Senin, 24 April 2017

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN “MALARIA PADA KEHAMILAN”

MAKALAH
ASUHAN KEBIDANAN
“MALARIA PADA KEHAMILAN”




Disusun Oleh : Kelompok 1


PRODI DIV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
TA 2016/2017




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Asuhan Kebidanan yang berjudul “Malaria pada kehamilan.”
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Asuhan Kebidanan sebagai pembelajaran mata kuliah Asuhan Kebidanan. Dalam menyusun ini penulis banyak dibantu oleh dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan demi kelancaran penulis tulis ini  dan teman-teman yang telah memberikan semangat dan dorongan. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini.
Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi dalam pembelajaran Asuhan Kebidanan. Akhirnya, sebagai manusia biasa yang tidak terhindar dari kekeliruan kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Dan karenanya, segala saran dan kritikan yang membangun yang datang dari pembaca sangat penulis butuhkan sebagai bahan masukan untuk perbaikan di masa-masa mendatang.


                                                                Yogyakarta, 26 Februari 2017



       Penulis                 












DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................. iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................  1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 3
C. Tujuan....................................................................................................  3

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Immonopatologi .................................................................. 6
B. kemoprofilaksis malaria dalam kehamilan............................................ 24

BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan........................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 37







BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampai saat ini malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-negara seluruh dunia, baik di daerah tropis maupun sub tropis, terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit malaria disebabkan oleh parasit protozoa dari Genus plasmodium. Empat spesies yang ditemukan pada manusia adalah Plasmodium Vivax, P. ovale, P. malariae dan P. Falciparum.  Badan kesehatan sedunia (WHO) melaporkan tiga juta anak manusia meninggal setiap tahun karena menderita malaria. Dan tiap tahun terdapat 110 juta penderita malaria, 280 juta orang sebagai “Carrier” dan 2/5 penduduk dunia selalu kompak dengan malaria.
Malaria menyerang individu tanpa membedakan umur dan jenis kelamin, tidak terkecuali wanita hamil merupakan golongan yang rentan. Malaria pada kehamilan dapat disebabkan oleh keempat spesies plasmodium, tetapi plasmodium Falciparum merupakan parasit yang dominan dan mempunyai dampak paling berat terhadap morbiditas dam mortalitas ibu dan janinnya. Pada ibu menyebabkan anemi, malaria serebral, edema paru, gagal ginjal bahkan dapat menyebabkan kematian. Pada janin menyebabkan abortus, persalinan prematur, berat badan lahir rendah, dan kematian janin. Infeksi malaria pada wanita hamil sangat mudah terjadi karena adanya perubahan sistim imunitas ibu selama kehamilan, baik imunitas seluler maupun imunitas humoral, serta diduga juga akibat peningkatan horman kortisol pada wanita selama kehamilan. Di daerah endemi malaria wanita hamil lebih mudah terinfeksi parasit malaria dibandingkan wanita tidak hamil. Kemudahan infeksi itu terjadi karena kekebalan yang menurun selama kehamilan, akibatnya dapat terjadi peningkatan Prevalensi densitas parasit malaria berat.
Berdasarkan hal-hal diatas terlihat bahwa malaria selama kehamilan perlu mendapat perhatian khusus. Untuk itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang asuhan kebidanan ibu hamil dengan penyakit malaria.

B.     Rumusan Masalah
1.     Apakah pengertian Immunopatologi?
2.     Bagaimana pengaruh malaria pada kehamilan?
3.     Apa saja komplikasi malaria pada kehamilan?

C.    Tujuan
1.    Menjelaskan pengertian Immunopatologi
2.    Menjelaskan pengaruh malaria pada kehamilan
3.    Menjelaskan komplikasi malaria pada kehamilan












BAB II
PEMBAHASAN
A.    IMMUNOPATOLOGI
1.    Respon Imun Terhadap Infeksi Malaria Selama Kehamilan
Respon imun spesifik terdiri dari imunitas seluler oleh  limfosit T dan imunitas humoral oleh limfosit B. Limfosit T dibedakan menjadi limfosit T helper (CD4+) dan sitotoksik  (CD8+) sedangkan berdasarkan sitokin yang dihasilkannya dibedakan menjadi subset Th-1 (menghasilkan IFN-dan TNF-) dan subset Th-2 (menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, IL10). Sitokin tersebut berperan mengaktifkan imunitas humoral. CD4+ berfungsi sebagai regulator dengan membantu produksi  antibodi dan aktivasi fagosit lain sedangkan CD8+ berperan sebagai efektor langsung untuk fagositosis parasit dan menghambat perkembangan parasit dengan menghasilkan IFN-
Epitop-epitop antigen parasit akan berikatan dengan reseptor limfosit B yang berperan sebagai sel penyaji antigen  kepada sel limfosit T dalam hal ini CD4+. Selanjutnya sel T  akan berdiferensiasi menjadi sel Th-1 dan Th-2. Sel Th-2 akan  menghasilkan IL-4 dan IL-5 yang memacu pembentukan Ig oleh limfosit B. Ig tersebut juga meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag. Sel Th-1 menghasilkan IFN- dan TNF- yang mengaktifkan komponen imunitas seluler seperti makrofag dan monosit serta sel NK.
Wanita hamil memiliki risiko terserang malaria falciparum  lebih sering dan lebih berat dibandingkan wanita tidak hamil. Konsentrasi eritrosit yang terinfeksi parasit banyak ditemukan di plasenta sehingga diduga respon imun terhadap parasit di bagian tersebut mengalami supresi. Hal tersebut berhubungan dengan supresi sistim imun baik humoral maupun seluler selama kehamilan sehubungan dengan keberadaan fetus sebagai “benda asing” di dalam tubuh ibu.
Supresi sistim imun selama kehamilan berhubungan dengan keadaan hormonal. Konsentrasi hormon progesteron yang meningkat selama kehamilan berefek menghambat aktifasi limfosit T terhadap stimulasi antigen. Selain itu efek imunosupresi kortisol juga berperan dalam menghambat respon imun.
2. Peranan Sitokin Pada Infeksi Malaria
Antigen-antigen parasit merupakan pemicu pelepasan zat-zat tertentu dari sel-sel pertahanan tubuh yang disebut sitokin. Sitokin dihasilkan olehmakrofag/monosit dan limfosit T. Sitokin yang dihasilkan oleh makrofag adalah TNF, IL-1 dan IL-6 sedangkan limfosit T menghasilkan TNF-, IFN-, IL-4, IL-8, IL-10 dan IL-12.
 (Warren KS. Immunology and Molecular Biology of Parasitic Infections. 3th ed. Boston, Blackwell Scientific Publ. 1993:307)
Sitokin yang diduga banyak berperan pada mekanisme patologi dari malaria adalah TNF (tumor necrosis factor). TNF- menginduksi terjadinya perubahan pada netrofil yaitu  pelepasan enzim lisosomal, ekspresi reseptor permukaan  seperti reseptor Fc dan integrin, adhesi dan migrasi kemotaktik. Selanjutnya terjadi peningkatan daya adheren sel netrofil terhadap berbagai substrat dan sel sehingga daya bunuh netrofil terhadap parasit meningkat. Selain itu TNF- juga memacu pembentukan sitokin lain seperti Il-1, IL-6, IL-12, IFN-dan meningkatkan sintesis prostaglandin. TNF- juga meningkat-kan ekspresi molekul adhesi seperti ICAM1 dan CD36 pada sel-sel endotel kapiler sehingga meningkatkan sitoadheren eritrosit yang terinfeksi parasit. Peningkatan sitoadheren tersebut meningkatkan risiko malaria serebral. IFN-berfungsi memacu pembentukan TNF- dan juga meningkatkan daya bunuh netrofil. IL-1 bekerja sinergis dengan TNF-sedangkan IL-6 memacu produksi Ig oleh sel limfosit B dan memacu proliferasi dan deferensiasi sel limfosit T. Selain berperan pada mekanisme patologi malaria, sitokin diduga juga berperan menyebabkan gangguan dalam kehamilan. Pada wanita hamil yang menderita malaria terdapat kenaikan TNF-, IL-1 dan IL-8 yang sangat nyata pada jaringan plasenta dibandingkan wanita hamil yang tidak menderita malaria. Sitokin-sitokin tersebut terutama dihasilkan oleh makrofag hemozoin yang terdapat di plasenta.
Telah dijelaskan bahwa kadar TNF-yang tinggi dapat meningkatkan sitoadheren eritrosit yang terinfeksi parasit terhadap sel-sel endotel kapiler. Kadar TNF-plasenta yang tinggi akan memacu proses penempelan eritrosit berparasit pada kapiler plasenta dan selanjutnya akan menimbulkan gangguan aliran darah plasenta dan akhirnya gangguan nutrisi fetus. Bila proses berlanjut dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan fetus sehingga bayi yang dilahirkan memiliki berat badan rendah. Selain itu peningkatan sintesis prostag-landin seiring dengan peningkatan konsentrasi TNF-plasenta diduga dapat menyebabkan kelahiran prematur.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa selain kenaikan TNF-, IL-1 dan IL-8, selama kehamilan juga didapatkan peningkatan IL-6, Il-2 dan IL-4.
v  Histopatologi
Pada wanita hamil yang terinfeksi malaria, eritrosit  berparasit dijumpai di plasenta sisi maternal dari sirkulasi tetapi tidak di sisi fetal, kecuali pada penyakit plasenta. Pada infeksi aktif, plasenta terlihat hitam atau abu-abu dan sinusoid padat dengan eritrosit terinfeksi. Secara histologis ditandai oleh sel eritrosit berparasit danpigmen malaria dalam ruang intervilli plasenta, monosit mengandung pigmen, infiltrasi mononuklear, simpul sinsitial (syncitial knotting), nekrosis fibrinoid, kerusakan trofoblas dan penebalan membrana basalis trofoblas. Terjadi nekrosis sinsitiotrofoblas, kehilangan mikrovilli dan penebalan membrana basalis trofoblas akan menyebabkan aliran darah ke janin berkurang dan akan terjadi gangguan nutrisi pada janin. Lesi bermakna yang ditemukan adalah penebalan membrana basalis trofoblas, pengurusan mikrovilli fokal menahun. Bila villi plasenta dan sinus venosum mengalami kongesti dan terisi eritrosit berparasit dan makrofag, maka aliran darah plasenta akan berkurang dan ini dapat menyebabkan abortus, lahir prematur, lahir mati ataupun berat badan lahir rendah.
v  Gejala Klinis
Gejala utama infeksi malaria adalah demam yang diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit/ skizon) dan terbentuknya sitokin dan atau toksin lainnya. Pada daerah hiperendemik sering ditemukan penderita dengan parasitemia tanpa gejala demam.
Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodik, anemi dan splenomegali. Sering terdapat gejala prodromal seperti malaise, sakit kepala, nyeri pada tulang/otot, anoreksi dan diare ringan.
Namun sebenarnya efek klinik malaria pada ibu hamil lebih tergantung pada tingkat kekebalan ibu hamil terhadap penyakit itu, sedangkan kekebalan terhadap malaria lebih banyak ditentukan dari tingkat transmisi malaria tempat wanita hamil tinggal/ berasal, yang dibagi menjadi 2 golongan besar :
Stable transmission / transmisi stabil, atau endemik (contoh : Afrika SubSahara)
1. Orang-orang di daerah ini terus-menerus terpapar malaria karena sering menerima gigitan nyamuk infektif setiap bulannya
2. Kekebalan terhadap malaria terbentuk secara signifikan
Unstable transmission / transmisi tidak stabil, epidemik atau non-endemik (contoh: Asia Tenggara dan Amerika Selatan)
Orang-orang di daerah ini jarang terpapar malaria dan hanya menerima rata-rata < 1 gigitan nyamuk infektif/tahun. Wanita hamil (semi-imun) di daerah transmisi stabil/ endemik tinggi akan mengalami:
1.      Peningkatan parasite rate (pada primigravida di Afrika parasite rate pada wanita hamil meningkat 30-40% dibandingkan wanita tidak hamil)
2.      Peningkatan kepadatan (densitas) parasitemi perifer
3.      Menyebabkan efek klinis lebih sedikit, kecuali efek anemi maternal sebagai komplikasi utama yang sering terjadi pada primigravida. Anemi tersebut dapat memburuk sehingga menyebabkan akibat serius bagi ibu dan janin. Sebaliknya di daerah tidak stabil/non-endemik/endemik rendah yang sebagian besar populasinya merupakan orang-orang non-imun terhadap malaria, kehamilan akan meningkatkan risiko penyakit maternal berat, kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal. Ibu hamil yang menderita malaria berat di daerah ini memiliki risiko fatal lebih dari 10 kali dibandingkan ibu tidak hamilyang menderita malaria berat di daerah yang sama.

v  Etiologi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang masuk ke dalam tubuh manusia, ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina (WHO 1981).
Empat spesies Plasmodium penyebab malaria pada manusia adalah :
1. Plasmodium falciparum (P. falciparum)
2. Plasmodium vivax (P. vivax)
3. Plasmodium ovale (P. ovale)
4. Plasmodium malariae (P. malariae)
Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P. falciparum dan P.vivax atau campuran keduanya, sedangkan P. malariae hanya ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan P. ovale ditemukan di Papua.


v  Diagnosis Malaria pada Kehamilan
Malaria pada kehamilan dipastikan dengan ditemukannya parasit malaria di dalam:
a.       Darah maternal
b.      Darah plasenta / melalui biopsi.
Gambaran klinik malaria pada wanita non-imun (di daerah non-endemik) bervariasi dari :
1.      Malaria ringan tanpa komplikasi (uncomplicated malaria) dengan demam tinggi, sampai
2.      Malaria berat (complicated malaria) dengan risiko tinggi pada ibu dan janin (maternal mortality rate 20-50 % dan sering fatal bagi janin).
Sedangkan gambaran klinik malaria pada wanita di daerah endemik sering tidak jelas, mereka biasanya memiliki kekebalan yang semi-imun, sehingga :
1.      Tidak menimbulkan gejala, misal : demam
2.      Tidak dapat didiagnosis klinik

1.      Diagnosis Malaria
a. Diagnosis Klinis (Tanpa Pemeriksaan Laboratorium)
1.      Malaria ringan/tanpa komplikasi
Pada anamnesis :
1)         Harus dicurigai malaria pada seseorang yang berasal dari daerah endemis malaria dengan demam akut dalam segala bentuk, dengan/tanpa gejala-gejala lain
2)         Adanya riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria dalam 2 minggu terakhir
3)          Riwayat tinggal di daerah malaria
4)         Riwayat pernah mendapat pengobatan malaria
5)         Pada pemeriksaan fisik :
a)         Suhu > 37,5 0C
b)         Dapat ditemukan pembesaran limpa
c)         Dapat ditemukan anemia

d)        Gejala klasik malaria khas terdiri dari 3 stadia yang berurutan, yaitu menggigil (15 ­ 60 menit), demam (2-6 jam), berkeringat (2-4 jam)
Di daerah endemis malaria, pada penderita yang telah mempunyai imunitas terhadap malaria, gejala klasik di atas tidak timbul berurutan, bahkan tidak semua gejala tersebut dapat ditemukan. Selain gejala klasik di atas, dapat juga disertai gejala lain/gejala khas setempat, seperti lemas, sakit kepala, mialgia, sakit perut, mual/muntah,dan diare.
1.      Malaria berat
Malaria berat/severe malaria/complicated malaria adalah bentuk malaria falsiparum serius dan berbahaya, yang memerlukan penanganan segera dan intensif. Oleh karena itu pengenalan tanda-tanda dan gejala-gejala malaria berat sangat penting bagi unit pelayanan kesehatan untuk menurunkan mortalitas malaria. Beberapa penyakit penting yang mirip dengan malaria berat adalah meningitis, ensefalitis, septikemi, demam tifoid, infeksi viral, dll. Hal ini menyebabkan pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan untuk menambah kekuatan diagnosis.
WHO mendefinisikan Malaria berat sebagai ditemukannya P. falciparum bentuk aseksual dengan satu atau beberapa komplikasi/manifestasi klinik berat, yaitu :
1)         Gangguan kesadaran sampai koma (malaria serebral)
2)         Anemi berat (Hb < 5 g%, Ht < 15 %)
3)         Hipoglikemi (kadar gula darah < 40 mg%)
4)         Udem paru / ARDS
5)         Kolaps sirkulasi, syok, hipotensi (sistolik < 70 mmHg pada dewasa dan < 50 mmHg pada anak-anak), algid malaria dan septicemia.
6)         Gagal ginjal akut (ARF)
7)         Jaundice (bilirubin > 3 mg%)
8)         Kejang umum berulang ( > 3 kali/24 jam)
9)         Asidosis metaboli
10)     Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam-basa.
11)     Perdarahan abnormal dan gangguan pembekuan darah.
12)     Hemoglobinuri
13)     Kelemahan yang sangat (severe prostration)
14)     Hiperparasitemi
15)     Hiperpireksi (suhu > 40 0C)
Malaria falsiparum tanpa komplikasi (uncomplicated) dapat menjadi berat (complicated) jika tidak diobati secara dini dan semestinya.
b. Diagnosis Laboraturium (dengan Pemeriksaan Sediaan Darah)
Pemeriksaan mikroskopik masih merupakan yang terpenting pada penyakit malaria karena selain dapat mengidentifikasi jenis plasmodium secara tepat sekaligus juga dapat menghitung jumlah parasit sehingga derajat parasitemi dapat diketahui.
Pemeriksaan dengan mikroskop:
a. Pewarnaan Giemsa pada sediaan apusan darah untuk melihat parasit
b. Pewarnaan Acridin Orange untuk melihat eritrosit yang terinfeksi
c. Pemeriksaan Fluoresensi Quantitative Buffy Coat (QBC)
Sedangkan pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di puskesmas/lapangan/rumah sakit digunakan untuk menentukan nilai ambang parasit dan mengetahui kepadatan parasit (terutama penderita rawat inap) pada sediaan darah.
Metode diagnostik yang lain adalah deteksi antigen HRP II dari parasit dengan metode Dipstick test, selain itu dapat pula dilakukan uji immunoserologis yang lain, seperti:
1)   Tera radio immunologik (RIA)
2)   Tera immuno enzimatik (ELISA)
Adapun pemeriksaan genetika dan biomolekuler yang dapat dilakukan adalah dengan mendeteksi DNA parasit, dalam hal ini urutan nukleotida parasit yang spesifik, melalui pemeriksaan Reaksi Rantai Polimerase (PCR).
Di daerah yang tidak mempunyai sarana laboratorium dan tenaga mikroskopis, diagnosis malaria ditegakkan hanya berdasarkan pemeriksaan klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik) tanpa pemeriksaan laboratorium.
v  Pengaruh Malaria Terhadap Ibu
1. Anemia
Infeksi malaria akan menyebabkan lisis sel darah merah yang mengandung parasit sehingga akan menyebabkan anemi. Jenis anemi yang ditemukan adalah hemolitik normokrom.
Pada infeksi P. falciparum dapat terjadi anemi berat karena semua umur eritrosit dapat diserang. Eritrosit berparasit mau-pun tidak berparasit mengalami hemolisis karena fragilitas osmotik meningkat. Selain itu juga dapat disebabkan peningkatan autohemolisis baik pada eritrosit berparasit maupun tidak berparasit sehingga masa hidup eritrosit menjadi lebih singkat dan anemi lebih cepat terjadi. Pada infeksi P. vivax tidak terjadi destruksi darah yang berat karena hanya retikulosit yang diserang. Anemi berat pada infeksi P. vivax kronik menunjuk-kan adanya penyebab immunopatologik.
Malaria pada kehamilan dapat menyebabkan anemi berat terutama di daerah endemis dan merupakan penyebab morta-litas penting. Anemi hemolitik dan megaloblastik pada ke-hamilan mungkin akibat sebab nutrisional atau parasit terutama sekali pada wanita primipara.

2. Sistim sirkulasi
Bila terjadi blokade kapiler oleh eritrosit berparasit maka akan terjadi anoksi jaringan terutama di otak. Kerusakan endotel kapiler sering terjadi pada malaria falciparum yang berat karena terjadi peningkatan permeabilitas cairan, protein dan diapedesis eritrosit. Kegagalan lebih lanjut aliran darah ke jaringan dan organdisebabkan vasokonstriksi arteri kecil dan dilatasi kapiler, hal ini akan memperberat keadaan anoksi. Pada infeksi P. falciparum sering dijumpai hipotensi ortostatik.

3. Edema pulmonum
Pada infeksi P. falciparum, pneumonia merupakan komplikasi yang sering dan umumnya akibat aspirasi atau bakteremia yang menyebar dari tempat infeksi lain. Gangguan perfusi organ akan meningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi edema interstitial. Hal ini akan menyebabkan disfungsi mikrosirkulasi paru.
Gambaran makroskopik paru berupa reaksi edematik, berwarna merah tua dan konsistensi keras dengan bercak perdarahan. Gambaran mikroskopik tergantung derajat parasitemi pada saat meninggal. Terdapat gambaran hemozoin dalam makrofag pada septa alveoli. Alveoli menunjukkan gambaran hemoragik disertai penebalan septa alveoli dan penekanan dinding alveoli serta infiltrasi sel radang.
Edema paru dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu peningkatan permeabilitas vaskuler sekunder terhadap emboli dan DIC, disfungsi berat mikrosirkulasi, fenomena alergi, terapi cairan yang berlebihan bersamaan dengan gangguan fungsi kapiler alveoli, kehamilan, malaria serebral, tingkat parasitemi yang tinggi, hipotensi, asidosis dan uremia.


4. Hipoglikemi
Pada wanita hamil umumnya terjadi perubahan metabolisme karbohidrat yang menyebabkan kecenderungan hipoglikemi terutama saat trimester terakhir. Selain itu, sel darah merah yang terinfeksi memerlukan glukosa 75 kali lebih banyak daripada sel darah normal. Di samping faktor tersebut, hipoglikemi dapat juga terjadi pada penderita malaria yang diberi kina secara intravena. Hipoglikemi karena kebutuhan metabolik parasit yang meningkat menyebabkan habisnya cadangan glikogen hati. Pada orang dewasa hipoglikemi sering berhubungan dengan pengobatan kina, sedangkan pada anak-anak sering disebabkan penyakit itu sendiri. Hipoglikemi sering terjadi pada wanita hamil khususnya pada primipara. Gejala hipoglikemi juga dapat terjadi karena sekresi adrenalin yang berlebihan dan disfungsi susunan saraf pusat. Mortalitas hipoglikemi pada malaria berat di Minahasa adalah 45%, lebih baik daripada Irian Jaya sebesar 75%.
5. Infeksi plasenta
Pada penelitian terhadap plasenta wanita hamil yang terinfeksi berat oleh falciparum ditemukan banyak timbunan eritrosit yang terinfeksi parasit dan monosit yang berisi pigmen di daerah intervilli. Juga ditemukan nekrosis sinsisial dan proliferasi sel-sel sitotrofoblas. Adanya kelainan plasenta dengan penimbunan pigmen tetapi tidak ditemukan parasit menunjukkan adanya infeksi yang sudah sembuh atau inaktif.

6. Gangguan elektrolit
Rasio natrium/kalium di eritrosit dan otot meningkat dan pada beberapa kasus terjadi peningkatan kalium plasma pada saat lisis berat. Rasio natrium/kalium urin sering terbalik. Hiponatremi sering ditemukan pada penderita sakit berat dan karena ginjal terlibat dapat terjadi peningkatan serum kreatinin dan BUN.
7. Malaria serebral
Malaria serebral merupakan ensefalopati simetrik pada infeksi P. falciparum dan memiliki mortalitas 20-50%. Serangan sangat mendadak walaupun biasanya didahului oleh episode demam malaria. Kematian dapat terjadi dalam be-berapa jam. Akan tetapi banyak dari mereka yang selamat mengalami penyembuhan sempurna dalam beberapa hari. Malaria serebral sering dijumpaipada daerah endemik seperti Jawa Tengah (Jepara), Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya. Di Sulawesi Utara mortalitasnya 30,5% sedangkan di RSUP Manado 50%

v  Pengaruh Malaria pada Janin
1. Kematian janin dalam kandungan
Kematian janin intrauterin dapat terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan parasit di dalam plasenta yang menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun akibat infeksi trans-plasental.
2. Abortus
Abortus pada usia kehamilan trimester I lebih sering terjadi karena demam tinggi sedangkan abortus pada usia trimester II disebabkan oleh anemia berat.
3. Persalinan prematur
Umumnya terjadi sewaktu atau tidak lama setelah serangan malaria. Beberapa hal yang menyebabkan persalinan prematur adalah febris, dehidrasi, asidosis atau infeksi plasenta.


4. Berat badan lahir rendah
Penderita malaria biasanya menderita anemi sehingga akan menyebabkan gangguan sirkulasi nutrisi pada janin dan berakibat terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan.
5. Malaria plasenta
Plasenta mempunyai fungsi sebagai barier protektif dari berbagai kelainan yang terdapat dalam darah ibu sehingga parasit malaria akan ditemukan di plasenta bagian maternal dan hanya dapat masuk ke sirkulasi janin bila terdapat kerusakan plasenta misalnya pada persalinan sehingga terjadi malaria kongenital.
Prevalensi malaria plasenta biasanya ditemukan lebih tinggi daripada malaria pada sediaan darah tepi wanita hamil, hal ini mungkin karena plasenta merupakan tempat parasit bermultiplikasi. Diagnosis malaria plasenta ditegakkan dengan menemukan parasit malaria dalam sel darah merah atau pigmen malaria dalam monosit pada sediaan darah yang diambil dari plasenta bagian maternal atau darah tali pusat. Infeksi P. falciparum sering mengakibatkan anemi maternal, abortus, lahir mati, partus prematur, BBLR serta kematian maternal.
Gambaran histologik infeksi aktif berupa plasenta yang bewarna hitam/abu-abu, sinusoid padat dengan eritrosit terinfeksi, eritrosit terinfeksi pada sisi maternal dan tidak pada sisi fetal kecuali pada beberapa penyakit plasenta. Tampak pigmen hemozoin dalam ruang intervilli dan makrofag disertai infiltrasi sel radang. Dapat terjadi simpul sinsitial disertai nekrosis fibrinoid dan kerusakan serta penebalan membrana basalis trofoblas.


6. Malaria kongenital
Gejala klinik malaria kongenital antara lain iritabilitas, tidak mau menyusu, demam, pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali) dan anemia tanpa retikulositosis dan tanpa ikterus.
Malaria kongenital dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:
Ø  True Congenital Malaria (acquired during pregnancy)
Pada malaria kongenital ini sudah terjadi kerusakan plasenta sebelum bayi dilahirkan. Parasit malaria ditemukan pada darah perifer bayi dalam 48 jam setelah lahir dan gejalanya ditemukan pada saat lahir atau 1-2 hari setelah lahir.
Ø  False Congenital Malaria (acquired during labor)
Malaria kongenital ini paling banyak dilaporkan dan terjadi karena pelepasan plasenta diikuti transmisi parasit malaria ke janin. Gejala-gejalanya muncul 3-5 minggu setelah bayi lahir.
v  Penanganan Malaria pada Kehamilan
1. Pengontrolan Malaria
Pengontrolan malaria dalam kehamilan tergantung derajat transmisi, berdasarkan gabungan hal-hal di bawah ini :
1.      Diagnosis dan pengobatan malaria ringan dan anemia ringan sampai moderat
2.      Kemoprofilaksis
3.      Penatalaksanaan komplikasi malaria berat, termasuk anemia berat
4.      Pendidikan kesehatan dan kunjungan yang teratur untuk ante natal care (ANC).
ANC teratur adalah dasar keberhasilan penatalaksanaan malaria dalam kehamilan, yang bertujuan untuk memberikan pendidikan kesehatan termasuk penyuluhan tentang malaria dan dampaknya (malaria serebral, anemi, hipoglikemi, edema paru, abortus, pertumbuhan janin terhambat, prematuritas, kematian janin dalam rahim, dll) pada kehamilan di semua lini kesehatan (Posyandu, Pustu, Puskesmas dan Rumah Sakit) ; Memantau kesehatan ibu dan janin, serta kemajuan kehamilan ; Diagnosis dan pengobatan yang tepat (tepat waktu) ; dan Memberikan ibu suplai obat untuk kemoprofilaksis.
1.      Perlindungan pribadi untuk mencegah kontak dengan vektor, misal : pemakaian kelambu.
2.      Pemeriksaan hemoglobin dan parasitologi malaria setiap bulan.
3.      Pemberian tablet besi dan asam folat serta imunisasi TT lengkap.
4.      Pada daerah non resisten klorokuin :
a)      Ibu hamil non-imun diberi Klorokuin 2 tablet/minggu dari pertama datang/setelah sakit sampai masa nifas
b)      Ibu hamil semi imun diberi sulfadoksin-pirimetamin (SP) pada trimester II dan III awal.
Pada daerah resisten klorokuin semua ibu hamil baik non imun maupun semi imun diberi SP pada trimester II dan III awal



2. Penanganan Malaria di Puskesmas dan Rumah Sakit
v  Kriteria rawat jalan
1)      Gejala klinis malaria tanpa komplikas
2)      Bukan malaria berat
3)      Parasitemia < 5%
v  Kriteria rawat tinggal
1)      Gejala klinis malaria dengan komplikasi
2)      Malaria berat
3)      Parasitemia > 5%
v  Kriteria rujukan
Semua penderita yang memenuhi kriteria rawat tinggal (malaria berat) tetapi fasilitas/kemampuan perawatan setempat tidak mencukupi, perlu dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan tenaga dokter spesialis.
3. Pencegahan dan Pengobatan Malaria dalam Kehamilan
Pada semua ibu hamil dengan malaria, pada kunjungan ANC pertama diberi pengobatan dosis terapeutik anti malaria
v  Pencegahan anemi dimulai pada saat ini :
1)      Suplemen besi : 300 mg sulfas ferrosus (60 mg elemen besi)/hari, dan 1 mg folic acid/hari.
2)      Untuk pengobatan anemia moderat (Hb 7-10 g/dl) diberikan dosis besi 2x lipat.
3)      Periksa Hb setiap kali kontrol.
Kebijakan pengobatan malaria (P.falciparum dan P.vivax) di Indonesia hanya menganjurkan pemakaian klorokuin dosis terapeutik untuk pengobatan dalam kehamilan, sedangkan kinin untuk pengobatan malaria berat.
Di daerah P.falciparum resisten klorokuin, dapat diberikan pengobatan alternatif yaitu :
1)      Sulfadoksin- pirimetamin (SP) 3 tablet dosis tunggal
2)      Garam Kina 10 mg/kg.bb per oral 3 kali selama 7 hari (minimun 3 hari + SP 3 tablet dosis tunggal hari pertama)
3)      Meflokuin dapat dipakai jika sudah resisten dengan Kina atau SP, namun penggunaannya pada kehamilan muda harus benar-benar dipertimbangkan, karena data penggunaannya pada trimester I masih terbatas.
Jika terjadi resistensi ganda pilihan terapi adalah sbb:
1)      Garam Kina 10 mg/kg.bb per oral 3 kali selama 7 hari  DITAMBAH Klindamisin 300 mg 4 kali sehari selama 5 hari. (dapat dipakai di daerah resisten kina).
2)      ATAU Artesunat 4 mg/kg.bb oral dibagi beberapa dosis hari I, disambung 2 mg/kg.bb oral dosis tunggal selama 6 hari. (dapat dipakai pada trimester II dan III, dan jika tidak ada alternatif lain).
Untuk daerah Minahasa/Sulawesi Utara klorokuin masih sangat efektif, demikian juga P.vivax umumnya masih sensitif terhadap klorokuin.



B.    KEMOPROFILAKSIS MALARIA DALAM KEHAMILAN
WHO merekomendasikan agar memberikan suatu dosis pengobatan (dosis terapeutik) anti malaria untuk semua wanita hamil di daerah endemik malaria pada kunjungan ANC yang pertama, kemudian diikuti kemoprofilaksis teratur. Saat ini kebijakan pengobatan malaria di Indonesia menghendaki hanya memakai klorokuin untuk kemoprofilaksis pada kehamilan. Ibu hamil dengan status non-imun sebaiknya menghindari daerah endemis malaria.
Profilaksis mulai diberikan 1 sampai 2 minggu sebelum mengunjungi daerah endemis, dengan klorokuin (300 mg basa) diberikan seminggu sekali dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah kembali ke daerah non endemis (Bradley dan Warhurst, 1995).
Beberapa studi memperlihatkan bahwa kemoprofilaksis menurunkan anemia maternal dan meningkatkan berat badan bayi yang dilahirkan.
Perlindungan dari gigitan nyamuk: Kontak antara ibu dengan vektor dapat dicegah dengan :
1.      Memakai kelambu yang telah dicelup insektisida (misal : permethrin)
2.      Pemakaian celana panjang dan kemeja lengan panjang
3.      Pemakaian penolak nyamuk (repellent)
4.      Pemakaian obat nyamuk (baik semprot, bakar dan obat nyamuk listrik)
5.      Pemakaian kawat nyamuk pada pintu-pintu dan jendela-jendela


v  Pengobatan Malaria Berat dalam Kehamilan
Pengobatan malaria berat memerlukan kecepatan dan ketepatan diagnosis sedini mungkin.
Pada setiap penderita malaria berat, tindakan/pengobatan yang perlu dilakukan adalah:
1.      Tindakan umum / simptomatik
2.      Pemberian obat anti malaria
3.      Pengobatan komplikasi

v  Penatalaksanaan umum
Perbaiki keadaan umum penderita (pemberian cairan dan perawatan umum). Pemberian cairan adalah faktor yang sangat penting dalam penanganan malaria berat. Bila berlebihan akan menyebabkan edema paru, sebaliknya bila kurang akan menyebabkan nekrosis tubular akut yang berakibat gagal ginjal akut.
Monitoring vital sign antara lain : keadaan umum, kesadaran, pernafasan, tekanan darah, suhu, dan nadi setiap 30 menit (selalu dicatat untuk mengetahui perkembangannya), kontraksi uterus dan bunyi jantung janin juga harus dipantau.
Jaga jalan nafas untuk menghindari terjadinya asfiksi, bila perlu beri oksigen.
Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermi: parasetamol 10 mg/kg.bb/kali, dan dapat dilakukan kompres.
Jika kejang, beri antikonvulsan : diazepam 5-10 mg iv. (secara perlahan selama 2 menit) ulang 15 menit kemudian jika masih kejang; maksimum 100 mg/24 jam. Bila tidak tersedia diazepam, dapat dipakai fenobarbital 100 mg im/kali (dewasa) diberikan 2 kali sehari.
Untuk konfirmasi diagnosis, lakukan pemeriksaan SD tebal. Penilaian sesuai kriteria diagnostik mikroskopik.Apabila tidak tersedia fasilitas yang memadai, persiapkan penderita untuk dirujuk ke tingkat pelayanan kesehatan lebih tinggi yang menyediakan perawatan intensif.
v  Penanganan Malaria pada Persalinan
Persalinan penderita malaria yang positif pada pemeriksaan apusan darah tebal/DDR (+), memerlukan pengawasan yang lebih cermat, sebagai berikut:
Pada kala I :
1.      Wanita hamil dengan infeksi malaria berat harus dirawat di unit perawatan intensif (bila mungkin).
2.      Pemantauan ketat kontraksi uterus dan denyut jantung janin  (monitoring CTG) sehinggadapat diketahui adanya gawat janin lebih awal.
3.      Bila ditemukan tanda gawat janin pada persalinan, merupakan indikasi seksio sesarea.
Perawatan umum pada kala I:
1.      Demam, bila suhu rektal >39oC dikompres dan diberi antipiretik (parasetamol 3-4 x 500 mg/hari)
2.      Anemia, dapat diberi transfusi PRC (packed red cell)
3.      Hipoglikemi, diberi 50 ml glukosa 50% bolus intravena dan dilanjutkan dengan infus glukosa 5% atau 10%
4.      Edema paru
Penderita diletakkan pada posisi setengah duduk, oksigenasi konsentrasi tinggi serta diberi furosemid 40 mg intravena. Bila perlu dilakukan ventilasi mekanik dengan tekanan positif akhir respirasi (PEEP)
Malaria serebral
Penderita harus dirawat dengan cermat, keseimbangan cairan dan tingkat kesadaran diperhatikan. Dapat diberi natrium fenobarbital 10-15 mg/kgbb. im. dosis tunggal dan bila kejang dapat diberi diazepam 0,15 mg/kgbb. iv. (maksimum 10 mg)
Pada kala II :
Jika tidak ada kontraindikasi, persalinan dapat pervaginam, indikasi persalinan denganekstraksi vakum/ forseps tergantung keadaan obstetrik saat itu.
v  Kemoterapi/Pemberian Obat Anti Malaria
Penderita malaria berat memerlukan obat anti malaria yang mempunyai daya bunuh terhadap parasit secara cepat dan kuat, serta bertahan dalam aliran darah dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu sebaiknya diberikan parenteral, sehingga mempunyai efek langsung dalam darah. Obat anti malaria yang direkomendasi :
Kina (Kina HCl 25%, 1 ampul 500 mg/2 ml).
a. Aman digunakan pada semua trimester kehamilan
b. Tidak menyebabkan abortus dalam dosis terapi
c. Pemberian IV untuk usia kehamilan > 30 minggu tidak menyebabkan kontraksi uterus (menginduksi partus) atau menyebabkan fetal distress.
d. Efek samping yang utama : hipoglikemi
Cara pemberian :
Cara I :
Karena kematian dapat terjadi dalam 6 jam pertama, maka diperlukan kadar ideal dalam darah secara cepat, yaitu :
1)      Loading dose/ dosis awal: Kina HCl 25 % (perdrip) dosis 20 mg/kg.bb dilarutkan dalam 500 ml dektrosa 5 % atau dextrose in saline diberikan dalam 4 jam pertama dengan kecepatan konstan 2 ml/menit, 4 jam berikutnya istirahat (infus saja); kemudian 8 mg/kg.bb tiap 8 jam (maintenance dose).
2)      Loading dose digunakan bila penderita belum pernah mendapatkan pengobatan kina atau meflokuin dalam 12 jam sebelumnya atau penderita yang riwayat pengobatan sebelumnya diketahui dengan jelas.
3)      Berikan kemoterapi oral segera bila penderita sudah bisa minum, Kina intravena diganti dengan Kina tablet / per oral dengan dosis 10 mg/kg.bb/kali, 3 kali sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian loading dose).

Cara II :
1)      Kina HCL 25 % (perdrip), dosis 10mg/kg.bb atau 1 ampul (isi 2 ml = 500 mg) dilarutkan dalam 500 ml dekstrosa 5 % atau dextrose in saline diberikan selama 8 jam dengan kecepatan konstan 2 ml/menit, diulang dengan cairan yang sama setiap 8 jam sampai penderita dapat minum obat.
2)      Bila penderita sudah bisa minum, Kina intravena diganti dengan Kina tablet/per oral dengan dosis 10 mg/kg.bb/kali, 3 kali sehari (total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian infus perdrip yang pertama).
Catatan :
a)      Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena, karena dapat menyebabkan kadar dalam plasma sangat tinggi dengan akibat toksisitas pada jantung dan kematian.
b)      Bila karena berbagai alasan Kina tidak dapat diberikan melalui infus, maka dapat diberikan im. dengan dosis yang sama di paha bagian depan masing-masing 1/2 dosis di setiap paha; untuk pemakaian im., kina diencerkan dengannormal saline untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml.
c)      Bila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral, maka dosis maintenance kina diturunkan 1/3 – 1/2 nya (menjadi 5-7 mg Kina HCl) dan lakukan pemeriksaan parasitologi serta evaluasi klinik.
d)     Total dosis kina yang diperlukan :
Hari 0 : 30 mg/kgbb
Hari I : 30 mg/kgbb
Hari II dan berikutnya : 15-20 mg/kgbb.
e)      Pemberian kina dapat diikuti dengan hipoglikemi, karenanya perlu diperiksa gula darah /12 jam.
f)       Artesunate dan artemether sudah pernah dipakai dengan aman dan berhasil pada beberapa kasus ibu hamil.
Mengingat keterbatasan sarana maupun tenaga ahli di puskesmas/RS, maka kasus malaria berat yang memerlukan perawatan/pengobatan dengan fasilitas tertentu (misal: hemo/peritoneal dialisis, transfusi tukar, dll) yang tidak tersedia sebaiknya dirujuk ke RS tingkat yang lebih tinggi (fasilitas lengkap).
v  Pengobatan Komplikasi
a. Malaria serebral
Malaria serebral didefinisikan sebagai unarousable coma (penilaian dengan Glasgow Coma Scale) pada malaria falsiparum, dengan manifestasi perubahan sensorium yaitu perilaku abnormal dari mulai yang paling ringan sampai koma yang dalam. Gangguan kesadaran pada malaria serebral diduga karena adanya gangguan metabolisme di otak.
Prinsip penatalaksanaan : Umumnya sama seperti pada malaria berat; di samping pemberian OAM beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah :
Terapi suportif :
1)         Perawatan pasien tidak sadar , meliputi :
a)  Pasang IVFD, kateter urethra dengan memperhatikan kaidah/antisepsis.
b)  Jaga keseimbangan cairan dengan mencatat intake dan output cairan secara akurat. Bila fungsi ginjal baik, adanya dehidrasi atau overhidrasi dapat juga diketahui dari volume urin. Normal volume urin : 1 ml/menit.
c) Bila volume urin < 30 ml/jam, mungkin terjadi dehidrasi (periksa juga tanda-tanda lain), tambahkan intakecairan melalui iv-line. Bila volume urin > 90 ml/jam, kurangi intake cairan untuk mencegah overload yang mengakibatkan udem paru.
d) Mata ditutup dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus kornea yang dapat terjadi akibat tidak adanya refleks mengedip pada pasien tidak sadar.
e)  Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi akibat kebersihan rongga mulut yang rendah pada pasien tidak sadar. Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus dan pneumonia hipostatik.
f)  Hal-hal yang perlu dipantau:
i.      Tensi, nadi, suhu dan pernafasan setiap 30 menit.
ii.      Derajat kesadaran dengan modifikasi Glasgow Coma Scale (GCS) setiap 6 jam.
iii.      Hitung parasit setiap 12-24 jam.
iv.      Hb dan Ht setiap hari.
v.       Gula darah setiap 4 jam.
vi.      Parameter lain sesuai indikasi (misal: ureum dan kreatinin darah pada komplikasi gagal ginjal).
2)   Pengobatan simptomatik
b. Anemia berat
Tabel Beberapa definisi anemia dalam kehamilan
Jenis Anemia
Hemoglobin (g/dl)
Volume Packed cell/Ht (%)
Anemia ringan/mild anaemia
10-11
33-37
Anemiasedang/moderate anaemia
7-10
24-33
Anemia berat/severe anaemia
< 7
<24
Anemia sangat berat
<4
<13
Tabel  Indikasi pemberian transfusi darah
Hb (g/dl)
Ht (%)
Implikasi untuk transfuse
<7
20
Transfusi sebaiknya dipertimbangkan berdasarkan
kondisi klinis dan umur kehamilan.
<5
15
Indikasi kuat untuk transfusi : berisiko tinggi
gagal jantung


Bila ada indikasi transfusi darah, berikan pengobatan anti malaria yang direkomendasikan dan lakukan:
Transfusi PRC secara perlahan-lahan (slow transfusion) akan mencegah overhidrasi; untuk itu:
– Berikan furosemid 1-2 ampul IV selama transfusi
– Volume transfusi dimasukkan kedalam catatan balans cairan sebagai intake.
c. Hipoglikemi
Hipoglikemi (kadar gula darah < 40 mg%) sering terjadi pada ibu hamil baik sebelum maupun sesudah terapi Kina akibat meningkatnya kebutuhan metabolik saat demam, hipoksi jaringan. Penyebab lain diduga karena terjadi peningkatan uptake glukosa oleh parasit malaria.
Tindakan :
1)         50­100 ml glukosa 40 % IV secara bolus
2)         Infus glukosa 10 % perlahan-lahan untuk maintenance/ mencegah hipoglikemi berulang.
3)         Monitoring teratur kadar gula darah setiap 4-6 jam.
d. Edema Paru
Edema paru merupakan komplikasi fatal yang sering menyebabkan kematian oleh karenanya pada malaria berat sebaiknya dilakukan penanganan untuk mencegah terjadinya edema paru. Penderita mendadak batuk, sesak, napas cepat dan dangkal, pada auskultasi terdengan ronki penuh di semua bagian paru. Foto torak nampak infiltrasi yang luas diseluruh lapangan paru.
Bila ada tanda udema paru akut penderita segera dirujuk, dan sebelumnya dilakukan tindakan sebagai berikut :
1)      Pemberian oksigen konsentrasi tinggi untuk perbaiki hipoksia
2)      Pembatasan pemberian cairan
3)      Bila disertai anemi, berikan transfusi PRC.
4)      Untuk mengurangi beban jantung kanan dapat dilakukan:
a)      Posisi pasien ½ duduk.
b)      Pemberian furosemid 40 mg i.v bila perlu diulang 1 jam kemudian atau dosis ditingkatkan sampai 200 mg (maksimum) sambil memantau volume urin dan tanda-tanda vital.
c)      Venaseksi, keluarkan darah pasien ke dalam kantong transfusi/donor sebanyak 250-500 ml; akan sangat membantu mengurangi sesak. Apabila kondisi pasien sudah normal, darah tersebut dapat dikembalikan ke tubuh pasien.
Klorokuin merupakan obat pilihan yang paling aman diberikan pada ibu hamil (aman dalam 3 trimester kehamilan) dengan dosis 25 mg/kgbb. selama 3 hari berturut-turut atau pada hari I-II sebanyak 600 mg dan pada hari III sebanyak 300 mg. Bila ditemukan resistensi klorokuin, dapat diberikan kina dengan dosis 3 x 400 mg selama 7 hari.
Wanita hamil dengan malaria berat diberi infus klorokuin dengan dosis 10 mg/kgbb. dalam cairan isotonik dengan kecepatan konstan selama 8 jam dan dilanjutkan dengan 15 mg/kgbb. selama 24 jam berikutnya atau dengan klorokuin dosis 5 mg/kgbb. diberikan dengan kecepatan konstan selama 6 jam dan diulangi setiap 6 jam dengan total 5 dosis. Alternatif lain dapat diberi kina dihidroklorida 20 mg/kgbb. melalui infus selama 4 jam dalam dekstrosa 5% dan dilanjutkan dengan dosis rumatan 10 mg/kgbb. setiap 8-12 jam sampai penderita menerima obat secara oral.



Pencegahan
Setiap wanita yang tinggal di daerah endemis atau akan bepergian ke daerah endemis sebaiknya diberi kemoprofilaksis meskipun tidak memberikan perlindungan absolut terhadap infeksi malaria; namun dapat menurunkan parasitemia dan mencegah komplikasi malaria berat dan meningkatkan berat badan bayi.
Klorokuin merupakan obat yang paling aman bagi wanita hamil dengan dosis 300 mg basa (2 tablet) diberikan setiap minggu. Bagi wanita hamil yang akan bepergian ke daerah endemis malaria pemberian dimulai 1 minggu sebelum ber-ngkat, selama berada di daerah endemis, sampai 4 minggu setelah keluar dari daerah tersebut.
Upaya lain untuk pencegahan infeksi malaria adalah dengan memutuskan rantai penularan pada host, agen ataupun lingkungan dengan cara :
1.      Mengurangi kontak/gigitan nyamuk Anopheles dengan menggunakan kelambu, obat nyamuk
2.      Membunuh nyamuk dewasa
3.      Membunuh jentik nyamuk








BAB III
PENUTUP

v  KESIMPULAN
Malaria pada kehamilan merupakan masalah yang serius mengingat pengaruhnya terhadap ibu dan janin, yang bila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat dapat meningkatkan angka kematian ibu dan neonatus. Masalah diagnosis malaria menjadi hambatan karena fasilitas laboratorium yang kurang memadai terutama di puskesmas sebagaiujung tombak pelayanan kesehatan, maka penting untuk meningkatkan kemampuan diagnosis klinis dan mengenali komplikasi diikuti dengan peng-obatan yang baik dan akurat.
Penanggulangan malaria dalam kehamilan dapat dimulai secara dini melalui kunjungan ANC dengan memberikan penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang pencegahan malaria dan pengobatan profilaksis bagi yang tinggal di daerah endemis.
Klorokuin masih merupakan obat terpilih untuk pengobatan malaria dalam kehamilan dan Kina untuk pengobatan malaria berat.
Diperlukan sistem pelayanan kesehatan berjenjang (rujukan) dari puskesmas ke rumah sakit dengan fasilitas yang memadai untuk menanganikasus-kasus malaria berat dengan komplikasi.



DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: P.T. Bina Sarwono Prawirohardjo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar