PLATYHELMINTHES
A.
Pengertian
Platyhelminthes
Platyhelminthes
berasal dari bahasa yunani, Platy = Pipih dan Helminthes = cacing. Oleh
sebab itulah Filum platyhelminthes sering disebut Cacing Pipih. Platyhelminthes
adalah filum ketiga dari kingdom animalia setelah porifera dan coelenterata.
Platyhelminthes adalah hewan triploblastik yang paling sederhana. Cacing ini
bisa hidup bebas dan bisa hidup parasit. Yang merugikan adalah platyhelminthes
yang hidup dengan cara parasite.
Platyhelminthes
merupakan kelompok hewan menyerupai cacing yang dikenal dengan Vermes.
Platyhelminthes berasal dari bahasa Yunani, yaitu platy yang berarti pipih dan
hemins yang berarti cacing. Platyhelminthes merupakan kelompok cacing yang
struktur tubuhnya paling sederhana. Platyhelminthes memiliki tubuh pipih,
lunak, simetri bilateral dan bersifat hermaprodit. Tubuh dapat dibedakan dengan
tegas antara posterior dan anterior, dorsal dan ventral. Bersifat tripoblastik,
dinding tubuh terdiri atas 3 lapisan, yaitu ektoderm, mesoderm, dan endoderm.
Phylum Platyhelminthes mempunyai kira-kira 13.000 spesies.
Platyhelminthes
atau Cacing pipih tidak bersegmen, merupakan cacing berbentuk simetris
bilateral dan tidak memiliki coelom (acoelomate) tetapi memiliki tiga lapisan
germinal. Beberapa jenis hidup secara bebas dan banyak yang bersifat parasit.
Cacing pipih memiliki sistem saraf cephalized yang terdiri dari ganglion
kepala, biasanya menempel pada saraf longitudinal yang saling berhubungan di
seluruh tubuh dengan cabang yang melintang. Ekskresi dan osmoregulasi pada
cacing pipih dikendalikan oleh "sel api" (flame cells) yang terletak
di protonephridia (beberapa jenis cacing pipih ada yang tidak memiliki
protonephridia). Cacing pipih tidak memiliki sistem pernafasan atau peredaran
darah, fungsi-fungsi tersebut diganti dengan penyerapan melalui permukaan
tubuh. Jenis cacing pipih non-parasit memiliki tubuh yang sangat sederhana
(tidak memiliki usus yang lengkap),
bahkan pada spesies parasit, jaringan usus tersebut sangat tidak
lengkap.
B. Karakteristik Platyhelminthes
Kurangnya organ peredaran darah dan pernapasan membuat
platyhelminthes membatasi ukuran dan bentuknya, sehingga memungkinkan mereka
untuk melakukan pemasukan oksigen dan pengeluaran karbondioksida pada semua
bagian tubuhnya dengan proses difusi sederhana. Oleh karena itu, ukuran cacing
ini banyak yang mikroskopis dan spesies yang berukuran besar memiliki bentuk
seperti pita atau daun yang datar. Ususnya memiliki banyak cabang, sehingga
nutrisi dapat menyebar ke seluruh bagian tubuh Respirasi dilakukan melalui
seluruh permukaan tubuh sehingga membuat mereka rentan terhadap kehilangan
cairan dan akibatnya habitat mereka menjadi terbatas. Cacing ini lebih sering
hidup pada lingkungan yang lembab, seperti pada sampah daun atau tanah, dan
sebagai parasit pada hewan lain.
Ruang di antara kulit dan usus berupa mesenkim, yaitu
jaringan ikat yang terbuat dari sel dan diperkuat oleh serat kolagen yang
berfungsi seperti kerangka. Mesenkim menyediakan tempat penempelan untuk otot.
Mesenkim berisi semua organ internal dan juga menjadi tempat terjadinya
sirkulasi oksigen, nutrisi dan produk-produk limbah. Mesenkim terdiri dari dua
jenis sel utama, yaitu sel tetap, beberapa di antaranya memiliki vakuola berisi
cairan, dan sel-sel punca (stem cells), yang dapat berubah menjadi semua jenis
sel lain, dan digunakan untuk regenerasi regenerasi setelah mengalami cedera
atau reproduksi aseksual.
Kebanyakan platyhelminthes tidak memiliki anus sehingga
material yang tercerna dikeluarkan melalui mulut. Namun, beberapa spesies yang
berukuran panjang memiliki anus dan beberapa spesies lainnya memiliki usus
bercabang yang kompleks dengan lebih dari satu anus, karena akan menyulitkan
bagi beberapa spesies ini jika ekskresi juga harus dilakukan melalui mulut.
Usus dilapisi dengan satu lapisan sel endodermal yang berfungi menyerap dan
mencerna makanan. Beberapa spesies memecah dan melembutkan makanan dengan
mensekresi enzim didalam usus atau faring (tenggorokan).
Semua hewan perlu menjaga konsentrasi zat terlarut di
dalam cairan tubuhnya pada tingkat yang cukup konstan. Parasit internal dan
hewan laut hidup di lingkungan dengan konsentrasi bahan terlarut yang tinggi,
dan umumnya membiarkan jaringan mereka memiliki tingkat konsentrasi yang sama
dengan lingkungannya, sedangkan hewan air tawar perlu mencegah cairan tubuh
mereka menjadi terlalu encer. Walau ada perbedaan pada lingkungan, sebagian
platyhelminthes menggunakan sistem yang sama untuk mengontrol konsentrasi
cairan tubuh mereka. Mereka menggunakan “sel api”, disebut demikian karena pergerakan
flagela mereka tampak seperti nyala lilin yang berkedip-kedip. Sel api
mengekstrak air dari mesenkim yang mengandung limbah dan beberapa bahan yang
dapat digunakan kembali, kemudian didorong menuju ke jaringan sel-sel tabung
yang dilapisi dengan flagela dan mikrovili. Flagela sel tabung yang mendorong
air menuju keluar disebut nefridiopora, sementara mikrovili menyerap kembali
bahan yang dapat digunakan kembali dan
air sebanyak yang dibutuhkan untuk menjaga cairan tubuh pada konsentrasi
yang tepat. Kombinasi dari sel api dan sel tabung disebut protonefredia.
Pada semua platyhelminthes, sistem saraf terkonsentrasi
di ujung kepala, mirip yang ada pada filum Acoel, yang memiliki jaring saraf
lebih mirip dengan cnidaria dan ctenophores, tapi terkonsentrasi di sekitar
kepala. Platyhelminthes lain memiliki cincin ganglia di kepala dan batang saraf
utama yang ada di sepanjang tubuh mereka.
C. Ciri-Ciri Platyhelminthes
Ciri-ciri umum Platyhelminthes
-
Hewan triploblastik aselomata dengan tubuh simetri bilateral, berbentuk
pipih, memiliki system saraf, sistem pencernaan satu lubang, tidak memiliki
sistem sirkulasi, respirasi, dan eksresi.
-
Hidup bebas di laut, air tawar, tempat lembab atau parasit dalam tubuh
manusia dan hewan.
-
Tubuh tidak bersegment, sistem pencernaan tidak sempurna.
-
Ekskresi dengan menggunakan flame sel (sel api).
-
Memiliki sistem saraf tangga tali dan memiliki mata
-
Memiliki daya regenerasi yang tinggi, serta bersifat hermafodit (banci
atau dwi kelamin).
D. Klasifikasi Filum Platyhelminthes
Berdasarkan bentuk tubuh dan sifat hidupnya,
Platyhelminthes dibagi menjadi tiga kelas yaitu, Kelas Turbellaria, Kelas
Trematoda, dan Kelas Cestoda. Berikut penjelasan untuk masing-masing kelas
tersebut.
a.
Kelas Turbellaria
Kelas Turbellaria termasuk planaria air tawar
seperti Dugesia yang memberi makan organisme kecil atau tetap sebagai makhluk kecil.
Kepala planaria berbentuk ujung panah, dengan tambahan sisinya sebagai
pengindera makanan atau keberadaan organism lain. Cacing pipih mempunyai dua
bintik mata yang peka cahaya, memiliki pigmen sehingga Nampak seperti mata
bersilangan. Adanya tiga lapisan otot membuatnya dapat melakukan berbagai
gerak.
Sel kelenjar mengeluarkan material lendir
untuk hewan ini dapat meluncur. Memiliki sel api sebagai sistem ekskresi yang
terdiri dari serangkaian kana-kanal yang saling berhubungan di sepanjang kedua
sisi longitudinal tubuhnya. Sel api adalah sel berbentuk gelembung berisi seberkas silia dan
terdapat lubang di bagian tengah gelembung itu. Sel api ini berfungsi baik
untuk ekskresi maupun pengaturan osmosis. Planaria bereproduksi secara aseksual dengan
fragmentasi tubuh yang mampu menumbuhkan individu baru, maupun seksual bersifat
hermaphrodit.
Turbellaria terdiri dari sekitar 4.500
spesies,sebagian besar hidup bebas, dengan ukuran panjang antara 1 mm (0,039
in) sampai 600 mm (24 in). Sebagian besar adalah predator atau pemakan bangkai.
Spesies yang ada di darat sebagian besar aktif di malam hari dan tinggal di
lingkungan yang lembab seperti pada sampah daun atau kayu yang membusuk.
Beberapa ada yang bersimbiosis dengan hewan lain seperti krustasea, dan
beberapa lainnya bersifat parasit. Turbellaria yang hidup bebas, biasanya
berwarna hitam, coklat atau abu-abu, tetapi beberapa jenis yang lebih besar berwarna
cerah.
Karakteristik Tumbellaria yaitu : Turbellaria tidak memiliki kutikula (lapisan luar berupa
bahan organik yang bersifat non-seluler). Pada beberapa spesies kulitnya berupa
syncitium (kumpulan sel-sel dengan beberapa inti dan membran eksternal tunggal
bersama). Namun, kulit pada sebagian besar spesies ini terdiri dari satu
lapisan sel, yang masing-masing pada umumnya memiliki beberapa silia
("rambut" kecil yang bergerak). Pada beberapa spesies berukuran besar
permukaan atas tubuhnya tidak memiliki silia. Kulit ini juga ditutupi dengan
mikrovili yang ada di antara silia. Turbellaria memiliki banyak kelenjar,
biasanya berada di dalam lapisan otot di bawah kulit dan terhubung ke permukaan
melalui pori-pori yang merupakan tempat untuk mengeluarkan lendir, perekat, dan
zat lainnya.
Spesies akuatik berukuran
kecil menggunakan silia untuk bergerak, sementara yang lebih besar menggunakan
gerakan otot dari seluruh tubuh untuk merayap atau berenang. Beberapa mampu
menggali, melekatkan bagian ujung belakang di bawah liang kemudian meregangkan
kepala untuk mengambil makanan dan kemudian menariknya kembali ke bawah.
Beberapa spesies darat mengeluarkan benang dari lendir yang digunakan sebagai
tali untuk memanjat dari satu daun ke yang lain. Beberapa Turbellaria memiliki
kerangka spikular, sehingga memberikan bentuk annular (seperti cincin).
Sistem Ekresi Turbellaria yaitu Sisa-sisa metabolisme berupa nitrogen
diekresikan melalui permukaan tubuhnya. Sistem osmoregulasi berupa
protonefridia yang terdiri dari sel-sel api yang tersebar ditepi tubuh. Sel-sel
api ini berupa pipa berongga yang dilengkapi seberkas silia. Bila silia
bergetar maka cairan dalam tubuh terdorong masuk kedalam saluran yang
berhubungan dengan pori-pori permukaan tubuh.
Sistem Saraf Turbellaria yaitu Pada filum Acoel, setidaknya ada konsentrasi jaringan
saraf di daerah kepala, yang memiliki jaringan saraf lebih mirip dengan
cnidaria dan ctenophores, tapi memadat di sekitar kepala. Turbellaria memiliki
otak yang berbeda, meskipun relatif sederhana dalam struktur. Terdapat 1-4
pasang tali saraf dari otak hingga di sepanjang tubuh, dengan banyaknya
percabangan syaraf yang lebih kecil. Tidak seperti hewan yang lebih kompleks,
seperti Annelida, tidak ada ganglia pada pita saraf, selain yang membentuk
otak.
Kebanyakan
Turbellaria memiliki ocelli ("mata kecil"), satu pasang di sebagian
besar spesies, tapi dua atau bahkan tiga pasang pada beberapa spesies. Beberapa
spesies dengan ukuran besar memiliki banyak mata di bagian atas otak; pada
tentakel, atau di sepanjang tepi tubuh. Ocelli hanya bisa membedakan arah
datangnya cahaya, sehingga memungkinkan hewan ini untuk menghindarinya.
Beberapa kelompok,
terutama catenulida, acoelomorpha dan seriate memiliki statocysts, (ruangan
berisi cairan yang mengandung partikel padat). Statocysts dianggap sebagai
sensor keseimbangan dan pergerakan, pada medusae, cnidaria, dan ctenophores,
statocysts juga memiliki fungsi yang sama. Namun, statocysts pada turbellaria
tidak memiliki silia sensorik, dan tidak diketahui bagaimana mereka merasakan
gerakan dan posisi dari partikel padat.
Sebagian besar
spesies memiliki sel sensor sentuhan bersilia yang tersebar di seluruh tubuh
mereka, terutama pada tentakel dan di sekitar tepi tubuh. Sel-sel khusus di
dalam lubang atau lekukan pada kepala ini kemungkinan merupakan sensor penciuman.
Sistem Reproduksi Turbellaria yaitu kebanyakan
Turbellaria berkembang biak dengan mengkloning dirinya, sedangkan pada jenis
Acoel, berkembang biak dengan tunas. Planaria genus Dugesia merupakan
perwakilan genus yang terkenal dari kelas Turbellaria.
Semua Turbellaria
merupakan organisme hermafrodit, memiliki sel-sel reproduksi jantan dan betina,
dan membuahi telurnya secara internal melalui kopulasi. Beberapa spesies
akuatik yang lebih besar melakukan perkawinan dengan penis fencing / adu penis,
duel di mana setiap individu mencoba untuk menghamili yang lain, individu yang
kalah mengadopsi peran perempuan untuk mengembangkan telur.
Meskipun pada filum
Acoel, gonadnya tidak dapat dibedakan, pada Turbellaria lainnya ada satu pasang
atau lebih testis dan ovarium. Saluran sperma melalui vesikula seminalis,
menuju ke otot penis. Pada banyak spesies, jauh lebih rumit dengan adanya
penambahan kelenjar aksesori atau struktur yang lain. Penis terletak di dalam
rongga, dan dapat berereksi melalui sebuah lubang di bagian bawah posterior
hewan. Pada sebagian besar spesies, sel sperma memiliki dua ekor.
Pada kebanyakan
platyhelminthes, ovarium dibagi menjadi dua, salah satu menghasilkan ovum, dan
satunya lagi memproduksi sel kuning telur khusus, yang digunakan untuk
memelihara perkembangan embrio. Banyak spesies Turbellaria memiliki sistem
reproduksi seperti ini, akan tetapi pada beberapa spesies tampaknya memiliki
sistem reproduksi yang lebih primitif. Ada spesies yang indung telurnya tidak
terbagi, dan sel telurnya sudah mengandung kuning telur di dalam sitoplasma
mereka sendiri, seperti yang terjadi pada sebagian besar hewan lain. Pada
sistem reproduksi lainnya, ovarium memiliki saluran telur yang menuju ke bursa
untuk mendepositkan (menyimpan) sperma. Bursa adalah bagian dari sistem
reproduksi betina dan berfungsi menyimpan sperma dimana perkembangannya sangat
beragam dan kemungkinan memiliki daerah sekunder atau aksesori. Bursa ini pada
gilirannya terhubung ke vagina yang membuka di depan penis. Pada beberapa kasus,
ada juga struktur/organ lain yang digunakan untuk penyimpanan sperma selain
bursa, atau bahkan rahim untuk penyimpanan telur yang telah matang.Pada
sebagian besar spesies "miniatur organisme dewasa" muncul ketika
telur menetas, tetapi spesies dengan ukuran yang besar menghasilkan beberapa
plankton seperti larva.
Contoh Turbellaria
yaitu Planaria sp
b.
Kelas Trematoda
Trematoda merupakan cacing parasit pada
vertebrata. Tubuhnya tertutup lapisan-lapisan kutikula. Kelompok ini disebut
juga sebagai cacing penghisap, karena mempunyai alat penghisap atau
sucker.Trematoda merupakan kelas di dalam filum Platyhelminthes yang terdiri
dari tiga kelompok cacing pipih parasit, sering disebut juga sebagai
"flukes". Kelompok-kelompok dari cacing parasit tersebut adalah
Cestoda, Monogenea dan Trematoda.
Kelas Trematoda termasuk cacing kait (flukes) baik dalam darah, hati maupun paru-paru.
Cacing kait tidak memiliki kepala, namun memiliki mulut penghisap. Sistem
pencernaan, sistem saraf dan sistem pembuangan yang kurang tapi sistem
reproduksinya berkembang baik walau hermaphrodit. Cacing kait darah menyebabkan penyakit
schistosomiasis. Cacing ini terdiri dari jantan dan betina. Cacing betina
menumpuk/menyimpan telur-telurnya dalam pembuluh darah di sekitar usus inang.
Telur-telur ini bermigrasi ke usus lalu dikeluarkan tubuh bersama feses. Telur
menetas menjadi larva di dalam air dan berenang mencari siput air. Larva
bereproduksi secara aseksual dan akhirnya meninggalkan siput. Ketika larva
menembus kulit manusia, selanjutnya akan matang di hati lalu menembus pembuluh
darah pada usus.
Struktur Tubuh Trematoda Permukaan tubuhnya tidak bersilia, tetapi
diliputi kutikula yaitu Cacing ini memiliki alat isap satu atau lebih yang terdapat disekitar
mulut atau dibagian ventral tubuhnya. Alat isap tersebut diengkapi dengan gigi
kitin. Saluran
pencernaannya bercabang dua, sedangkan sistem ekskresi dan sistem sarafnya
serupa dengan tubellaria. Sistem reproduksinya ada yang hermefrodit dan umumnya punya siklus hidup
yang rumit dengan fase prgantian seksual dan seksual, misalnya pada Schistosomatidae.
Sistem Reproduksi
Trematoda yaitu Kebanyakan
trematoda merupakan hermafrodit (memiliki organ reproduksi jantan dan betina di
dalam satu tubuh). Biasanya memiliki dua testis, dengan saluran sperma yang
bergabung bersama di bawah tubuh bagian tengah depan. Sistem ini bervariasi
secara struktur di antara spesies, tetapi sistem ini biasanya sudah mencakup
kantung penyimpanan sperma dan kelenjar aksesori, sebagai tambahan organ
kopulasi, baik yang reversible (disebut sebagai cirrus), atau non-eversible
(disebut sebagai penis).
Biasanya Trematoda hanya memiliki ovarium
tunggal, yang terhubung melalui sepasang saluran menuju ke sejumlah kelenjar
vitelline di kedua sisi tubuh, yang menghasilkan sel kuning telur (yolk cell).
Telur lepas dari ovarium menuju ke dalam wadah yang disebut ootype atau
kelenjar Mehlis (kelenjar di mana pembuahan terjadi). Kelenjar membuka menjadi
uterus memanjang yang membuka ke luar, berdekatan dengan organ jantan. Ovarium
sering juga dikaitkan dengan kantung penyimpanan sperma dan saluran kopulasi
yang disebut kanal Laurer.
Siklus Hidup
Trematoda yaitu hampir
semua trematoda menginfeksi moluska sebagai inang pertama pada siklus hidupnya,
dan sebagian besar memiliki siklus hidup kompleks yang melibatkan jenis inang lainnya.
Kebanyakan trematoda merupakan monoeciuos dan bergantian bereproduksi secara
seksual dan aseksual, kecuali pada Aspidogastrea yang tidak memiliki reproduksi
aseksual dan Schistosomatidae yang bersifat dioecious (organ reproduksi jantan
dan betina terpisah).
Di dalam definitive host (inang, dimana
parasit mencapai kematangan dan, jika mungkin, bereproduksi secara seksual), di
mana reproduksi seksual terjadi, telur biasanya keluar bersamaan dengan feses
dari inang. Telur yang dilepaskan di air membentuk larva yang mampu berenang
bebas dan bersifat infektif ke intermediate host (inang perantara), di mana
reproduksi aseksual terjadi.
Sebuah spesies yang mencontohkan siklus hidup
yang luar biasa dari trematoda adalah cacing pada burung, Leucochloridium paradoxum.
Berbagai jenis burung hutan bertindak sebagai inang definitive bagi spesies
tersebut, sementara berbagai jenis siput merupakan inang tempat parasit tumbuh (intermediate
host). Parasit dewasa di dalam usus burung memproduksi telur dan pada akhirnya
telur tersebut akan berakhir di tanah keluar bersamaan dengan feses burung.
Beberapa telur ditelan oleh siput dan di dalam siput mereka menetas menjadi
larva kecil transparan (mirasidium). Larva ini tumbuh dan memiliki bentuk
seperti kantung. Tahap ini dikenal sebagai sporocyst, sporocyst ini kemudian
akan membentuk tubuh sentral pada
kelenjar pencernaan siput yang membentang menjadi kantung perindukan di kepala
, otot kaki dan tangkai mata siput. Parasit bereplikasi sendiri pada bagian
tubuh pusat sporocyst, menghasilkan banyak embrio kecil (redia). Embrio ini
akan pindah menuju ke kantung perindukan dan berkembang dewasa menjadi cercaria.
Contoh hewan Kelas
Trematoda yaitu : Fasciola Hepatica (Cacing Hati)
Siklus Cacing Hati
c. Kelas Cestoda
Cestoda merupakan kelompok platyhelminthes yang berbentuk
seperti pita dan bersifat parasit. Pada bagian kepala hewan ini terdapat kait
yang berfungsi untuk mengaitkan tubuhnya pada usus inang. Kepala cacing pita
disebut skoleks dan bagian di bawah kepala disebut strobilus. Bagian Strobilus
berfungsi untuk membentuk progtolid pada hewan ini. Progtolid merupakan bagian
tubuh yang akan menjadi individu baru nantinya. Cestoda terus membentuk
progtolid dan semakin ke ujung progtolid tersebut semakin besar dan semakin
matang. Selama siklus hidupnya mereka dapat melibatkan lebih dari satu inang.
Cacing pita dapat ditularkan ke manusia melalui daging babi atau sapi
terinfeksi yang tidak dimasak dengan matang.
Cestoda (Cestoidea) adalah nama yang
diberikan untuk kelas cacing pipih parasit dari filum Platyhelminthes, dan
biasa disebut cacing pita. Anggota dari Cestoda dewasa hidup di dalam saluran
pencernaan vertebrata, dan pada saat juveni sering berada di dalam tubuh
berbagai hewan. Lebih dari seribu spesies Cestoda telah dideskripsikan, dan
semua spesies vertebrata dapat dijadikan inang oleh setidaknya satu spesies
cacing pita. Beberapa spesies parasit pada manusia, karena mengkonsumsi daging
yang tidak dimasak dengan baik seperti daging babi (Taeniasolium), daging sapi (Tsaginata),
dan ikan (Diphyllobothriumsp), atau
bisa juga mengkonsumsi makanan yang disiapkan dalam kondisi kebersihan yang
buruk (Hymenolepis sp dan Echinococcus sp).
T.saginata,
cacing pita dari sapi, dapat tumbuh sampai 20 m (65 kaki), spesies terbesar,
cacing pita paus, Polygonoporus giganticus, dapat tumbuh sampai 30 m (100 ft).
Cacing pita parasit pada vertebrata memiliki
sejarah panjang: fosil dari telur Cestoda, salah satu telurnya memiliki larva
yang berkembang, telah ditemukan dalam fosil kotoran (coprolita) dari hiu pada
periode pertengahan sampai akhir Permian, sekitar 270 juta tahun.
Siklus hidup cacing pita sangat sederhana, dalam artian bahwa tidak
ada fase aseksual seperti pada cacing pipih lainnya. Akan tetapi memiliki
kerumitan tersendiri dimana setidaknya diperlukan satu inang perantara dan satu
inang tetap (definitive host). Pola siklus hidup ini telah menjadi kriteria
penting untuk mengetahui evolusi pada Platyhelminthes. Banyak cacing pita
memiliki dua tahap siklus hidup dengan dua jenis inang. Cacing Taenia saginata
dewasa hidup di dalam usus primata seperti manusia, tetapi yang ebih
mengkhawatirkan adalah Taenia solium, karena
dapat membentuk kista dalam otak manusia. Proglottid meninggalkan tubuh
melalui anus dan jatuh ke tanah, di mana mereka dapat masuk bersamaan rumput
yang dimakan oleh hewan seperti sapi. Sapi dan hewan lain yang memakan proglottids ini dikenal sebagai inang perantara. Juvenil
bermigrasi dan menetap sebagai kista di antara jaringan tubuh inang seperti
otot. Mereka menyebabkan kerusakan lebih parah pada inang perantara
dibandingkan pada inang tetap. Parasit melengkapi siklus hidupnya ketika inang
perantara memberikan parasit ke inang tetap. Hal ini biasanya terjadi karena,
inang tetap memakan inang perantara yang terinfeksi. Misalnya seperti manusia
yang lebih cenderung menyukai makan daging setengah mentah.
Cacing pita sejati merupakan organisme
hermafrodit, mereka memiliki sistem reproduksi jantan dan betina di dalam tubuh
mereka. Sistem reproduksi mencakup satu atau banyak testis, cirrus, vas
deferens and vesikula seminalis sebagai organ jantan. Sedangkan ovarium
memiliki saluran telur dan rahim yang saling berhubungan berfungsi sebagai
organ jantan. Ada bukaan / lubang eksternal yang secara umum digunakan untuk
sistem reproduksi jantan dan betina, yang dikenal sebagai pori genital. Pori
genital terletak pada bukaan permukaan atrium berbentuk cangkir. Meskipun
secara seksual merka adalah hermafrodit, pembuahan sendiri merupakan fenomena
langka. Fertilisasi silang antara dua individu merupakan hal yang sering
dilakukan untuk bereproduksi, hal ini dilakukan agar dapat terjadi hibridisasi.
Selama kopulasi, cirrus dari satu individu terhubung dengan individu lain
melalui pori genital, dan kemudian terjadi pertukaran spermatozoa.
Sistem Saraf Cestoda yaitu Pusat saraf utama Cestoda adalah sebuah ganglion otak di dalam scolex.
Saraf motorik dan sensorik tergantung pada jumlah dan kompleksitas dari scolex
tersebut. Saraf yang lebih kecil berasal dari Commissures (istilah) yang
berfungsi memasok otot tubuh dan merupakan ujung saraf sensorik. Bagian cirrus
(istilah) dan vagina memiliki saraf, dan memiliki ujung sensorik di sekitar
pori genital yang lebih banyak dibandingkan daerah lain. Fungsi sensorik
meliputi tactoreception dan chemoreception.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar