“ EUTHANASIA”
DI SUSUN OLEH :
SERLY ANJELINA (16140175)
HUKMI DINIATI (16140236)
ELVIANA (16150042)
HEMMY SETYA JATI (16140128)
PALAGIA THEISYA S (16140117)
SOFIA GUSTI AYU (16140256)
RR. ASYIFA ARUM (16150149)
D III KEBIDANAN
& D IV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS
RESPATI YOGYAKARTA
KATA PENGANTAR
Pujisyukur kami
panjatkankepadaTuhan Yang MahaEsaatasberkatdanrahmatNya, kami
dapatmenyelesaikanmakalahEtikolegaltentang Euthanasia, dengantepatwaktu.
Tujuan kami
membuatmakalahiniuntukmenyelesaikantugasEtikolegalsekaligussebagaitambahanreferensibagiparamahasiswa
yang membutuhkanilmutambahantentang Euthanasia.
Kami menyadaribahwapenulisantugasmakalahinimasihjauhdari kata
sempurnamakadariitu kami mengharapkankritikdan saran dariparapembaca yang
sifatnyamembangun.
Semogamakalahinidapatbergunadanmembantuprosespembelajaran , amin.
Yogyakarta, 23 April 2017
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
HalamanJudul
Kata Pengantar
.......................................................................................................... 1
Daftar
Isi
...........................................................................................................
2
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
...................................................................................................
3
1.2 Rumusan
Masalah..............................................................................................
3
1.3 Tujuan
..………...
.............................................................................................
4
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Euthanasia …………………………………………………….. 5-6
2.2 Jenis – jenis Euthanasia …………………………………………………… 6-7
2.3 TinjauanEtis Euthanasia
………………………………………………….. 8-9
2.4 TinjauanYuridis Euthanasia
……………………………………………… 9-11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
.......................................................................................................
12
3.2 Saran……………………
................................................................................12
3.3 DaftarPustaka
……………………………………………………………. 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR
BELAKANG
Ada dua masalah dalam bidang kedokteran atau kesehatan yang berkaitan dengan aspek hukum
yang selalu aktual dibicarakan dari waktu ke waktu, sehingga dapat digolongkan
ke dalam masalah klasik dalam bidang kedokteran yaitu tentang abortus
provokatus dan euthanasia. Dlam lafal sumpah dokter yang disusun oleh
Hippokrates (460-377 SM), kedua masalah ini telah ditulis dan telah diingatkan.
Sampai kini tetap saja persoalan yang timbul berkaitan dengan masalah ini tidak
dapat diatasi atau diselesaikan dengan baik, atau dicapainya kesepakatan
yangdapat diteroma oleh semua pihak. Di satu pihak tindakan abortus provokatus
dan euthanasia pada beberapa kasus dan keadaan memang diperlukan sementara di
lain pihak tindakan ini tidak dapat diterima, bertentangan dengan hukum, moral
dan agama.
Mengenai masalah euthanasia bila ditarik ke belakang
boleh dikatakan masalahnya sudah ada sejak kalangan kesehatan menghadapi
penyakit yang tak tersembuhkan, sementara pasien sudah dalam keadaan merana dan
sekarat. Dalam situasi demikian tidak jarang pasien memohon agar dibebaskan
dari penderitaan ini dan tidak ingin diperpanjang hidupnya lagi atau
di lain keadaan pada pasien yang sudah tidak sadar, keluarga
orang sakit yang tidak tega melihat pasien yang penuh penderitaan
menjelang ajalnya dan minta kepada dokter untuk tidak meneruskan pengobatan
atau bila perlu memberikan obat yang mempercepat kematian. Dari sinilah istilah
euthanasia muncul, yaitu melepas kehidupan seseorang agar terbebas dari
penderitaan atau mati secara baik.
Masalah makin sering dibicarakan dan
menarik banyak perhatian karena semakin banyak kasus yang dihadapi
kalangan kedokteran dan masyarakat terutama setelah ditemukannya tindakan
didalam dunia pengobatan dengan mempergunakan tegnologi canggih dalam
menghadapi keadaan-keadaan gawat dan mengancam kelangsungan hidup. Banyak
kasus-kasus di pusat pelayanan kesehatanterurtama di bagian gawat darurat dan
di bagian unit perawatan intensif yang pada masa lalu sudah merupakn kasus yang
sudah tidak dapat dibantu lagi.
1.2.RUMUSAN
MASALAH
1.2.1. Apa
pengertian dari Euthanasia?
1.2.2. Apa
saja jenis-jenis Euthanasia?
1.2.3. Bagaimana
tinjauan Etis terhadap Euthanasia?
1.2.4. Bagaimana
tinjauan Yuridis terhadap Euthanasia?
1.3.TUJUAN
1.3.1. Untuk
mengetahui pengertian dari Euthanasia
1.3.2. Untuk
mengetahui jenis-jenis Euthanasia
1.3.3. Untuk
mengetahui tinjauan etis tehadap euthanasia
1.3.4. Untuk
mengetahui tinjauan yuridis terhadap euthanasia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN
EUTHANASIA
Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani,
yaitu eu dan thanatos. Kata euberarti
baik, tanpa penderitaan dan thanatos berarti mati.
Dengan demikian euthanasia dapat diartikan mati dengan baik tanpa penderitaan.
Ada yang menerjemahkan mati cepat tanpa derita.
Secara etimologis euthanasia berarti kematian dengan baik
tanpa penderitaan, maka dari itu dalam mengadakan euthanasia arti sebenarnya
bukan untuk menyebabkan kematian, namun untuk mengurangi atau meringankan
penderitaan orang yang sedang menghadapi kematiannya. Dalam arti yang demikian
itu euthanasia tidaklah bertentangan dengan panggilan manusia untuk
mempertahankan dan memperkembangkan hidupnya, sehingga tidak menjadi persoalan
dari segi kesusilaan. Artinya dari segi kesusilaan dapat dipertanggungjawabkan
bila orang yang bersangkutan menghendakinya.
Akan tetapi dalam perkembangan istilah selanjutnya,
euthanasia lebih menunjukkan perbuatan yang membunuh karena belas kasihan, maka
menurut pengertian umum sekarang ini, euthanasia dapat diterangkan sebagai pembunuhan
yang sistematis karena kehidupannya merupakan suatu kesengsaraan dan
penderitaan. Inilah konsep dasar dari euthanasia yang kini maknanya berkembang
menjadi kematian atas dasar pilihan rasional seseorang, sehingga banyak masalah
yang ditimbulkan dari euthanasia ini. Masalah tersebut semakin kompleks karena
definisi dari kematian itu sendiri telah menjadi kabur.
Beberapa pengertian tentang terminologi euthanasia:
a. Menurut hasil
seminar aborsi dan euthanasia ditinjau dari segi medis, hukum dan psikologi,
euthanasia diartikan:
· Dengan
sengaja melakukan sesuatu untuk mengakhiri hidup seorang pasien.
· Dengan
sengaja tidak melakukan sesuatu (palaten) untuk memperpanjang hidup pasien
· Dilakukan
khusus untuk kepentingan pasien itu sendiri atas permintaan atau tanpa
permintaan pasien.
b. Menurut kode etik kedokteran
indonesia, kata euthanasia dipergunakan dalam tiga arti:
· Berpindahnya
ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, untuk yang beriman
dengan nama Allah dibibir.
· Ketika
hidup berakhir, diringankan penderitaan sisakit dengan memberinya obat
penenang.
· Mengakhiri
penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien
sendiri dan keluarganya.
Dari beberapa kategori tersebut, dapat disimpulkan bahwa
unsur-unsur euthanasia adalah sebagai berikut:
a. Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu
b. Mengakhiri hidup, mempercepat kematian,
atau tidak memperpanjang hidup pasien.
c. Pasien menderita suatu penyakit yang sulit
untuk disembuhkan kembali.
d. Atas atau tanpa permintaan pasien atau
keluarganya.
e. Demi kepentingan pasien dan keluarganya.
2.2. JENIS-JENIS
EUTHANASIA
Euthanasia bisa ditinjau dari berbagai sudut, seperti
cara pelaksanaanya, dari mana datang permintaan, sadar tidaknya pasien dan
lain-lain. Secara garis besar euthanasia dikelompokan dalam dua kelompok, yaitu
euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Di bawah ini dikemukakan beberapa jenis
euthanasia:
1. Euthanasia aktif
Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan secara
aktif oleh dokter untuk mengakhiri hidup seorang (pasien) yang dilakukan secara
medis. Biasanya dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang bekerja cepat dan
mematikan. Euthanasia aktif terbagi menjadi dua golongan
a. Euthanasia
aktif langsung, yaitu cara pengakhiran kehidupan melalui tindakan medis
yang diperhitungkan akan langsung mengakhiri hidup pasien. Misalnya dengan
memberi tablet sianida atau suntikan zat yang segera mematikan
b. Euthanasia aktif
tidak langsung, yang menunjukkan bahwa tindakan medis yang dilakukan tidak
akan langsung mengakhiri hidup pasien, tetapi diketahui bahwa risiko tindakan
tersebut dapat mengakhiri hidup pasien. Misalnya, mencabut oksigen atau alat
bantu kehidupan lainnya.
2. Euthanasia pasif
Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau
mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup
manusia, sehingga pasien diperkirakan akan meninggal setelah tindakan
pertolongan dihentikan.
3. Euthanasia volunter
Euthanasia jenis ini adalah Penghentian tindakan
pengobatan atau mempercepat kematian atas permintaan sendiri.
Euthanasia involunter adalah jenis euthanasia yang
dilakukan pada pasien dalam keadaan tidak sadar yang tidak mungkin untuk
menyampaikan keinginannya. Dalam hal ini dianggap famili pasien yang
bertanggung jawab atas penghentian bantuan pengobatan. Perbuatan ini sulit
dibedakan dengan perbuatan kriminal.
Selain kategori empat macam euthanasia di atas,
euthanasia juga mempunyai macam yang lain, hal ini diungkapkan oleh beberapa
tokoh, diantaranya Frans magnis suseno dan Yezzi seperti dikutip Petrus Yoyo
Karyadi, mereka menambahkan macam-macam euthanasia selain euthanasia secara
garis besarnya, yaitu:
1. Euthanasia murni,
yaitu usaha untuk memperingan kematian seseorang tanpa memperpendek
kehidupannya. Kedalamnya termasuk semua usaha perawatan agar yang bersangkutan
dapat mati dengan "baik".
2. Euthanasia tidak
langsung, yaitu usaha untuk memperingan kematian dengan efek samping, bahwa
pasien mungkin mati dengan lebih cepat. Di sini ke dalamnya termasuk pemberian
segala macam obat narkotik, hipnotik dan analgetika yang mungkin "de
fakto" dapat memperpendek kehidupan walaupun hal itu tidak disengaja
3. Euthanasia
sukarela, yaitu mempercepat kematian atas persetujuan atau permintaan
pasien. Adakalanya hal itu tidak harus dibuktikan dengan pernyataan tertulis
dari pasien atau bahkan bertentangan dengan pasien.
4. Euthanasia
nonvoluntary, yaitu mempercepat kematian sesuai dengan keinginan pasien
yang disampaikan oleh atau melalui pihak ketiga (misalnya keluarga), atau atas
keputusan pemerintah.
2.3. TINJAUAN
ETIS EUTHANASIA
A. Tinjauan Kedokteran
Profesi tenaga medis sudah sejak lama menentang
euthanasia sebab profesi kedokteran adalah untuk menyembuhkan dan bukan untuk
mematikan. Profesi medis adalah untuk merawat kehidupan dan bukan untuk merusak
kehidupan. Sumpah Hipokrates jelas-jelas menolaknya, “Saya tidak akan
memberikan racun yang mematikan ataupun memberikan saran mengenai hal ini
kepada mereka yang memintanya.” Sumpah ini kemudian menjadi dasar
sumpah seluruh dokter di dunia, termasuk di Indonesia. Mungkin saja sumpah ini
bukan Hipokrates sendiri yang membuatnya.
Dalam pasal 9, bab II Kode Etik Kedokteran Indonesia
tentang kewajiban dokter kepada pasien, disebutkan bahwa seorang dokter harus
senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Ini
berarti bahwa menurut kode etik kedokteran, dokter tidak diperbolehkan
mengakhiri hidup seorang yang sakit meskipun menurut pengetahuan dan pengalaman
tidak akan sembuh lagi. Tetapi apabila pasien sudah dipastikan mengalami
kematian batang otak atau kehilangan fungsi otaknya sama sekali, maka pasien
tersebut secara keseluruhan telah mati walaupun jantungnya masih berdenyut.
Penghentian tindakan terapeutik harus diputuskan oleh dokter yang berpengalaman
yang mengalami kasus-kasus secara keseluruhan dan sebaiknya hal itu dilakukan
setelah diadakan konsultasi dengan dokter yang berpengalaman, selain harus pula
dipertimbangkan keinginan pasien, kelurga pasien, dan kualitas hidup terbaik
yang diharapkan. Dengan demikian, dasar etik moral untuk melakukan euthanasia
adalah memperpendek atau mengakhiri penderitaan pasien dan bukan mengakhiri
hidup pasien. Sampai saat ini, belum ada aturan hukum di Indonesia yang
mengatur tentang euthanasia. Pasal-pasal KUHP justru menegaskan bahwa
euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan dilarang. Demikian pula dengan
euthanasia aktif dengan permintaan. Hakikat profesi kedokteran adalah
menyembuhkan dan meringankan penderitaan. Euthanasia justru bertentangan radikal
dengan hakikat itu.
Namun, beberapa ahli hukum juga berpendapat bahwa
tindakan melakukan perawatan medis yang tidak ada gunanya secara yuridis dapat
dianggap sebagai penganiayaan. Ini berkaitan dengan batas ilmu kedokteran yang
dikuasai oleh seorang dokter. Tindakan di luar batas ilmu kedokteran tersebut
dapat dikatakan di luar kompetensi dokter tersebut untuk melakukan perawatan
medis. Apabila suatu tindakan dapat dinilai tidak ada gunanya lagi, dokter
tidak lagi berkompeten melakukan perawatan medis.
B. Tinjauan Filosofis-Etis
Dari segi filosofis, persoalan euthanasia berhubungan
erat dengan pandangan otonomi dan kebebasan manusia di mana manusia ingin
menguasai dirinya sendiri secara penuh sehingga dapat menentukan sendiri kapan
dan bagaimana ia akan mati (hak untuk mati). Perdebatan mengenai euthanasia
dapat diringkas sebagai berikut: atas nama penghormatan terhadap otonomi
manusia, manusia harus mempunyai kontrol secara penuh atas hidup dan matinya
sehingga seharusnya ia mempunyai kuasa untuk mengakhiri hidupnya jika ia
menghendakinya demi pengakhiran penderitaan yang tidak berguna.
Banyak pakar etika menolak euthanasia dan assisted
suicide. Salah satu argumentasinya menekankan bahaya euthanasia
disalahgunakan. Jika kita mengizinkan pengecualian atas larangan membunuh,
sebentar lagi cara ini bisa dipakai juga terhadap orang cacat, orang berusia
lanjut, atau orang lain yang dianggap tidak berguna lagi. Ada suatu prinsip
etika yang sangat mendasar yaitu kita harus menghormati kehidupan manusia.
Tidak pernah boleh kita mengorbankan manusia kepada suatu tujuan tertentu.
Prinsip ini dirumuskan sebagai “kesucian kehidupan” (the sanctity of life).
Kehidupan manusia adalah suci karena mempunyai nilai absolut dan karena itu
dimana-mana harus dihormati.
Masing-masing orang memiliki martabat (nilai)
sendiri-sendiri yang ada secara intrinsik (ada bersama dengan adanya manusia
dan berakhir bersama dengan berakhirnya manusia). Keberadaan martabat manusia
ini terlepas dari pengakuan orang, artinya ia ada entah diakui atau tidak oleh
orang lain. Masing-masing orang harus mempertanggungjawabkan hidupnya
sendiri-sendiri dan oleh karena itu masing-masing orang memiliki tujuan
hidupnya sendiri. Karena itu, manusia tidak pernah boleh dipakai hanya sebagai
alat/instrumen untuk mencapai suatu tujuan tertentu oleh orang lain.
Meski demikian, tidak sedikit juga yang mendukung
euthanasia. Argumentasi yang banyak dipakai adalah hak pasien terminal: the
right to die. Menurut mereka, jika pasien sudah sampai akhir hidupnya, ia
berhak meminta agar penderitaannya segera diakhiri. Beberapa hari yang tersisa
lagi pasti penuh penderitaan. Euthanasia atau bunuh diri dengan bantuan hanya
sekedar mempercepat kematiannya, sekaligus memungkinkan “kematian yang baik”,
tanpa penderitaan yang tidak perlu.
2.4. TINJAUAN
YURIDIS EUTHANASIA
Di Indonesia dilihat dari perundang-undangan dewasa ini,
memang belum ada pengaturan (dalam bentuk undang-undang) yang khusus dan
lengkap tentang euthanasia. Tetapi bagaimanapun karena masalah euthanasia menyangkut
soal keamanan dan keselamatan nyawa manusia, maka harus dicari pengaturan atau
pasal yang sekurang-kurangnya sedikit mendekati unsur-unsur euthanasia itu.
Maka satu-satunya yang dapat dipakai sebagai landasan hukum, adalah apa yang
terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
Kitab undang-undang Hukum Pidana mengatur sesorang dapat
dipidana atau dihukum jika ia menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja
ataupun karena kurang hati-hati. Ketentuan pelangaran pidana yang berkaitan langsung
dengan euthanasia aktif tedapat padapasal 344 KUHP.
Pasal
344 KUHP:
Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan
orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh,
dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Ketentuan ini harus diingat kalangan kedokteran sebab
walaupun terdapat beberapa alasan kuat untuk membantu pasien atau keluarga
pasien mengakhiri hidup atau memperpendek hidup pasien, ancaman hukuman ini
harus dihadapinya.
Untuk jenis euthanasia aktif maupun pasif tanpa
permintaan, beberapa pasal dibawah ini perlu diketahui oleh dokter, yaitu:
Pasal
338 KUHP:
Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain,
dihukum karena makar mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.
Pasal
340 KUHP:
Barangsiapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu
menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord)
dengan hukuman mati atau penjara selama-lamanya seumur hidup atau penjara
selama-lamanya dua puluh tahun.
Pasal
359 KUHP:
Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang
dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu
tahun.
Selanjutnya di bawah ini dikemukakan sebuah ketentuan
hukum yang mengingatkan kalangan kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus
euthanasia, yaitu:
Pasal
345 KUHP:
Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain unutk
membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu
jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.
Kalau diperhatikan bunyi pasal-pasal mengenai kejahatan
terhadap nyawa manusia dalam KUHP tersebut, maka dapatlah kita dimengerti
betapa sebenarnya pembentuk undang-undang pada saat itu (zaman Hindia Belanda)
telah menganggap bahwa nyawa manusia sebagai miliknya yang paling berharga.
Oleh sebab itu setiap perbuatan apapun motif dan macamnya sepanjang
perbuatan tersebut mengancam keamanan dan keselamatan nyawa manusia, maka hal
ini dianggap sebagai suatu kejahatan yang besar oleh negara.
Adalah suatu kenyataan sampai sekarang bahwa tanpa
membedakan agama, ras, warna kulit dan ideologi, tentang keamanan dan
keselamatan nyawa manusia Indonesia dijamin oleh undang-undang. Demikian halnya
terhadap masalah euthanasia ini.
BAB
III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
· Euthanasia
lebih menunjukkan perbuatan yang membunuh karena belas kasihan, maka menurut
pengertian umum sekarang ini, euthanasia dapat diterangkan sebagai pembunuhan
yang sistematis karena kehidupannya merupakan suatu kesengsaraan dan
penderitaan.
· Euthanasia
dapat dikelompkkan menjadi euthanasia aktif, euthanasia pasif, euthanasia
volunter, dan uethanasia involunter.
· Menurut
kode etik kedokteran, dokter tidak diperbolehkan mengakhiri hidup seorang yang
sakit meskipun menurut pengetahuan dan pengalaman tidak akan sembuh lagi
· Di
Indonesia dilihat dari perundang-undangan dewasa ini, memang belum ada
pengaturan (dalam bentuk undang-undang) yang khusus dan lengkap tentang
euthanasia. Maka satu-satunya yang dapat dipakai sebagai landasan hukum, adalah
apa yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
3.2.SARAN
Dalam makalah ini penulis memberikan saran kepada kepeda
para pemberi layanan kesehatan khususnya para dokter untuk tidak melakukan
euthanasia, karena jika dilihat dari segi hak asasi manusia steiap orang berhak
untuk hidup. Dan jika dilihat dari segi agama, yang mempunyai kuasa atas hidup
manusia adalah Tuhan.
3.3.DAFTAR PUSTAKA
Hanafiah Jusuf: Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan,
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar