dan terhubung ke permukaan melalui pori-pori yang merupakan tempat untuk mengeluarkan lendir, perekat, dan zat lainnya.
Spesies akuatik berukuran kecil menggunakan silia untuk bergerak, sementara yang lebih besar menggunakan gerakan otot dari seluruh tubuh untuk merayap atau berenang. Beberapa mampu menggali, melekatkan bagian ujung belakang di bawah liang kemudian meregangkan kepala untuk mengambil makanan dan kemudian menariknya kembali ke bawah. Beberapa spesies darat mengeluarkan benang dari lendir yang digunakan sebagai tali untuk memanjat dari satu daun ke yang lain. Beberapa Turbellaria memiliki kerangka spikular, sehingga memberikan bentuk annular (seperti cincin).
Sistem Ekresi Turbellaria yaitu Sisa-sisa metabolisme berupa nitrogen diekresikan melalui permukaan tubuhnya. Sistem osmoregulasi berupa protonefridia yang terdiri dari sel-sel api yang tersebar ditepi tubuh. Sel-sel api ini berupa pipa berongga yang dilengkapi seberkas silia. Bila silia bergetar maka cairan dalam tubuh terdorong masuk kedalam saluran yang berhubungan dengan pori-pori permukaan tubuh.
Sistem Saraf Turbellaria yaitu Pada filum Acoel, setidaknya ada konsentrasi jaringan saraf di daerah kepala, yang memiliki jaringan saraf lebih mirip dengan cnidaria dan ctenophores, tapi memadat di sekitar kepala. Turbellaria memiliki otak yang berbeda, meskipun relatif sederhana dalam struktur. Terdapat 1-4 pasang tali saraf dari otak hingga di sepanjang tubuh, dengan banyaknya percabangan syaraf yang lebih kecil. Tidak seperti hewan yang lebih kompleks, seperti Annelida, tidak ada ganglia pada pita saraf, selain yang membentuk otak.
Kebanyakan Turbellaria memiliki ocelli ("mata kecil"), satu pasang di sebagian besar spesies, tapi dua atau bahkan tiga pasang pada beberapa spesies. Beberapa spesies dengan ukuran besar memiliki banyak mata di bagian atas otak; pada tentakel, atau di sepanjang tepi tubuh. Ocelli hanya bisa membedakan arah datangnya cahaya, sehingga memungkinkan hewan ini untuk menghindarinya.
Beberapa kelompok, terutama catenulida, acoelomorpha dan seriate memiliki statocysts, (ruangan berisi cairan yang mengandung partikel padat). Statocysts dianggap sebagai sensor keseimbangan dan pergerakan, pada medusae, cnidaria, dan ctenophores, statocysts juga memiliki fungsi yang sama. Namun, statocysts pada turbellaria tidak memiliki silia sensorik, dan tidak diketahui bagaimana mereka merasakan gerakan dan posisi dari partikel padat.
Sebagian besar spesies memiliki sel sensor sentuhan bersilia yang tersebar di seluruh tubuh mereka, terutama pada tentakel dan di sekitar tepi tubuh. Sel-sel khusus di dalam lubang atau lekukan pada kepala ini kemungkinan merupakan sensor penciuman.
Sistem Reproduksi Turbellaria yaitu kebanyakan Turbellaria berkembang biak dengan mengkloning dirinya, sedangkan pada jenis Acoel, berkembang biak dengan tunas. Planaria genus Dugesia merupakan perwakilan genus yang terkenal dari kelas Turbellaria.
Semua Turbellaria merupakan organisme hermafrodit, memiliki sel-sel reproduksi jantan dan betina, dan membuahi telurnya secara internal melalui kopulasi. Beberapa spesies akuatik yang lebih besar melakukan perkawinan dengan penis fencing / adu penis, duel di mana setiap individu mencoba untuk menghamili yang lain, individu yang kalah mengadopsi peran perempuan untuk mengembangkan telur.
Meskipun pada filum Acoel, gonadnya tidak dapat dibedakan, pada Turbellaria lainnya ada satu pasang atau lebih testis dan ovarium. Saluran sperma melalui vesikula seminalis, menuju ke otot penis. Pada banyak spesies, jauh lebih rumit dengan adanya penambahan kelenjar aksesori atau struktur yang lain. Penis terletak di dalam rongga, dan dapat berereksi melalui sebuah lubang di bagian bawah posterior hewan. Pada sebagian besar spesies, sel sperma memiliki dua ekor.
Pada kebanyakan platyhelminthes, ovarium dibagi menjadi dua, salah satu menghasilkan ovum, dan satunya lagi memproduksi sel kuning telur khusus, yang digunakan untuk memelihara perkembangan embrio. Banyak spesies Turbellaria memiliki sistem reproduksi seperti ini, akan tetapi pada beberapa spesies tampaknya memiliki sistem reproduksi yang lebih primitif. Ada spesies yang indung telurnya tidak terbagi, dan sel telurnya sudah mengandung kuning telur di dalam sitoplasma mereka sendiri, seperti yang terjadi pada sebagian besar hewan lain. Pada sistem reproduksi lainnya, ovarium memiliki saluran telur yang menuju ke bursa untuk mendepositkan (menyimpan) sperma. Bursa adalah bagian dari sistem reproduksi betina dan berfungsi menyimpan sperma dimana perkembangannya sangat beragam dan kemungkinan memiliki daerah sekunder atau aksesori. Bursa ini pada gilirannya terhubung ke vagina yang membuka di depan penis. Pada beberapa kasus, ada juga struktur/organ lain yang digunakan untuk penyimpanan sperma selain bursa, atau bahkan rahim untuk penyimpanan telur yang telah matang.Pada sebagian besar spesies "miniatur organisme dewasa" muncul ketika telur menetas, tetapi spesies dengan ukuran yang besar menghasilkan beberapa plankton seperti larva.
Contoh Turbellaria yaitu Planaria sp



b.         Kelas Trematoda
            Trematoda merupakan cacing parasit pada vertebrata. Tubuhnya tertutup lapisan-lapisan kutikula. Kelompok ini disebut juga sebagai cacing penghisap, karena mempunyai alat penghisap atau sucker.Trematoda merupakan kelas di dalam filum Platyhelminthes yang terdiri dari tiga kelompok cacing pipih parasit, sering disebut juga sebagai "flukes". Kelompok-kelompok dari cacing parasit tersebut adalah Cestoda, Monogenea dan Trematoda.


           Kelas Trematoda termasuk cacing kait (flukes) baik dalam darah, hati maupun paru-paru. Cacing kait tidak memiliki kepala, namun memiliki mulut penghisap. Sistem pencernaan, sistem saraf dan sistem pembuangan yang kurang tapi sistem reproduksinya berkembang baik walau hermaphrodit. Cacing kait darah menyebabkan penyakit schistosomiasis. Cacing ini terdiri dari jantan dan betina. Cacing betina menumpuk/menyimpan telur-telurnya dalam pembuluh darah di sekitar usus inang. Telur-telur ini bermigrasi ke usus lalu dikeluarkan tubuh bersama feses. Telur menetas menjadi larva di dalam air dan berenang mencari siput air. Larva bereproduksi secara aseksual dan akhirnya meninggalkan siput. Ketika larva menembus kulit manusia, selanjutnya akan matang di hati lalu menembus pembuluh darah pada usus.
           Struktur Tubuh Trematoda Permukaan tubuhnya tidak bersilia, tetapi diliputi kutikula yaitu Cacing ini memiliki alat isap satu atau lebih yang terdapat disekitar mulut atau dibagian ventral tubuhnya. Alat isap tersebut diengkapi dengan gigi kitin. Saluran pencernaannya bercabang dua, sedangkan sistem ekskresi dan sistem sarafnya serupa dengan tubellaria. Sistem reproduksinya ada yang hermefrodit dan umumnya punya siklus hidup yang rumit dengan fase prgantian seksual dan seksual, misalnya pada Schistosomatidae.
Sistem Reproduksi Trematoda yaitu Kebanyakan trematoda merupakan hermafrodit (memiliki organ reproduksi jantan dan betina di dalam satu tubuh). Biasanya memiliki dua testis, dengan saluran sperma yang bergabung bersama di bawah tubuh bagian tengah depan. Sistem ini bervariasi secara struktur di antara spesies, tetapi sistem ini biasanya sudah mencakup kantung penyimpanan sperma dan kelenjar aksesori, sebagai tambahan organ kopulasi, baik yang reversible (disebut sebagai cirrus), atau non-eversible (disebut sebagai penis).
Biasanya Trematoda hanya memiliki ovarium tunggal, yang terhubung melalui sepasang saluran menuju ke sejumlah kelenjar vitelline di kedua sisi tubuh, yang menghasilkan sel kuning telur (yolk cell). Telur lepas dari ovarium menuju ke dalam wadah yang disebut ootype atau kelenjar Mehlis (kelenjar di mana pembuahan terjadi). Kelenjar membuka menjadi uterus memanjang yang membuka ke luar, berdekatan dengan organ jantan. Ovarium sering juga dikaitkan dengan kantung penyimpanan sperma dan saluran kopulasi yang disebut kanal Laurer.

Siklus Hidup Trematoda yaitu hampir semua trematoda menginfeksi moluska sebagai inang pertama pada siklus hidupnya, dan sebagian besar memiliki siklus hidup kompleks yang melibatkan jenis inang lainnya. Kebanyakan trematoda merupakan monoeciuos dan bergantian bereproduksi secara seksual dan aseksual, kecuali pada Aspidogastrea yang tidak memiliki reproduksi aseksual dan Schistosomatidae yang bersifat dioecious (organ reproduksi jantan dan betina terpisah).
Di dalam definitive host (inang, dimana parasit mencapai kematangan dan, jika mungkin, bereproduksi secara seksual), di mana reproduksi seksual terjadi, telur biasanya keluar bersamaan dengan feses dari inang. Telur yang dilepaskan di air membentuk larva yang mampu berenang bebas dan bersifat infektif ke intermediate host (inang perantara), di mana reproduksi aseksual terjadi.
Sebuah spesies yang mencontohkan siklus hidup yang luar biasa dari trematoda adalah cacing pada burung, Leucochloridium paradoxum. Berbagai jenis burung hutan bertindak sebagai inang definitive bagi spesies tersebut, sementara berbagai jenis siput merupakan  inang tempat parasit tumbuh (intermediate host). Parasit dewasa di dalam usus burung memproduksi telur dan pada akhirnya telur tersebut akan berakhir di tanah keluar bersamaan dengan feses burung. Beberapa telur ditelan oleh siput dan di dalam siput mereka menetas menjadi larva kecil transparan (mirasidium). Larva ini tumbuh dan memiliki bentuk seperti kantung. Tahap ini dikenal sebagai sporocyst, sporocyst ini kemudian akan membentuk tubuh sentral  pada kelenjar pencernaan siput yang membentang menjadi kantung perindukan di kepala , otot kaki dan tangkai mata siput. Parasit bereplikasi sendiri pada bagian tubuh pusat sporocyst, menghasilkan banyak embrio kecil (redia). Embrio ini akan pindah menuju ke kantung perindukan dan berkembang   dewasa menjadi cercaria.







   Contoh hewan Kelas Trematoda yaitu : Fasciola Hepatica (Cacing Hati)

Siklus Cacing Hati


c.       Kelas Cestoda
         Cestoda merupakan kelompok platyhelminthes yang berbentuk seperti pita dan bersifat parasit. Pada bagian kepala hewan ini terdapat kait yang berfungsi untuk mengaitkan tubuhnya pada usus inang. Kepala cacing pita disebut skoleks dan bagian di bawah kepala disebut strobilus. Bagian Strobilus berfungsi untuk membentuk progtolid pada hewan ini. Progtolid merupakan bagian tubuh yang akan menjadi individu baru nantinya. Cestoda terus membentuk progtolid dan semakin ke ujung progtolid tersebut semakin besar dan semakin matang. Selama siklus hidupnya mereka dapat melibatkan lebih dari satu inang. Cacing pita dapat ditularkan ke manusia melalui daging babi atau sapi terinfeksi yang tidak dimasak dengan matang.

Cestoda (Cestoidea) adalah nama yang diberikan untuk kelas cacing pipih parasit dari filum Platyhelminthes, dan biasa disebut cacing pita. Anggota dari Cestoda dewasa hidup di dalam saluran pencernaan vertebrata, dan pada saat juveni sering berada di dalam tubuh berbagai hewan. Lebih dari seribu spesies Cestoda telah dideskripsikan, dan semua spesies vertebrata dapat dijadikan inang oleh setidaknya satu spesies cacing pita. Beberapa spesies parasit pada manusia, karena mengkonsumsi daging yang tidak dimasak dengan baik seperti daging babi (Taeniasolium), daging sapi (Tsaginata), dan ikan (Diphyllobothriumsp), atau bisa juga mengkonsumsi makanan yang disiapkan dalam kondisi kebersihan yang buruk (Hymenolepis sp dan Echinococcus sp).
T.saginata, cacing pita dari sapi, dapat tumbuh sampai 20 m (65 kaki), spesies terbesar, cacing pita paus, Polygonoporus giganticus, dapat tumbuh sampai 30 m (100 ft).
Cacing pita parasit pada vertebrata memiliki sejarah panjang: fosil dari telur Cestoda, salah satu telurnya memiliki larva yang berkembang, telah ditemukan dalam fosil kotoran (coprolita) dari hiu pada periode pertengahan sampai akhir Permian, sekitar 270 juta tahun.

Siklus hidup cacing pita sangat sederhana, dalam artian bahwa tidak ada fase aseksual seperti pada cacing pipih lainnya. Akan tetapi memiliki kerumitan tersendiri dimana setidaknya diperlukan satu inang perantara dan satu inang tetap (definitive host). Pola siklus hidup ini telah menjadi kriteria penting untuk mengetahui evolusi pada Platyhelminthes. Banyak cacing pita memiliki dua tahap siklus hidup dengan dua jenis inang. Cacing Taenia saginata dewasa hidup di dalam usus primata seperti manusia, tetapi yang ebih mengkhawatirkan adalah Taenia solium, karena  dapat membentuk kista dalam otak manusia. Proglottid meninggalkan tubuh melalui anus dan jatuh ke tanah, di mana mereka dapat masuk bersamaan rumput yang dimakan oleh hewan seperti sapi. Sapi dan hewan lain yang memakan proglottids  ini dikenal sebagai inang perantara. Juvenil bermigrasi dan menetap sebagai kista di antara jaringan tubuh inang seperti otot. Mereka menyebabkan kerusakan lebih parah pada inang perantara dibandingkan pada inang tetap. Parasit melengkapi siklus hidupnya ketika inang perantara memberikan parasit ke inang tetap. Hal ini biasanya terjadi karena, inang tetap memakan inang perantara yang terinfeksi. Misalnya seperti manusia yang lebih cenderung menyukai makan daging setengah mentah.
Cacing pita sejati merupakan organisme hermafrodit, mereka memiliki sistem reproduksi jantan dan betina di dalam tubuh mereka. Sistem reproduksi mencakup satu atau banyak testis, cirrus, vas deferens and vesikula seminalis sebagai organ jantan. Sedangkan ovarium memiliki saluran telur dan rahim yang saling berhubungan berfungsi sebagai organ jantan. Ada bukaan / lubang eksternal yang secara umum digunakan untuk sistem reproduksi jantan dan betina, yang dikenal sebagai pori genital. Pori genital terletak pada bukaan permukaan atrium berbentuk cangkir. Meskipun secara seksual merka adalah hermafrodit, pembuahan sendiri merupakan fenomena langka. Fertilisasi silang antara dua individu merupakan hal yang sering dilakukan untuk bereproduksi, hal ini dilakukan agar dapat terjadi hibridisasi. Selama kopulasi, cirrus dari satu individu terhubung dengan individu lain melalui pori genital, dan kemudian terjadi pertukaran spermatozoa.
Sistem Saraf Cestoda yaitu Pusat saraf utama Cestoda adalah sebuah ganglion otak di dalam scolex. Saraf motorik dan sensorik tergantung pada jumlah dan kompleksitas dari scolex tersebut. Saraf yang lebih kecil berasal dari Commissures (istilah) yang berfungsi memasok otot tubuh dan merupakan ujung saraf sensorik. Bagian cirrus (istilah) dan vagina memiliki saraf, dan memiliki ujung sensorik di sekitar pori genital yang lebih banyak dibandingkan daerah lain. Fungsi sensorik meliputi tactoreception dan chemoreception.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar